Translate

Rabu, 11 Desember 2013

Menguraikan Keadilan dan Hukum. Dari Instalasi Demokrasi, "kepala ular" dan "kepala burung" penjaga Pancasila dan NKRI


Menguraikan Keadilan dan Hukum
Dari Instalasi Demokrasi, “kepala ular” dan “kepala burung” penjaga Pancasila dan NKRI
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta
 

Saya berjanji meneruskan tulisan tentang relevansi Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk HAM di Papua.  Sejak mempublikasikan tulisan bagian pertama tentang Nelson Mandela, saya baru mulai menulis lagi. Akhir pekan lalu saya membantu keluarga mempersiapkan Natal, sekalipun saya hanya bisa memberikan sedikit bantuan tetapi saya bahagia. Kemudian hari Senin kemarin, pak Todung Mulya Lubis dan pak Akhmad Sahal makan malam di rumah. Pak Todung Mulya Lubis adalah pengacara terkenal Indonesia, yang tulisan tentang Hak Asazi Manusia saya membacanya ketika masih belajar teologi di tahun 1980an. Pak Akhmad Sahal sedang menulis disertasi tentang wacana pemikiran negara kebangsaan untuk penyelesaian konflik Israel dan Palestina. Keduanya sedang menjadi fellow  dari Ash Program di Harvard Kennedy School.

Suami saya mengatur rumah dengan sangat indah. Pohon Natal yang indah sudah disiapkan untuk perayaan Natal sekalipun kami akan merayakan Natal dengan keluarga suami di Berkeley California.   Hanna memasak makanan enak-enak. Saya membuat croisants. Sekarang ingin menuliskan lebih dulu tentang keadilan dan hukum sebelum membahas tentang TRC yang dalam bahasa Inggeris adalah singkatan dari truth and reconciliation commision. Alasannya, saya sudah lama memikirkan tentang keadilan dan hukum, termasuk ketika saya berpameran pada bulan Mei tahun ini.

11 Satire Hukum Nasional adalah tema yang saya sudah jelaskan secara singkat. Saya belum pernah menjelaskannya dalam narasi sekalipun banyak orang secara individual ketika pameran dilakukan menerima penjelasan saya tentang mengapa karya kawat tersebut disebut satire hukum Nasional. Di Indonesia, dan di mana-mana di dunia, hukum merupakan sistem yang mempunyai kekuatan untuk menegakkan keadilan. Apa itu keadilan, pertama-tama yang harus dibahas?

Dalam pameran saya, keadilan sebagai suatu konsep yang abstrak hanya bisa dimengerti ketika dilakukan. Tetapi sebagai seorang artis, ketika saya membahasakan keadilan, saya melihatnya bukan sebagai suatu timbangan seperti yang dipahami  filosofi selama ini. Kata adil dalam bahasa Indonesia adalah bahasa Arab yang berarti sama rata, berakar dalam teologi Islam. Dalam tradisi Yahudi-Kristen, kata keadilan terkait dengan tindakan memberikan sedekah kepada mereka yang memerlukan. Keadilan berumah dalam tindakan kasih.

Pengertian keadilan seperti dijelaskan dalam filosofis barat menyatu dengan pemahaman hukum. Keadilan tidak terpisah dari pelaksanan hukum yang disimbolkan pada seorang perempuan, dewi keadilan. Tangan kanannya memegang pedang sebagai tanda tentang adanya kekuatan untuk memaksa keadilan tercapai. Kedua, tangan yang memegang timbangan sebagai tanda keseimbangan. Ketiga, mata dari dewi keadilan dibalut sebagai tanda bahwa pelaksanaan keadilan tidak melihat kepada rupa, status dan latarbelakang apapun. Keadilan dilakukan tanpa pandang bulu.

Saya pernah menulis tentang seorang designer terapis Ventura County Medical Center yang mengunjungi saya di kamar untuk  mengukur tubuh saya ketika sedang mempersiapkan body brace yang sekarang masih saya gunakan sampai T-11 dan L-4 sungguh sembuh. Ketika itu saya ingat, tubuh sendiri juga digunakan sebagai model untuk mendapatkan ukuran supaya saya bisa membuat salah satu karya dari 11 satire hukum nasional yaitu “Penari Keadilan”.

Penari keadilan adalah judul yang saya berikan pada karya patung keadilan sebenarnya bercerita tentang pandangan dan praktek seorang manusia yang melakukan keadilan. Digambarkan sebagai seorang penari, perempuan penari karena keadilan adalah keindahan apabila dilakukan seperti tarian. Manusia melakukan tukar menukar sehingga kekuatan saling berbagi mengalir seperti suatu tarian.  Keadilan adalah keseimbangan, kewajaran, kelayakan.  Keadilan adalah cita-cita yang  semestinya, sejatinya terjadi.  Seseorang dilahirkan sejatinya dengan hak-hak untuk diperlakukan sewajarnya, sebaliknya juga memperlakukan orang lain selayaknya. Ia tidak pilih kasih pada saat melakukan keadilan, karena sejatinya keadilan yang dilakukan kepada lain akan juga dikembalikan kepadanya.

Karena itu keadilan dalam karya seni “Penari Keadilan” tidak punya mata. Seluruh tubuhnya adalah keadilan, sehingga dimana-mana dari ketubuhannya tampil seperti mata yang menyaksikan keadilan dilakukan sekaligus merefleksikan keadilan yang diterima.  Dalam interpretasi keadilan dari dewi justice, matanya tertutup supaya tidak memihak. Pada karya seni Penari Keadilan,  mata sang penari tidak ada, artinya ia tidak punya pilihan untuk hanya memihak pada orang tertentu.  Bagian depan dan belakang dari mukanya sama artinya tindakan keadilan yang dilakukan tidak saling berkontradiksi, bertentangan.

Sementara tangan dan bagian hatinya, berkaca, artinya dirinya adalah cerminan keadilan yang merefleksikan keadilan yang dilakukan dirinya sendiri kepada orang lain. Sebaliknya ia bisa juga melihat keadilan yang dilakukan pada saat orang lain mencerminkan keadilan yang terpancar darinya.

Pada tubuh Penari Keadilan ada selendang yang mengintarinya tanpa putus seperti gelombang yang mengelilinginya mendorongnya untuk terus melewati naik dan turunnya keadilan yang dilakukannya. Keadilan adalah keseimbangan. Keadilan tidak tampil dalam kelimpahan di tengah orang lain yang berkekurangan. Keadilan selalu mencari cara untuk menyeimbangkan sehingga menghasilkan keharmonisan dalam gerakan.

Penari keadilan menggunakan jubah dengan tanda perdamaian pada bagian paling ujung dari roknya. Tanda perdamaian mengelilingi roknya. Buah dari keadilan yang memberikan keseimbangan adalah perdamaian. Perdamaian menebarkan ke dalam diri dari penari sekaligus ke luar dirinya ke seluruh semesta.  Artinya, keadilan tidak pernah berhenti pada tingkat individu, keadilan adalah upaya untuk menggerakkan sesama, membangun sistem yang memungkinkan setiap orang bisa bercerita terhadap upaya tidak dipenuhinya keadilan.

Penari keadilan menggenggam bunga yang adalah bagian dari keindahan yang selalu harus diperbahurui. Bunga-bunga segar yang ada diseluruh tubuhnya sebagai bagian dari selendangnya bisa berfungsi untuk pengayom, melindungi, merangkul, tanda kedekatan, kehangatan.

Pada tubuh Penari Keadilan, seluruhnya adalah hati, jiwa dan pikiran sekaligus. Keadilan tidak bisa dipisahkan, tetapi adalah bagian dari pertimbangan dengan akal budi, tentang obyektifitas yang benar dan salah, kepalsuan, dengan jiwa untuk merasakan pada tingkat mental dan dengan hati untuk mensyukuri. Keadilan harus terus dilatihkan seperti seorang penari sehingga menjadi trampil, cekatan dan indah dalam menarikan tariannya. Keadilan dalam dirinya ada nilai-nilai hidup sehingga seseorang bisa merasa terharu, bersyukur dan tenang untuk bisa tiba pada kedamaian.

Tetapi apakah penjelasan ini sudah cukup untuk menjelaskan tentang hukum.

Penari Keadilan adalah satu dari 11 satire hukum nasional. Apa yang menyebabkan Penari Keadilan digolongkan dalam 11 satire hukum nasional? Kalau penari keadilan sebagai suatu nilai yang ideal dan pencapaian seperti digambarkan terwujud, maka mengapa harus dimasukan sebagai bagian dari 11 satire hukum nasional?

Mendudukannya bersama-sama adalah menunjukkan bahwa Penari Keadilan ada di sana untuk mengelitik hukum nasional Indonesia. Harapan manusia ada pada hukum. Penegakkan hukum adalah upaya melestarikan penari keadilan. Mungkin dalam penerapan hukum di Indonesia, terjadi banyak penyimpangan tetapi penari keadilan seperti hati nurani yang selalu akan menolong masyarakat hidup dengan tentram.
 
 
 
                                                                  Penari Keadilan

Hukum adalah sistem, tetapi mungkinkah dalam hukum masih ada keadilan?

Seringkali hukum dilepaskan dari dewi keadilan, diambil saja timbangannya. Padahal dalam hukum seluruh spirit dari penari keadilan adalah keutuhan, holistik dalam menjalankannya.

Saya  merefleksikan hukum di mana keadilan dilakukan pada bumi Indonesia. Pada saat pelaksanaan pameran tersebut, ketika pintu ruang pameran di masuki, karya kawat sebagai instalasi pertama yang menyambut penonton adalah “Instalasi Demokrasi”. Karya ini saya letakan di atas meja marmer antik untuk menunjukkan tentang akar peradaban Indonesia dalam sejarah dirinya. Karya Instalasi Demokrasi adalah potongan kawat yang digunting membentuk pulau-pulau di Indonesia. Saya membuat desain pulau-pulau dengan mengikuti peta Indonesia. Pemotong pulau-pulau dilakukan saling menyambung seperti lautan yang menyatukan Indonesia.

Dimulai dari bagian barat, pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Papua, Kepulauan Maluku, Maluku Utara, Sulawesi dan Kalimatan. Visualisasi pulau-pulau memungkinkan saya memotong bentuk pulau-pulau yang besar. Setiap pulau mempunyai karakter yang kuat menggetarkan jemari saya ketika saya menyelesaikan setiap potongan sambil melihat bentuk-bentuknya yang tidak pernah saya pikirkan sebelumnya. Misalkan, bagian paling atas dari pulau Sumatera di mana teritori propinsi Aceh berada, tampil pada karya kawat seperti rupa dari kepala ular.

Saya meletakkan potongan pulau-pulau ini pada format labirin. Potongan pulau-pulau dilingkari mengelilingi tugu demokrasi yaitu Pancasila sebagai hukum tertinggi di Indonesia. Saya sangat kaget ketika menyadari bahwa kepala ular sebagai bentuk visualisasi ketika didekatkan bertemu dengan kepala burung. Kepala burung adalah bentuk dari peta pulau Papua di mana bagian baratnya adalah Papua Barat dari Indonesia. Perjalanan demokrasi di Indonesia seperti labirin. Pancasila merupakan cita-cita bersama negara bangsa Indonesia, tetapi Pancasila juga terus diuji dalam penyelenggaraan negara Indonesia. Saya terpesona dan bersyukur bahwa alam semesta mengizinkan Indonesia mempunyai kepala ular dan kepala burung yang mengimpitkan kesatuan bangsa.

Instalasi Demokrasi

Instalasi Demokrasi dikelilingi oleh saudara-saudara dari Papua


Visualisasi ini berbicara mendalam tentang keberanian dari kepala ular dan kepala burung dalam mengingatkan Indonesia tentang cita-cita demokrasi yaitu Pancasila. Pancasila sebagai prinsip dasar negara mengandung nilai-nilai keadilan yang tidak terpisahkan dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan yang beradab, persatuan Indonesia, perwakilan dan kemusyawaratan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila adalah instalasi demokrasi yang paling tertinggi di negara saya, Indonesia. Pancasila menurunkan tatanan hukum bernegara di tanah air. Ketika hukumnya tidak berjalan dengan baik, kepala ular akan mematuk dan kepala burung akan terus berteriak-teriak. Jadi Indonesia berterima kasih kepada kepala ular dan kepala burung yang sebenarnya menjaga kesetiaan Indonesia terhadap Pancasila dan keutuhan NKRI. Kepala ular adalah Aceh dan kepala burung adalah Papua. Aceh dan Papua adalah ujian dari demokrasi Indonesia.

Bersama dengan  Penari Keadilan and Instalasi Demokrasi ada 9 karya seni kawat lainnya yang adalah sebagai berikut:  

  1. Payung hukum
  2. Mafia hukum
  3. Bumi torang terbelah
  4. Pencari Fakta
  5. Sangkar Perundangan
  6. Hukum Rimba
  7. Cermin Hukum
  8. Pukat Koruptor
  9. Negara Buku

Saya akan menjelaskan kesembilan karya ini kemudian. Sementara ini gambar visualisasinya bisa dilihat pada pinterest, pada tulisan saya lainnya yang terpisah-pisah atau tulisan dari mass media lainnya pada saat pameran bulan Mei 2013 lalu.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar