Translate

Selasa, 30 April 2013

Refleksi Integrasi Papua, 1 Mei 1963! Membangun Kesadaran NKRI untuk Papua!


Refleksi Integrasi Papua, 1 Mei 1963! Membangun kesadaran NKRI untuk Papua!
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

Selamat pagi sahabat-sahabat sesama warganegara NKRI.  Hari ini tanggal 1 Mei. Tahun ini, Indonesia berbangga karena merayakan 50 tahun integrasi Papua ke dalam wilayah NKRI.  Sama dengan situasi yang terjadi dengan aklamasi kemerdekaan Indonesia yang ternyata menuai perang revolusi antara Indonesia dan Belanda, penggabungan Papua terjadi sesudah kemenangan Indonesia dalam perang merebut Papua. 

Agresi  Militer  Belanda II,  19 Desember 1948 berlangsung dengan pusat serangan difokuskan pada Yogyakarta sebagai ibu kota RI.  Agresi Militer Belanda II adalah kelanjutan dari Agresi Militer Belanda I yang melakukan penyerangan di Jawa dan Sumatera. Resolusi Dewan Keamanan PBB  no 67 tanggal 28 Januari 1949 diterbitkan untuk menghentikan agresi militer Belanda. Tekanan kepada Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan semua tahanan politik, dan perundingan-perundingan untuk mengembalikan legitimasi kekuasaan RI menjadi isi dari resolusi tsb. 

Pengakuan eksistensi Republik Indonesia oleh Dewan Keamanan PBB terlihat dari keluaran resolusi-resolusi PBB terkait dengan penghentian Agresi Militer Belanda I sd II.  Dewan Keamanan PBB sudah menggunakan nama Indonesia untuk menggantikaan Netherlands Indies ketika sejak resolusi pertama yaitu resolusi No.27 tanggal 1 Agustus 1947. Pengakuan PBB kepada Republik Indonesia sesuai dengan prinsip hukum internasional “Uti possidetis juris”.  Uti possidetis juris adalah istilah Latin yang berarti kepemilikan mengikuti kenyataan yang seseorang miliki, sehingga selanjutnya kemilikan itu menetap kecuali ada perjanjian-perjanjian baru yang mengubah status kepemilikan sesudah konflik selesai. 

Prinsip Uti possidetis juris yang menyebabkan teritori Nusantara berganti-ganti mempunyai status kepemilikan yang berbeda, di mulai dari jaman kerajaan Majapahit, Mataram, Mataram Islam, penjajahan Portugis, penjajahan Belanda, penjajahan Jepang sebelum kemudian menjadi bagian dari teritori resmi NKRI sebagai negara berdaulat yang mengumumkan kemerdekaannya dari semua penindasan dan perbudakan disebabkan karena penjajahan bangsa-bangsa lain. 

Pengalihan daerah-daerah jajahan Belanda (Netherlands Indies) bukan langsung dari Belanda, tetapi dari penjajahan Jepang yang kalah perang dalam Perang Dunia II. Bisa saja, Indonesia kemudian diduduki oleh negara pemenang Perang Dunia II, yaitu AS dengan sekutu-sekutunya. Tetapi pemimpin-pemimpin bangsa sudah mengantisipasi secara hukum formal internasional sehingga persiapan kemerdekaan Indonesia dari semua penjajahan dilakukan dengan sistematis. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia bahkan difasilitasi oleh pemerintahan Jepang atas desakan pemimpin-pemimpin Indonesia.

Belajar dari sejarah politik internasional ini, maka upaya Indonesia untuk merebut Irian Barat adalah sah karena Irian Barat merupakan daerah jajahan Belanda dan Jepang. Kehancuran Jepang dan juga Belanda karena Perang Dunia II mengharuskan kedua negara ini untuk tunduk pada kekuasaan politik AS yang tergabung dalam NATO. Pembangunan fisik dan ekonomi negara-negara paksa Perang Dunia II juga difasilitasi oleh AS turut menentukan  negara-negara seperti Belanda dan Jepang untuk mengakui resolusi penyelesaian sengketa konflik dibawah supervisor dari Dewan Keamanan PBB.

Khusus untuk Papua, pertahanan Belanda terjadi cukup lama, kurang lebih 15 tahun sejak pengakuannya terhadap seluruh wilayah teritori NKRI. Integrasi Papua diikuti dengan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yaitu referendum yang penyelesaiannya memerlukan waktu dari tanggal 24 Maret sd 4 Agustus 1969. Referendum dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada rakyat Papua menentukan status daerah sebagai bagian dari pemilikan Belanda atau Indonesia. Hasil Pepera yang dibawah ke Sidang Umum PBB tanggal 19 November 1969 menjelaskan bahwa rakyat memilih untuk bergabung dengan NKRI.
 (Lihat tulisan  saya lainnya “Kilas Balik 1 Mei 1963, “Irian Barat” (Papua) diserahkan Belanda kepada Indonesiaa! Juga lihat tulisan saya lainnya “Rentangan Sejarah Panjang Memahami Pepera 1969)

Sebagai negara berdaulat, RI bertanggungjawab untuk membangun daerah-daerah bekas jajahan Belanda, jajahan Jepang, untuk menjadi daerah yang sejahtera, adil dan makmur seperti tertulis dalam Mukadimah UUD 1945.  Disinilah permasalahannya. Warganegara NKRI di Papua masih memandang RI sebagai penjajah baru di tanahnya sendiri.  Pandangan dari warganegara NKRI di Papua harus diterima secara lapang oleh RI, pemerintah dan sesama warganegara NKRI di seluruh Indonesia sebagai dasar refleksi diri. 

Perlakuan yang tidak adil kepada warga asli Papua sejak 50 tahun integrasi Papua ke NKRI masih terlihat. Perjuangan mencapai keadilan, kesejahteraan dan perdamaian di tanah Papua harus dilakukan dengan itikad baik, mulia dan bertanggungjawab dari seluruh warganegara NKRI terhadap orang asli Papua untuk memenuhi cita-cita kemerdekaan Indonesia dari semua perbudakan, penjajahan bangsa lain di muka bumi.

Senin, 29 April 2013

Kilas Balik 1 Mei 1963, "Irian Barat" (Papua) diserahkan Belanda kepada Indonesia!



 Dengan mengetik kata kunci "1 Mei 1963 di Papua", maka artikel berjudul "Kilas Balik 1 Mei 1963, "Irian Barat" (Papua) diserahkan Belanda kepada Indonesia" langsung muncul pada posisi pertama dalam pencarian googling tersebut.

Morning News:
Kilas Balik 1 Mei 1963, "Irian Barat" (Papua) diserahkan Belanda kepada Indonesia!
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

Selamat pagi sahabat-sahabat semua. Berita pagi ini difokuskan pada  kilas balik sejarah 1 Mei 1963. 
Tgl 1 Mei 1963 adalah hari bersejarah karena "Irian Barat" (Papua) dapat diserahkan dari Belanda kepada Indonesia. Penyerahan ini dijaminkan oleh Perjanjian New York yang ditanda tangani di New York pada tanggal 15 Agustus 962. 

Pengakuan Belanda untuk teritori Indonesia dilakukan sesudah Agresi Belanda II, 19 Desember 1948. Tetapi hanya Irian Barat yang masih tersisa dalam penguasaan Belanda. Perlu 15 tahun kemudian sebelum akhirnya Irian Barat diserahkan Belanda kepada Indonesia.

Bung Karno pada Forum PBB tanggal 30 September 1960 berpidato menyampaikan keresahan Indonesia karena diplomasi bileteral untuk mendesak Belanda menyerahkan Irian Barat ternyata gagal. Bahkan dalam persidangan PBB tahun 1961, Belanda mengumumkan berdirinya negara boneka di Irian Barat. 

Menghadapi agresi Belanda dan pendirian negara boneka Belanda di Irian Barat, Presiden Soekarno membentuk operasi Trikora (Tri Komando Rakyat) untuk merebut Irian Barat dari Belanda. Pengumuman operasi Trikora oleh Presiden Soekarno dilakukan di Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1961. Operasi-operasi infantri ini berlangsung sampai akhirnya Irian Barat terkepung oleh pasukan militer RI. Belanda terdesak. 

Penyerahan "Irian Barat" (Papua) yang dilindungi oleh New York Agreement mengharuskan dilaksanakannya penentuan pendapat rakyat untuk menyatakan pilhannya berintegrasi dengan Indonesia dengan batas waktu tahun 1969. Kemudian Pepera 1969 dilaksanakan di mana warga asli "Irian Barat" (Papua) menyatakan pilihan untuk bergabung dengan Indonesia.

Ketergesaan penyerahan Irian Barat kepada Indonesia pada tanggal 1 Mei 1963, sangat dipengaruhi oleh Amerika Serikat yang mempunyai kepentingan di wilayah Pasifik, terutama untuk menghentikan pengaruh Uni Sovyet yang pada waktu itu sudah menguat di Asia Jauh (Far Asia). Selain itu,  penguasaan eksplorasi pertambangan di Papua yang sudah diperhitungkan akan menguntungkan Amerika Serikat.

Kehancuran Eropa dari Perang Dunia II, termasuk penderitaan ekonomi dan infrastruktur yang dialami oleh negeri Belanda juga memungkinkan  Amerika Serikat, dibawah pemerintahan Presiden John F. Kennedy mampu menekan Belanda untuk menyerah terhadap penguasaannya atas Papua. Jadi 1 Mei 1963 juga merupakan momentum perhentian operasi militer Belanda untuk mempertahankan kedaulatannya di seluruh teritori Indonesia, sangat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan internasional dan posisi geopolitik Indonesia dalam politik internasional dunia pada saat itu.  

1 Mei 2013, yang dirayakan sebagai 50 tahun  integrasi Papua ke dalam NKRI secara politis mengingatkan kembali peran Indonesia dan legitimasinya dalam penguasaan Papua yang harus diikuti dengan tanggungjawab memberdayakan SDM orang asli  Papua. Tanggungjawab ini penting diakui untuk mengubah gambaran ekplorasi kekayaan Papua atas nama NKRI dan hubungan-hubungan bilateral yang sebenarnya masih menyisakan keterbelakangan, ketiadaan kesejahteraan,  ketidakadilan dan ketiadaan perdamaian kepada orang asli Papua di tengah-tengah kekayaan alam yang dimilikinya.

Kamis, 25 April 2013

Membawa kembali semangat membatik di Kelurahan Patehan, Kecamatan Keraton, DIY

Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua
Laporan untuk Koalisi Perempuan Indonesia Wil.DIY






Membawa kembali semangat membatik di Kelurahan Patehan, Kecamatan Keraton, DIY
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

Perempuan Indonesia adalah soko guru pembangunan nasional. Keterlibatan perempuan dalam melakukan kegiatan-kegiatan pemeliharaan anggota keluarga tidak dihitung secara ekonomi. Di atas tugas-tugas domestik, perempuan terutama dari kelas menengah ke bawah berfungsi ganda karena mencari nafkah untuk mendukung kebutuhan keluarga. Penyadaran hak-hak politik perempuan untuk terlibat mengatur kehidupan bersama harus diikuti dengan peningkatan kemampuan perempuan dalam pengelolaan kegiatan ekonomi yang pada umumnya dilakukan di sekitar rumah tempatnya tinggal. 

Terkait dengan tujuan ini, Pelatihan Membatik yang diselenggarakan oleh Institut Seni Indonesia bekerjasama dengan Kelurahan Patehan Kecamatan Kraton, dan didampingi oleh Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DIY kiranya diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan perempuan terhadap ketrampilan membatik dan penguatan kapasitas dirinya dalam memperjuangkan kepentingan bersama untuk mengembangan usaha batik tsb.

Penyerahan Penyuluh, ibu Djandjang, dosen Institut Seni Indonesia DIY untuk melakukan Pelatihan Membatik , dilakukan oleh Ketua LPM Institut Seni Indonesia, Bpk Dr  Sunarto M.Hum kepada Bapak Lurah Kelurahan Patehan, Bapak Widodo, pada hari Rabu, tanggal 24 April 2013 di kantor Kelurahan Patehan.  

Pak Lurah membuka kegiatan dengan berterima kasih kepada ISI DIY yang sudah memilih Patehan sebagai tempat untuk membangkitkan kembali kejayaan masa lalu usaha batik Patehan. Patehan pernah terkenal dengan industri rumah tangga batik.  Akan tetapi industri ini runtuh karena persaingan yang tidak sehat dilakukan oleh pemandu wisata dalam menggiring pembeli ke tempat produksi batik yang bisa memberikan fee tertinggi. 

Monopoli dari kebijakan pemberian fee tinggi berpengaruh terhadap permainan harga jual batik. Pemandu wisata seringkali mematok harga jual batik tinggi dibandingkan dengan harga yang ditetapkan toko rekomendasinya.  Keuntungan yang diraih pemandu wisata ternyata bersifat individu dan mematikan industri batik lokal. 

Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DIY, yang dihadiri oleh Sekretaris Wilayah, Farsijana Adeney-Risakotta berharap bisa bersama dengan Kelurahan Patehan mengawal kebijakan perbaikan usaha masyarakat untuk mendukung pariwisata di DIY.  Komitmen ini terkait dengan  kebijakan perlindungan usaha dan aturan pemandu wisata yang bisa diusulkan untuk dibahas oleh wakil-wakil rakyat di DPRD DIY. Selain itu penguatan kapasitas ibu-ibu untuk bisa hadir dalam pertemuan-pertemuan publik di tingkat dusun dan desa dalam menyuarakan kepentingannya juga harus dilakukan dengan strategis. 

Diakui  Farsijana bahwa kegiatan pelatihan membatik adalah hasil dari persahabatan yang sudah dibangun di antara Koalisi Perempuan Indonesia Wil DIY dengan bu Djandjang,  yang bersama dengan dosen perempuan ISI lainnya pernah mengikuti pameran berjudul Seni Limbah dan Ekspresi Perempuan anti Kekerasan yang dilaksanakan di Bentara Budaya tanggal 4-7 Februari 2011.  Pameran ini diorganisir oleh Farsijana dengan sponsor dari Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DIY.

Ibu Djandjang sebagai seorang ahli batik telah memberikan waktunya untuk memberdayakan perempuan DIY. Keahlian bu Djandang tidak bisa diukur dengan uang. Karena itu, bu Djandjang berharap pelatihan ini bisa menjadi awal yang baik untuk dimanfaatkan oleh ibu-ibu yang berasal dari RW 04 dan 05. Sekalipun jumlah pesertanya terbatas, hanya sepuluh orang, sesuai dengan anggaran yang tersedia dari LPM ISI DIY, bu Djandjang berharap ada partisipasi dari peserta. ISI DIY menyediakan kebutuhan perbatikan termasuk alat-alatnya yang akan disumbangkan kepada peserta.

Ketua LPM ISI DIY berharap masyarakat bisa menggunakan kesempatan pelatihan membatik, yang akan dilakukan dalam sepuluh kali tatap muka. Diharapkan dari pelatihan ini bisa muncul corak khusus batik Patehan. Kegiatan-kegiatan pemberdayaan seni dan budaya lainnya atas usulan masyarakat bisa disampaikan kepada LPM ISI DIY di setiap awal bulan Januari untuk tahun anggaran baru.  Kegiatan-kegiatan tsb bisa berupa pelatihan griya, seni rupa, seni peran, rekam media dan perintisan UKM.

Acara yang dihadiri oleh ibu-ibu dari RW 04 dan RW 05 Keluruah Patehan akan diteruskan dengan pelaksanaan pelatihan di Kantor Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DIY dimulai hari Jumat, 26 April 2013. Koalisi Perempuan Indonesia Wil DIY selain menyediakan ruangan untuk pelatihan juga berpartisipasi dalam penyediaan konsumsi dan dana usaha dengan anggaran terbatas kepada ibu-ibu peserta.

Koalisi Perempuan Indonesia Wil DIY berterima kasih kepada pak Lurah, Ketua LPM ISI DIY dan ibu Djandjang untuk terwujudnya kerjasama ini. Secara khusus penghargaan diberikan kepada bu Siti Murkanti yang akan mewakili Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DIY untuk mengawal pelatihan membatik ini.

Selasa, 23 April 2013

Dua Tahun Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua

Dua Tahun Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta


Hari ini, 24 April 2013, Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua genap dua tahun. Usia dua tahun masih balita. Tapi dalam kebalitaannya, blog Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua sudah menghadapi kehidupan yang sulit. Kelahirannya sendiri sebagai produk dari upaya menghadapi kekerasan di Indonesia telah membuatnya menjadi seorang balita yang matang.  Perdamaian adalah pilihan dari jalan yang sudah diambilnya. Kekerasan hanya bisa diatasi dengan menghadirkan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari.

Tahun ini hajatan dua tahun Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua akan dikemas dalam Pameran Blog dan Seni Rupa yang akan diselenggarakan tanggal 21-29 Mei 2013 di Bentara Budaya Yogyakarta. Saya terutama sangat antusias mempersiapkannya. Tadi malam saya menyelesaikan karya seni kawat dengan judul "Pukat Koruptor".  Saya sertakan fotonya. Karya seni bisa berkata lebih banyak dari pada tulisan.






Teman-teman di Bentara Budaya Yogya juga mendorong saya untuk melakukan workshop terkait dengan pengelolaan perdamaian dalam kehidupan bersama di Indonesia. Saya sudah menyanggupinya. Seperti blog di mana saya berbagi pengetahuan secara gratis, karena pengetahuan yang paling esensi diperlukan dalam hidup untuk mengatasi kekerasan, saya juga akan melakukan yang sama dengan workshop tsb. Karya seni sebagai alat refleksi yang perlu diikuti dengan pengelolaan tubuh untuk menginternalisasi pengetahuan tentang perdamaian.

Karya-karya lain dalam bentuk poster artikel, fotografi kebijakan dan puisi di atas kanvas juga sedang saya persiapan. Ada beberapa yang sudah siap. Bisa dilihat pada foto profil pameran blog dan seni rupa di bawah ini.



Saya inginkan adanya interaksi dari ruang pameran dengan masyarakat di kota Yogyakarta maupun yang ada di jejaring sosial. Jadi akan ada ruangan khusus untuk terminal blog.


Mohon doa restu sahabat-sahabat untuk persiapan dan kegiatan pamerannya nanti. Saya akan melengkapi informasi dalam pengumuman ini.

Menulis untuk Indonesia sudah merupakan komitmen saya. Melihat perdamaian di dalam hidup keseharian di Indonesia dan di dunia adalah “passion” saya yang akan terus dilakukan selama kehidupan ini. 

Jadi saya berterima kasih kepada sahabat-sahabat yang sudah mendorong saya terus menulis dan berbagi untuk Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua.

Kasih, berkat dan kekuatan dari Tuhan Pengasihan kiranya bersama kita semua.  Amin.

Senin, 22 April 2013

Mencermati Papua sesudah Hari Bumi (22 April 2013)

Morning News (23 April 2013)
Mencermati Papua sesudah Hari Bumi (22 April 2013)
 
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

Petisi Warganegara NKRI untuk Papua menyampaikan selamat pagi kepada sahabat2 sesama warganegara NKRI. Sesudah merayakan hari bumi kemarin, 22 April 2013, apakah sahabat-sahabat merasakan perbedaan di sekitarnya.
 
Bumi Indonesia yang kaya mungkin sedang merana karena menanggung beban beban lingkungan yang mendalam. Eksplorasi alam berdampak pada masyarakat kecil masih terus terjadi. Di Papua, eksplorasi bumi untuk mencari harta karun adalah keputusan ekonomi sekaligus politik antara Indonesia dan Freeport. Dampak pengurasan alam Papua adalah lorong-lorong gelap ke dalam rahim bumi pertiwi.  Pada manusia yang hidup di sekitarnya ada “kesenjangan” yang mendalam.
 
Kesenjangan ini harus diakhiri. Pemerintah RI mencoba berbagai cara termasuk memfasilitasi infrastruktur gabungan seperti UP4B untuk mengkoordinasi upaya penegakkan keadilan, kesejahteraan dan perdamaian di Papua.
 
Apa saja yang diperlukan untuk penerusan pembangunan di Papua? Pertanyaan inilah yang mendorong Petisi Warganegara NKRI untuk Papua mencari jawabannya dari sesama warganegara NKRI.
 
Kali ini, dua warganegara NKRI, Ahmad Nurullah dan Amiruddin al-Rahab, melalui tulisan mereka yang dipublikasikan pada Jurnal Nasional Online, ditampilkan untuk bisa diakses oleh sahabat-sahabat. Tulisan yang berjudul “Persempit Gap Pembangunan untuk Papua” berargumentasi bahwa ketidakadilan merupakan salah satu bentuk kekerasan yang memicu penciptaan lingkaran kekerasan lainnya. Didaftar juga kebutuhan infrastruktur dasar yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat Papua. Perencanaan pembangunan untuk Papua tidak bisa dilakukan dari belakang meja tetapi harus turun di lapangan.

Petisi Warganegara NKRI untuk Papua berpandangan bahwa pembangunan di Papua pertama-tama bukan hanya pembangunan infrastruktur, tetapi penyeteraan hak-hak untuk belajar hidup sebagai orang asli Papua dalam konteks dunia yang mengubah. Dinamika pengembangan kapasitas dan kapabilitas orang asli Papua dibangun dari “penguatan” visi Papua untuk menjadi jati diri sendiri yang bisa berbagi kepada sesama. Hati nurani orang asli Papua penuh dengan kekayaan kehidupan yang perlu dipelihara, dikembangkan menjadi kekuatan yang melebihi kelimpahan emas yang ada di sekitarnya. Dengan cara inilah, basudara Papua bisa menikmati keadilan, kesejahteraan dan perdamaian yang dicita-citakannya.
 
Aksesitas ke artikel dengan judul Persempit Gap Pembangunan untuk Papua bisa dilihat pada link:
<http://www.jurnas.com/halaman/6/2013-03-21/237339>

 
Persempit Gap Pembangunan untuk Papua
Jurnal Nasional | Kamis, 21 Mar 2013
Ahmad Nurullah
Amiruddin al-Rahab

Juru Bicara Unit Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B)
"BUAT yang Papua bisa, dan jangan buat yang sekadar Jakarta mau." Prinsip seperti itu seharusnya dipahami oleh setiap pemangku kebijakan dari Jakarta dalam mengagas dan mengimplementasikan berbagai kebijakan pembangunan di Papua. Perancang program pembangunan dari Kementerian dan Lembaga bersama Pemerintah Daerah perlu merancang program yang memiliki daya ungkit besar.

Karena itu rancangan pembangunan di Papua perlu memerhatikan tiga hal berikut. Pertama, pembangunan Papua mesti bisa memastikan bahwa melalui program pembangunan tersebut negara hadir di tengah rakyat untuk melayani. Kedua, program pembangunan di Papua mesti wujud dari upaya memberikan pemihakan dan pengecualian serta pemberdayaan kepada orang asli Papua. Ketiga, program pembangunan tersebut mesti menunjukkan dukungan dan dorongan kepada pemerintah daerah dalam merencanakan dan mengendalikan proses pembangunan.
   
Apakah program raksasa--seperti: MIFEE dan MP3EI yang berfokus pada energi, pangan dan tambang ketika diimplementasikan--sudah sejalan dengan tiga prinsip itu? Apakah sudah tetap temponya? Apakah orang asli Papua bisa terlibat di dalamnya? Jika tidak dikaji mendalam, implementasinya nanti akan memperlebar gap ketimpangan pembangunan untuk orang asli Papua.

   
Membuka Isolasi

Akhir-akhir ini kerap tampak terjadi salah paham antara Jakarta dengan Papua dalam menjalankan program-program pembangunan. Misalnya, dalam membangun jalan. Pembangunan jalan dengan anggaran APBN hanya bisa untuk status jalan nasional yang menghubungkan antarprovinsi. Untuk Papua tentu ini menyulitkan, karena pembangunan jalan di Papua semestinya dirancang bertujuan untuk membuka wilayah terisolasi.
  
Membuka wilayah terisolasi yang begitu luas dengan medan yang sulit, anggaran APBD tidak bisa mencukupi. Maka itu, diperlukan pengecualian dari segi regulasi dan anggaran untuk membuka keterisolasian di Papua, khususnya di kabupaten terisolasi, baik di wilayah pegunungan tengah Papua maupun wilayah terisolasi lainnya di Papua Barat.
  
Khusus di wilayah pegunungan tengah Papua, yang kerap dilupakan ketika sebuah program pembangunan dirancang di Jakarta, yaitu kondisi spesifik seperti: tingkat kemahalan harga yang mahatinggi, kondisi alam yang ekstrem dan situasi sosial-politik yang labil. Selain itu, terbatasnya ketersedian tenaga untuk menjalankan program pembangunan tersebut.
  
Harga bahan bakar premium atau solar di wilayah pegunungan tengah Papua berkisar Rp20 ribu sampai Rp60 ribu per liter. Sementara harga semen per sak berkisar antara Rp1 juta sampai Rp1,7 juta. Harga beras berkisar Rp20 ribu sampai Rp30 ribu per kilogram. Maka itu, harga satuan di Papua akan jauh lebih mahal dibanding di daerah lainnya, apalagi dibanding di Jakarta.
  
Akibat mahalnya harga satuan ini, kerap terjadi program pembangunan gagal lelang, karena harga satuan yang dihitung di Jakarta tidak memungkin dijalankan di Pegunungan Papua. Perpaduan keterisolasian dengan tingkat kemahalan harga barang kebutuhan pokok membuat populasi miskin di Papua, khususnya di pendalaman, menanggung beban dua kali lebih berat daripada di wilayah lain.
Karena itu, fokus dan serius membangun infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, lapangan terbang, dermaga sungai dan pelabuhan serta mengedapankan peningkatan frontline services untuk kesehatan dan pendidikan menjadi utama. Hanya dengan cara itu, pelayanan kepada populasi yang tertinggal dan miskin di wilayah terisolasi di sekujur Papua bisa dilakukan. Program-program charity yang tambal-sulam seperti selama ini tidak akan pernah bisa mengatasi masalah ketertinggalan dan kemiskinan di Papua.
  
Maka itu, tahun 2013-2014 dalam pandangan UP4B diperlukan pembuatan jalan baru sepanjang 1.500 km untuk menghubungkan 20 kabupaten di pegunungan tengah Papua. Perlu tiga pelabuhan sungai baru dengan tiga depo BBM untuk menyokong kebutuhan energi. Peningkatan kapasitas lapangan terbang dan pembangunan pembangkit listrik. Harus ada instalasi air bersih dan irigasi untuk mengairi kebun dan sawah baru. Turut pula diperlukan minimal 5.000 rumah sehat untuk rakyat.
  
Dengan adanya infrastruktur dasar seperti itu, maka sekolah tingkat SD, SMP, dan SMU/SMK serta puskesmas dan puskesmas pembantu didekatkan pada sarana transportasi, yaitu jalan. Penambahan tenaga pengajar dan kesehatan dalam jumlah besar harus bisa diwujudkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.
  
Dibutuhkan 471 unit puskesmas pembantu baru untuk melayani kampung baru, serta peningkatan pelayanan di 373 unit puskesmas pembantu yang sudah ada. Puskesmas baru diperlukan sebanyak 51 unit untuk Papua dan 24 unit di Papua Barat, serta perbaikan dan peningkatan pelayanan di 196 unit puskesmas. Tentu, untuk fasilitas pelayanan kesehatan ini diperlukan klinik rujukan untuk menangani penyebaran malaria, TBC, dan HIV/AIDS.
 
Untuk itu dibutuhkan 1.014 tenaga paramedis untuk melayani puskesmas pembantu dan puskesmas tersebut. Bukan itu saja, pelayanan kesehatan bergerak diperlukan di 20 kabupaten terisolasi untuk menjangkau ratusan kampung dan puluhan distrik yang belum bisa dijangkau.

 
Kementerian Ujung Tombak

Dalam menjalankan program pembangunan tersebut, orang asli Papua tidak boleh menjadi penonton, melainkan harus terlibat dalam permainan. Pemerintah daerah perlu memfasilitasi di lapangan dan pemerintah pusat menyediakan anggaran yang cukup dan dasar hukum untuk menjalankannya. Perpres No.84/2012 yang memberikan peluang dan pengecualian kepada pengusaha asli Papua dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah secara langsung bisa menjadi dasar hukum dan kebijakan untuk mengerahkan roda pembangunan ini hal mana orang asli Papua terlibat penuh di dalamnya.

Dengan memerhatikan beberapa keterangan dan prinsip di atas, maka kementerian dan lembaga dalam membuat program di Papua dan Papua Barat tidak bisa hanya dari belakang meja di Jakarta. Harus turun langsung ke lokasi-lokasi yang akan menjadi tempat program itu dijalankan.
Jika kementerian dan lembaga masih menyusun rencana berdasarkan laporan yang ABS (asal bapak senang), maka gap perencanaan pembangunan dari pengambil kebijakan di Jakarta dengan kondisi lapangan di Papua akan terus menganga. Ingat, ujung tombak percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat sesungguhnya adalah kementerian dan lembaga. UP4B memfasilitasi berkomunikasi dengan pemda dan masyarakat.

Catatan Hari Bumi Bersama Anak-anak Komunitas Pondok Tali Rasa

Catatan Hari Bumi
Bersama anak-anak Komunitas Pondok Tali Rasa
 

Sabtu, 20 April 2013

Bersama R.A.Kartini, Menarilah Mengembalikan Kebajikan Pengetahuan Sejati!


Anak-anak menari di Pondok Tali Rasa
Bersama R.A.Kartini, Menarilah Mengembalikan Kebajikan Pengetahuan Sejati!

Oleh Farsijana Adeney-Risakotta


Pernahkah anda membayangkan tentang perayaan hari Pahlawan sejajar dengan hari-hari keagamaan? Hari ini hari Kartini, 21 April 2013. Setiap kali perayaan Kartini, segera terbersit dalam diri saya, seorang Kartini yang cerdas. Diluar konstruksi bikinan Orde Baru, Kartini sebagai seorang “Ibu” sehingga perayaannya ditandai dengan berkebayaan, Kartini untuk saya adalah seorang pemikir. 


Jadi memperingati hari Kartini membawa saya berkelana kembali ke alam Kartini. Seolah-olah semangat Kartini kembali lagi, sedang bercakap-cakap dengan saya. Inilah kesetaraan perayaan Kartini dengan hari-hari keagamaan. Kartini memenuhi hidupnya dengan nilai-nilai kehidupan. Nilai keadilan, keberanian, kesetaraan, keberpihakan, kepedulian, keinginantahuan tinggal bersisian di dalam diri Kartini dengan nilai-nilai kerukunan, kesopanan, keramahtamahan, kepatuhan, keiklasan, kemandirian dan pertanggungjawaban seorang manusia di hadapan Sang Khalik.


Buku Habis Gelap Terbit Terang adalah jendela saya untuk setiap kali kembali ke alam Kartini, mengerti pergolakannya kemudian membawanya ke dalam jaman saya. Pemikiran Kartini melintasi waktu sekalipun dirinya sudah selesai. Itulah sebabnya saya ingin berkeluh kesah kepada Kartini karena saya tahu Kartini akan sangat senang berdialog, berdiskusi. Kartini juga ingin tahu apa yang terjadi dengan Indonesia. Istilah berdialog, berdiskusi mungkin telah berat untuk menjelaskan sebenarnya yang saya inginkan adalah berkeluh kesah kepada Kartini. Selayaknya seperti Kartini yang berkeluh kesah dengan teman-teman penanya. Saya juga ingin melakukan yang sama sekarang.


Saya ingin memberitahu tentang kedukaan bangsa pada saat perayaan hari Kartini. Keprihatinan dari penyelenggaraan hari Ujian Nasional (UN) untuk siswa/i  sangat tepat diteruskan kepada Kartini sebagai seorang pejuang pendidikan. Pendidikan sebagai jendela kepada perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik dari seseorang anak manusia, ternyata sekarang  ini di Indonesia lebih banyak dipraktekkan sebagai anjang berpolitik. Pendidikan menjadi rebutan partai-partai untuk mendudukan wakilnya yang diharapkan bisa mengendalikan konstruksi jati diri anak-anak bangsa.


Keterpesonaan, daya tarik yang menyisir perhatian anak-anak bangsa terhadap pendidikan seolah-olah tidak berhasil dihadirkan sebagai inti pendidikan nasional.  Pendidikan dihadapi sebagai beban, karena tugas-tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh peserta didik tanpa mengerti relevansi kerja kerasnya untuk hidupnya sekarang dan masa depan. Contohnya saat ini, Ujian Nasional yang amburadul, harus menyebabkan siswa/i menunggu berjam-jam sebelum soal ujian tersedia. Di seluruh Indonesia, pelaksanaan Ujian Nasional yang tidak serentak, telah menuai permasalahan karena penantian dalam waktu yang lama bagi siswa/i terhadap ketersediaan  soal ujian. Pemusatan pelibatgandaan soal UN di Jakarta telah menyebabkan petaka kepada anak-anak bangsa di seluruh Indonesia.


Mengapakah UN harus dikontrol dari Jakarta? Engkau, Kartini, pasti segera bertanya!  Pak Menteri sudah menjawab, katanya pemusatan cetak soal UN di Jakarta  untuk menghindari kebocoran UN. Sayang, menghindari dari satu jebakan sekarang malahan Kementrian Pendidikan sedang terperosok pada kebijakan yang dibuatnya sendiri. Bisakah engkau, Kartini memberitahu saya,  ada apa dengan bangsa ini? 


Engkau, Kartini pasti gamang mengetahui alasannya kegagalan produksi dan distribusi soal UN karena pelaksanaan tender cetakan soal-soal UN yang dilakukan tidak adil penuh siasat kecurangan. Kongkalikong kebijakan yang mencari cela terhadap pelibatgandaan keuntungan malahan berbuah malapetaka. Sekarang para pejabat ketakutan karena pendidikan yang dijaminkan oleh negara seolah-olah sedang dipermain-mainkan.


Tukar ganti kurikulum nasional belum selesai diperdebatkan, sekarang Indonesia berhadapan dengan kegagalan UN. Ketakutan kegagalan UN yang semula pada kebocoran soal malahan sekarang terjebak pada pengamanan kebijakan sentralisasi yang sedang tersandung pada kepentingan penggelolaan dana cetak soal UN. Engkau, Kartini, mungkinkah bertanya, apakah yang ada dalam pemikiran pembuat kebijakan Pendidikan?  Kegairahan Presiden SBY untuk menggali ilmu ternyata belum bisa diturunkan kepada sistem yang dipimpinnya. Kementrian Pendidikan sebagai pengelola dengan anggaran besar seolah-olah lumpuh berhadapan dengan kebijakan yang dibuatnya sendiri.


Memikirkannya malahan membuat engkau Kartini puyeng! Saya juga ingin menghindari memikirkan kesembrawutan pengelolaan kebijakan pendidikan di negeri ini. Mungkin saya banyak berangan-angan terhadap cara mengajar yang menimbulkan kegairahan, keterpesonaan dari peserta didik. Menghadirkan cara belajar yang dikangenin oleh siswa/i, mahasiswa/i, perempuan akar rumput dan anak-anak adalah “my passion”.  Saya tahu engkau, Kartini mewarisi “passion” itu kepada saya. 


Engkau, Kartini juga telah menginspirasikan begitu banyak guru-guru terbaik yang pernah lahir dari bumi Indonesia. Guru-guru yang memberikan waktu untuk meluaskan pengetahuannya sendiri di atas “ilmu spesifik” yang diajarkannya supaya membuka wawasan siswa/i sehingga tertarik untuk memasuki misteri ilmu pengetahuan. Mereka ini, guru-guru sedang disia-siakan, dipermainkan oleh Kementrian Pendidikan karena tukar pasang kebijakan kurikulum. Puncak kesengsaraan guru-guru adalah saat ini, penantian soal-soal UN, penyelesaian pelaksanaan UN yang melelahkan dari penantian soal-soal yang lambat tiba di daerah-daerah.


Keresahan terhadap kebijakan pendidikan mungkin akan menghasilkan apatisme dari peserta didik. Saya tahu “keresahan” ini berbeda dengan yang engkau, Kartini perlihatkan  pada jamanmu. Engkau, Kartini resah karena ketidakcocokan antara realitas yang dihadapi dengan ide-ide perjuangan yang diterima dalam kesadaran nilai. Misalkan realitas perempuan yang terbelakang pada saat itu, sehingga mendorong engkau, Kartini untuk mendirikan sekolah keputrian kepada mereka. Engkau bahkan memberi waktu mengajarkan mereka yang bisa berbahasa lisan tetapi tidak menulis yang dikatakannya. 


Dalam setiap kata-kata yang engkau, Kartini pilih untuk mengajar, ada rahasia yang engkau bukakan kepada mereka. Engkau, Kartini, memperkenalkan huruf sekaligus menjelaskan konsep dengan cara yang mempesonakan sampai mata indah dan mata hati dari perempuan-perempuan muda terbelalak dan tersentuh. Mereka tertawa bersamamu dirimu, Kartini.


Mereka bisa membayangkan tugas-tugas seorang ibu ada dalam kata “ibu, tetapi juga dari caramu mengajar, mereka mengenal sisi “ibu” yang cerdas ada pada dirinya sendiri. Engkau, Kartini, mengalirkan keyakinan baru dalam cara yang santun sekaligus kritis mengamalkan ajaran tradisi tentang “sorga di bawah telapak kaki ibu”. Mereka tahu, dalam kata “ibu”, sikap ketulusan adalah kekuatan yang menggetarkan untuk memelihara semangat anggota keluarga, termasuk anak-anak bangsa sehingga tidak gampang menyerah kepada keegoisan diri. 


Mereka mengerti dari kata “ibu”, ada proses yang harus dilewati setiap anak manusia. Sikap kesabaran muncul sebagai jawaban dari perjalanan ketekunan, berulang-ulang kali melakukan sesuatu sampai berhasil dengan diikuti sikap menunggu melihat buah keberhasilan sendiri tanpa cepat-cepat mencari jalan pintas. Mereka makin mengerti, dalam “ibu” tidak ada kepasifan, stagnasi tetapi kehidupan yang terus mengalir.


Engkau, Kartini sudah datang melawat saya di pagi ini. Engkau, Kartini telah menunjukkan rahasia kehidupan ada pada kata “ibu”. Manusia yang dilahirkan dari rahim perempuan, dikawal juga sang ibu sampai anak-anak bangsa mencapai cita-citanya setinggi gunung Merapi. Engkau, Kartini, mengajarkan sikap tapa dalam kata “ibu”, sehingga perjalanan meraih cita-cita dilakukan dalam kebersahajaan yang membebaskan.


Menarilah dalam kepedulian dengan sesama. Menarilah dalam pembebasan penggalian rahasia kehidupan dari lorong terang pengetahuan yang keluar dari kata “ibu”. Menarilah, engkau, Kartini bersama saya sampai semua anak-anak bangsa diangkat dari keputusasaan mentransformasikan keegoisan pemimpin bangsa mengkontruksikan pendidikan pembodohan yang sedang menjebak diri mereka sendiri. 


Menarilah, menarilah, engkau, Kartini bersama terang ilahi yang tetap ada di balik kelabu semesta membungkus duka perjalanan kebijakan pendidikan di negeri ini. Saya menari sampai engkau, Kartini menghilang, memberi istirahat kepada anak-anak bangsa menemukan jalannya kembali kepada kebajikan pengetahuan sejati!