Translate

Jumat, 09 November 2012

Mempertanyakan Soekarno-Hatta sebagai Pahlawan Nasional?


Mempertanyakan Soekarno-Hatta sebagai Pahlawan Nasional?
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

 
 “Bangsa yang besar adalah Bangsa yang menghormati jasa pahlawannya”. Kalimat ini sudah menjadi slogan untuk rakyat Indonesia. Sebelum ada twitter, kalimat ini sudah dikutip dan disebut berulang-ulang kali. Ucapan ini adalah potongan dari pidato Ir. Soekarno, presiden RI pertama, yang disampaikan pada perayaan hari Pahlawan RI tanggal 10 November 1961.

Penentuan tanggal 10 November sebagai hari Pahlawan diteguhkan melalui Penetapan Pemerintah No.9 yang ditanda tangani sendiri oleh Soekarno sebagai Presiden dan Amir Sjarifoeddin sebagai Menteri Pertahanan pada tanggal 31 Oktober 1946. Besok harinya, bertempat di Yogyakarta yang pada waktu itu adalah ibu kota negara RI selama periode perang revolusi, Penetapan Pemerintah No.9 dibacakan kepada publik di Indonesia.

Hari Pahlawan adalah memperingati harga diri bangsa Indonesia dalam menegakan kemerdekaan yang sudah dicetuskan pada tanggal 17 Agustus 1945. 10 November 1945 adalah peristiwa berdarah di kota Surabaya di mana banyak warga sipil berperang dengan tentara NICA yang membonceng tentara Inggeris dengan maksud kembali menguasai Indonesia. Pemimpin-pemimpin agama Islam di Jawa Timur menggerakkan santri-santri mereka untuk mengangkat senjata melawan bangsa-bangsa asing yang kembali mau mencokol di Indonesia.

Pidato Soekarno disampaikan untuk mengingatkan bangsa Indonesia bahwa pahlawan-pahlawan bangsa adalah warga sipil yang sederhana. Patriotisme mereka sangat besar. Dipimpin oleh Soedirman, pemuda-pemuda menaiki tiang bendera hotel Yamato  untuk merobek bendera Belanda yang dikibarkan sejak 1 September 1945 oleh Mr. W.V.CH Ploegman. Pengibaran bendera Belanda menunjukkan penolakan dari Belanda terhadap kedaulatan kemerdekaan RI.  Besoknya, tanggal 2 September 1945 Residen Soedirman melakukan pendekatan dengan Ploegman untuk memintanya menurunkan bendera Belanda tersebut.

Perundingan bijaksana antara Soedirman dengan Ploegman kandas sehingga pemuda-pemuda patriotisme ini dengan sangat berani menaiki tiang bendera merobek potong biru dari bendera Belanda dan meninggalkan bagian merah putih menjadikannya bendara merah putih,  bendera negara berdaulat RI.  Pertahanan pemuda-pemuda terhadap bendera merah putih, bendera RI mengikuti maklumat pemerintah tanggal 31 Agustus 1945 kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menaikkan bendera merah putih sebagai bendera RI.  Peristiwa ini menjadi anjang permulaan perang revolusi RI, mempertahankan kedaulatannya dengan puncaknya adalah serangan tentara Inggeris besar-besaran terhadap masyarakat di Surabaya, karena terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby.

http://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_10_November

Pada perayaan hari Pahlawan RI tahun 2012, Soekarno dan Hatta menerima tanda jasa sebagai pahlawan nasional.  Membaca biografi Bung Hatta yang ditulis pada Wikipedia dikatakan bahwa beliau adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Keppres nomor 081/TK/1986 yang ditetapkan pada tanggal 23 Oktober 1986. Sementara ada beberapa pandangan dari pemerintah bahwa seolah-olah Bung Hatta belum pernah mendapat gelar pahlawan nasional karena pemberian gelar kepahlawan kepada Bung Hatta harus bersamaan dengan Bung Karno. Padahal realitas sejarah mencatat hal yang berbeda.

http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta

Mengunjungi kota kelahiran Bung Hatta, tanggal 25 Oktober 2012
Memperhatikan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Sosial RI, saya merasa pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soekarno-Hatta dilakukan saat ini terkesan menggandengan kepentingan politik. 

Pertama, argumentasi pemberian pahlawan nasional untuk Soekarno-Hatta apabila dikaitkan dengan penokohan sebagai Proklamator sebenarnya tidak membutuhkan pengakuan pahlawan nasional. Sebagai proklamator Soekarno-Hatta melebihi pahlawan nasional.  Karena setiap regim pemerintahan bisa menginterpretasi kepahlawanan seseorang secara berbeda-beda.

Regim Soeharto menolak mengakui Soekarno sebagai pahlawan nasional karena dianggap mendukung PKI. Pandangan sejarah regim Orba ini dilegitimasikan oleh Tap MPRS XXIII/MPRS/1967 sehingga melalui Ketetapan tsb, kekuasaan Soekarno sebagai kepala pemerintahan, presiden dicabut. Alasannya bahwa pidato Soekarno yang disampaikan di depan MPRS tidak sedikitpun menyinggung tentang pertanggungjawaban presiden terhadap pemberontakan kontra revolusi G 30 S/PKI. 

Tentu saja Soekarno tidak sebodoh yang dibayangkan oleh regim Soeharto, karena pada saat itu di antara tahun 1965- 1966 telah terjadi pembantaian besar-besaran diberbagai daerah terhadap mereka yang disebut pengikut PKI. Apakah pembantaian tsb juga adalah tanggungjawab Soekarno? 

Sejarah PKI dan G 30 September PKI sesudah Reformasi ternyata bisa diinterpretasikan secara berbeda karena Tap MPRS tsb sudah ditinjau dan dibatalkan melalui Ketetapan MPR No.1/MPR/2003 yang merupakan tinjauan terhadap ketetapan MPR dan MPRS sejak 1960-2002.

Sementara posisi Soekarno-Hatta tidak bisa digantikan oleh siapapun sebagai Proklamator.  Soekarno-Hatta adalah the founding founder, yang membidani lahirnya Indonesia. Soekarno – Hatta adalah sepasang  "orang tua" yang melahirkan Indonesia. Mereka dicari oleh Jepang tetapi juga oleh pemuda-pemuda Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, menjadi negara yang berdaulat di tanah airnya sendiri.

Kedua, dengan adanya pemberian gelar pahlawan nasional yang ganda kepada Mohammad Hatta apakah menunjukkan agenda lain dari pemerintah RI. Pemberian gelar pahlawan nasional untuk Mohammad Hatta terjadi pada jaman Orde Baru. Sekarang, di jaman SBY, pemberian gelar diberikan lagi apakah tidak bertentangan dengan UU?

Ketiga, mempelajari tata cara administrasi yang harus dipenuhi untuk pengusulan seorang calon pahlawan nasional seperti yang terlihat pada website Kementerian Sosial RI, maka kajian kepahlawanan yang harus dilakukan melalui seminar, diskusi dan sarasehan. Tetapi ternyata proses ini tidak dilakukan  sebelum penetapan Soekarno-Hatta sebagai pahlawan nasional. Terkesan penetapan pahlawan nasional tergesa-gesa tanpa melibatkan masyarakat luas, padahal diskusi, seminar dan sarasehan terbuka bertujuan untuk menampung aspirasi dari warganegara RI. Pemberitan gelar pahlawan nasional bukan diberikan oleh pemerintah tetapi merupakan usulan dari warganegara RI.

Mungkin saja warganegara Indonesia menunggu sejak kemerdekaan RI, untuk mendiskusikan status Soekarno- Hatta supaya dapat diterima oleh Republik Indonesia yang dilahirkan oleh mereka sendiri. Adanya anggapan bahwa pemberian gelar pahlawanan nasional kepada Soekarno-Hatta sekaligus sebagai anjang rekonsiliasi nasional untuk memutihkan memperbaiki nama Soekarno-Hatta. Menurut saya, rekonsiliasi nasional bukan hanya urusan antara pemerintah dan keluarga sang Pahlawan Nasional seperti terkesan dari penetapan pahlawan nasional kepada Soekarno-Hatta. Seolah-olah gelar pahlawan nasional perlu dilakukan oleh pemerintahan SBY kepada mantan presiden RI, Megawati  yang sekaligus menunjukkan rekonsiliasi di antara mereka.

Pemberian gelar pahlawan nasional merupakan hak masyarakat, warganegara RI yang mengalami bersama perjuangan, keterlibatan dan kerja-kerja penting seseorang yang diusungnya sebagai pahlawan nasional.  Karena itu, seperti sudah disebut di atas perlu dilakukan seminar, diskusi dan sarasehan. Tetapi ternyata untuk penetapan Soekarno-Hatta, masyarakat tiba-tiba dikagetkan dengan berita pemberian gelar pahlawan nasional. Bahkan seperti diberitakan, pemberitahuan kepada ahli waris dari Soekarno-Hatta juga dilakukan hanya beberapa hari sebelum perayaan hari Pahlawan RI.

Penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Soekarno-Hatta pada tanggal 7 November 2012 yang berlangsung di Istana Negara, diserahkan langsung oleh Presiden SBY kepada Guntur Soekarnoputra sebagai ahli waris dari  Bung Karno. Penetapan Pahlawan Nasional kepada Bung Karno  sesuai dengan Keputusan Presiden  No.83/TK/2012, sedangkan Keppres No.84/TK/2012 menetapkan Bung Hatta sebagai pahlawan nasional. Penerimaan tanda jasa Pahlawan Nasional dari ahli waris Bung Hatta diwakili oleh Meuthia Hatta. 

Pengakuan pemerintah RI bisa dianggap sebagai pengakuan negara karena setiap pahlawan akan mendapat hak-haknya yang diberikan kepada anggota keluarga. Sekalipun pengakuan ini terlambat tetapi rakyat Indonesia tahu dengan benar bahwa tanpa Soekarno dan Hatta tidak mungkin akan ada kemerdekaan Indonesia. Rakyat sudah memilih mereka adalah pahlawan nasional RI. Mereka adalah sang Proklamator yang berani membuat keputusan untuk mengumumkan kemerdekaan RI.  Peristiwa penculikan Rengasdengklok Krawang yang dilakukan oleh pemuda-pemuda terhadap Soekarno – Hatta menunjukkan bahwa rakyat memerlukan pemimpin yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia bebas dari penjajahan bangsa-bangsa manapun.

Soekarno sedang mengajar anak-anak. Foto diambil dari Museum Presiden Proklamator RI di Tampaksiring Bali. Foto diambil pada awal Januari 2012

Saya berharap tulisan ini bisa dibaca luas sehingga warganegara RI dapat mendesak pemerintah RI, dalam hal ini Kementerian Sosial dan Presiden RI untuk dapat menjelaskan bagaimana proses penetapan Pahlawan Nasional kepada Soekarno-Hatta dilakukan. Adanya pemberitaan bahwa Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang mengusulkan gelar pahlawan bagi Bung Karno (Kompas, Kamis, 8 November 2012, hal.2) setidaknya memperkuat pertanyaan tentang mekanisme pengusulan yang tertulis pada website Kementrian Sosial RI, seperti sudah saya jelaskan di atas. 

Keterbukaan publik didukung saat ini karena adanya Komisi Informasi yang dapat mendesak pihak-pihak yang terkait untuk memintakan penjelasan tersebut.  Keterbukaan publik ini harus dilakukan supaya memberikan pelajaran kepada pemerintah RI untuk mengikuti aturan yang ditetapkan sendiri dalam UU dengan turunannya seperti tertulis dalam Keputusan Presiden maupun Peraturan Menteri untuk melakukan sesuatu yang paling penting atas nama warganegara RI.

Rujukan alasan penganugerahan gelar pahlawan nasional sebagai tanda rekonsiliasi nasional terkesan sangat tidak etis untuk negara sebesar semegah Republik Indonesia. Pidato Soekarno yang dikutip pada awal tulisan ini sudah sangat jelas kepada kita semua. Rakyat Indonesia mencintai Soekarno. Tidak ada seorang pemimpin RI yang begitu mempesonakan sebagai pemimpin negara, ditengah banyak kekurangannya, selain Soekarno. Keberpihakannya terhadap partisipasi masyarakat dalam membangun negara RI sangat besar.

Keberpihakan itulah yang juga menyebabkan Soekarno dengan sangat ksatria menolak untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia yang mempunyai sejarah panjang dimulai dari  partai sosialis demokrat yang bahkan bersisian dekat dengan gerakan serikat Islam.  Sampai saat inipun, sesudah Reformasi, sejarah Indonesia belum tuntas membahas dan meluruskan tentang puncak G 30 S /PKI yang dianggap sebagai momentum dari penlabelan revolusi rakyat untuk menggantikan Pancasila sebagai Dasar Negara RI. Saya juga masih melihat di beberapa tempat, spanduk yang memasang slogan.."waspadai kebangkitan komunis laten...". Siapakah yang memasang spanduk dengan tulisan tersebut? Siapakah dibelakang sebutan yang sering terdengar sejak masa Orba sampai sisa-sisanya masih terlihat sekarang?

Apabila rekonsiliasi nasional perlu dilakukan, maka seminar, diskusi dan sarasehan harus dilakukan untuk mengkaji kembali fakta sejarah dan interpretasinya terhadap kejadian G 30 S /PKI. Peristiwa mahapenting tsb ternyata berbuntut panjang karena menyebabkan ratus ribu warganegara RI dibantai di pulau dewata, Bali diantara tahun 1965-1966 seperti dijelaskan Geoffrey Robinson dalam buku Dark side of Paradise (1998) maupun sampai sekarang keturunannya disinggirkan karena dianggap antek-antek PKI. 

Ternyata dampak pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soekarno- Hatta melebihi yang kita bayangkan karena tidak sekedar memutihkan nama baik Soekarno, berikut keluarga besarnya, tetapi juga terkait dengan rekonsiliasi nasional kepada seluruh warganegara RI. Jadi pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soekarno-Hatta belum bisa menggantikan kebutuhan untuk mendudukan sejarah bangsa dalam interpretasi yang tepat memotret apa yang sudah berlangsung dan ke mana arah bangsa ini akan dibawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar