Translate

Jumat, 06 Desember 2013

Bagian I: Selamat jalan Nelson Mandela, Bapak Pelangi Manusia


Bagian I:  Selamat jalan Nelson Mandela, Bapak Pelangi Manusia

Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

Dunia masih bergabung. Bumi menangis tetapi juga bersyukur menerima kembali seorang yang pernah menguatkan sesama manusia,  mengembalikan hak bangsanya, dan orang-orang di seluruh dunia untuk hak sebagai warganegara yang setara.  Pembebasan dari ketertindasan bukanlah imajinasi, tetapi perjuangan yang harus dilakukan tanpa ketakutan karena keberpihakan Sang Pencipta bersamanya. Dilahirkan dari suku Thembu di Umtatu bagian dari Propinsi Cape di Afrika Selatan, Nelson Mandela, mulai memasuki Yohanesburg, ibu kota Afrika Selatan untuk memulai perlawanan terhadap politik diskriminasi yang sudah diterapkan sejak jaman penjajahan Belanda. Belanda membagi penduduk di Afrika Selatan atas beberapa kelompok, yaitu orang Eropa,  berwarna, India dan Afrika.  Orang berkulit berwarna adalah penduduk yang datang dari berbagai dari di Eropa yang berdarah campuran. Sebelum menjadi pejuang gerakan swadeshi di India,   Mohadma Gandhi tinggal di Afrika Selatan selama 21 dan melakukan gerakan hak-hak sipil di sana. Awal kariernya dimulai sebagai seorang lawyer ketika diundang oleh  pedagang India muslim yang kaya, untuk membela pedagang-pedagang muslim India terhadap kebijakan Inggeris yang diskriminatif.

Mandela sangat terpesona terhadap kedinamisan berbagai kelompok sosial yang ada di Afrika Selatan ketika ia mulai menginjaki kakinya untuk belajar di Universitas of South Africa.  Pada tahun 1943, ketika Mandela berumur 26 tahun ia adalah satu-satunya mahasiswa berkulit hitam yang berani berkuliah hukum di universitas swasta Witwatersrand.  Sementara perkuliahannya berlangsung, politik apartheid mulai diterapkan pada tahun 1948.  Politik Apartheid diterapkan oleh kelompok minoritas, kelompok putih keturunan Belanda yang berbahasa Afrikaans. Berbeda dari politik diskriminasi yang dipraktekkan pada jaman Belanda, politik Apartheid menghilangkan menerapkan pemisahan pendudukan berdasarkan klasifikasi warna kulit. Pembatasan wilayah sosial dan publik dilakukan menurut klasifikasi kependudukan.

Pada tahun 1966, PBB mengeluarkan resolusi  nomor 2145 untuk menghapuskan politik Apartheid. Tetapi pada tahun 1970,  pemerintah Afrika Selatan memperluas penerapan politik Apartheid dengan terutama mencabut hak kewarganegaraan dari komunitas berkulit hitam. Pelayanan-pelayanan publik dan sosial yang dulu disalurkan oleh negara secara terbatas pada wilayah masing-masing warga menurut klasifikasi penduduknya dihentikan.  Representasi politik dari komunitas berkulit hitam dalam parlemen yang diatur secara hukum dicabut.  Warga kulit hitam harus menjadi salah satu dari pemerintahan sendiri menurut sepuluh suku yang ada. Pemerintahan berdasarkan daerah sukunya disebut bantustans.

Nelson Mandela yang sudah lebih dulu belajar hukum mulai terlibat dengan gerakan rakyat untuk mengembalikan  hak-hak kewarganegaraan komunitas berkulit hitam. Suku-suku inilah tuan tanah yang kemudian disingkirkan oleh kelompok minoritas yang menggunakan kebijakan politik dan kekuatan ekonomi untuk menghapuskan hak-hak penduduk asli Afrika Selatan. Mandela mulai mengorganisir warga berkulit putih ketika bergabung bersama African National Congress (ANC) yang sudah dikenalkan sejak ia mulai pindah ke Yohanessburg. Karena keterlibatannya dengan perjuangan untuk mengembalikan hak-hak orang Afrika, pemerintah Afrika Selatan menjebloskan Nelson Mandela dalam penjara selama 27 tahun, berpindah di tiga tempat yang berbeda. Sebelum resolusi PBB menghapuskan politik Apartheid, Mandela sudah dijeblos ke dalam penjara lebih dulu setahun sebelum saya lahir, yaitu pada tahun 1964.
                                     Jembatan Nelson Mandela di Yohannesburg

Dua pejuang gerakan masyarakat sipil, Gandhi dan Mandela lahir karena struktur politik yang tidak adil di Afrika Selatan. Tetapi gerakan perlawanan masyarakat makin kuat sebenarnya pada tahun 1974 ketika Afrikaan Medium Decree diterapkan. Dekrit ini mengharuskan semua pelayanan publik harus menggunakan bahasa Afrikaans.  Sebelumnya bahasa nasional adalah Inggeris. Kemudian pada tahun yang sama, tanggal 16 Juni seorang siswa bernama  Hector Pieterson ditembak oleh polisi berkulit putih. Penembakan ini membangkit dan menyatukan seluruh rakyat Afrika Selatan. Soweto menjadi daerah pertahanan yang digunakan oleh orang Afrika untuk melakukan perlawanan terhadap penindasan yang mereka alami.

                                                                     Soweto





Sejak muncul Soweta Uprising, pembunuhan kepada masyarakat dilakukan dengan sangat bengis.  Saya belajar tentang kekejaman apartheid yang sebenarnya bukan hanya terkait dengan struktur politik tetapi juga upaya untuk membunuh karakter dan mental dari masyarakat yang melawan penguasa. Kemenangan Nelson Mandela adalah karena harapannya terhadap keyakinan dari hak-hak kehidupan yang diberikan Tuhan kepada seluruh umat manusia melalui perjuangan untuk mengembalikannya.  Sejarah yang diwarisnya telah membentuk struktur politik yang tidak adil dipelihara selama berabad-abad.  Ketika Mandela mulai dilepaskan dari penjara karena tekanan masyarakat internasional, komunitas Afrika di sekitarnya sudah menjadi negara berdaulat yang secara bersama melalui Pan Afrika mendukung perjuangan Afrika untuk membebaskan Afrika Selatan dari politik Apertheid. Kekuatan politik, sumber daya manusia dan kapital dari warga Afrika di Afrika Selatan masih belum berimbang, tetapi dunia seluruh untuk siap mendukung perubahan yang harus terjadi di Afrika Selatan. Tanggal 11  Februari 1990, Nelson Mandela menggandengkan tangan isterinya, Winnie Madikizela meninggalkan penjara Victor Verster Prison. Kemudian tahun 1994, Mandela terpilih sebagai Presiden Afrika pertama di Afrika Selatan.
                           Ruman Nelson Mandela dengan Winnie di Soweto
                              Saya berfoto di kamar Nelson Mandela di Soweto
 
                     Tempat tidur Nelson Mandela sesudah ditingalkan Winnie

Saya mengunjungi rumah Mandela dan Winni di Soweta pada tahun 2007 ketika menghadiri general assembly dari EATWOT (Ecumenical Association of Third World of Theologians). Soweta masih menyimpan sisa pertahanan masyarakat sipil Afrika Selatan yang memberikan inspirasi kepada saya untuk terus bekerja memperjuangkan hak-hak sipil dari orang-orang yang dipinggirkan oleh negara.  Dalam perjalanan ke Las Vegas, Pdt. James Campbell dari Presbyterian Church membawa kami mengunjungi United World College of American West di Montezuma, New Mexico di mana  kami bertemu beberapa mahasiswa dari Indonesia. Di sana saya bertemu lagi dengan Nelson Mandela.  Saya menyentuh seluruh wajahnya pada patung dada yang berdiri gagah menghadap rumah antar iman yang mengalirkan warna-warna pelangi dari refleksi kaca yang masuk di dalamnya. Manusia seperti pelangi, yang berwarna-warni. Mata Nelson Mandela memandang bersahaja pada rumah pelangi iman karena ia tahu bahwa dalam imannya kepada Allah perjuangannya bisa mengembalikan hak-hak warga Afrika dan sekaligus menegakkan keadilan menurut hukum rekonsiliasi dan kebenaran yang memungkinkan kekerasan bisa dihentikan untuk memulai kehidupan baru. Selamat jalan bapak pelangi manusia! Good bye baba yangu upinde wa mvua!

 

                                           Patung Dada Nelson Mandela di  United World College



Bagian II: Nelson Mandela dan Komisi Kebenaran & Rekonsiliasi untuk Indonesia, khususnya Papua 

http://farsijanaindonesiauntuksemua.blogspot.com/2013/12/nelson-mandela-dan-komisi-kebenaran.html


III: Pengakuan Pemerintah Indonesia, Relevansi Komisi Kebenaran dan Rekosiliasi bagi Pelanggaran HAM di Papua

http://farsijanaindonesiauntuksemua.blogspot.com/2013/12/pengakuan-pemerintah-indonesia-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar