Translate

Senin, 30 Desember 2013

Catatan untuk 2013, Mama Kura-kura dan Perdamaian




Catatan untuk 2013, Mama Kura-Kura dan Perdamaian

Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

 

Tahun 2013 segera berlalu. Tahun berganti, bumi tetap berotasi. Saya masih menggunakan body brace, berjalan pelan-pelan seperti mama kura-kura. Hari ini sesudah hampir 2 bulan penuh, saya memasak makanan siang. Biasanya kami makan sandwich dan buah di siang hari. Tetapi saya masak karena ada tamu dari jauh, seorang Indonesia, mahasiswa ICRS Yogya yang membantu saya membawa kiriman dari Yogya. Saya masak brown rice, ikan yang dibumbui bawang putih, kunyit, sereh dan lada hitam digoreng dengan "butter", dan pear panggang. Sayurannya saya sebut buncis, ketimun dimasak dengan tomat, bawang bombai dan bawang putih panggang. 


Teknik pembuatan sayur diinspirasi dari roasted tomatoes orang Inggeris, cara masak ketimun orang Halmahera, roasted garlic and onion ala Italian and California saute green beans. Ide roasted pear dari  the best restaurant di New Haven ketika menjamu suami merayakn hari ulang tahunnya. Semuanya dipakai untuk membuat sayur enak sehat itu. tulah Farsijana's meals. Saya menjelaskan ketika semua bertanya tentang penampilannya yang cerah dan tidak biasa.

Saya masak makanan dengan sistem bakar karena saya suka harum alami dari bau sayuran yang dipanggang. Nasi terdiri dari beras dan biji-bijian yang sudah siap dalam paket brown rice medley produksi dari Trade Joe. Kami menikmati makan siang. Saya pergi istirahat, meninggalkan suami masih bercerita dengan pak Andreas Susanto.

Sekarang saya mau menulis tentang mama kura-kura untuk mengakhiri tahun 2013. Saya sudah memikirkan tentang topik ini lebih lama, sejak saya rela dipanggil sebagai mama kura-kura. Sebenarnya sebutan mama kura-kura dimulai sejak saya masih di Ventura County Medical Center ketika saya diharuskan menggunakan body brace setiap keluar dari tempat tidur. Body brace dibuat dari campuran bahan plastik, karet busa dan nilon.  Tekstur dari body brace adalah bahan licin, padat, keras dan  berbunyi ketika diketuk-ketuk.  Karena sifatnya yang padat, seperti kulit kura-kura.

Saya harus menggunakkannya supaya tulang belakang (T-11) dan (L-4) sembuh. Dua bulan lalu, kami mengalami kecelakaan, mobil hancur, hampir terbakar, tetapi Tuhan menyelamatkan kami. Saya tahu sejak dua hari sesudah keluar dari rumah sakit, tentang maksud Tuhan untuk saya menulis selama masa penyembuhan, karena hanya jari-jari tangan saya yang bisa dengan ringan mengetik. Saya menulis tentang penderitaan saudara-saudari saya di tanah Papua. Sejak itu saya sudah menulis lebih dari 28 artikel dalam bahasa Indonesia dan 28 artikel yang sama diterjemahkan dalam bahasa Inggeris.

Kekuatan yang saya terima, adalah kekuatan seekor kura-kura. Saya sudah lama menyukai kura-kura, kira-kira 13 tahun lalu, sesudah saya kembali dari perayaan milinium dengan suami di pulau Bunaken dan Lihaga, di Sulawesi Utara. Pada saat itu, saya terpesona kepada keindahan kura-kura di dasar laut di sekitar pulau Bunaken sebelum kami berkemah merayakan pergantian milinium di pulau Lihaga. Pulau Bunaken adalah pulau turis di mana orang dari seluruh dunia datang untuk menikmati keindahan bawah laut. Di sini saya juga menikmati keanggunan ikan Napoleon.

Sesudah saya kembali ke Yogyakarta, saya memutuskan memelihara dua kura-kura kecil yang saya berikan nama Buna dan Buni untuk mengingatkan saya kepada Bunaken di mana saya melihat kura-kura besar di dasar laut ketika saya sedang snorkling di tengah lautan mendalam sesudah dilepaskan oleh kapal yang membawa rombongan penyelam. Saya ingat sangat takut karena tidak ada tempat berpijak, tetapi saya bisa snorkling sampai kapal kembali menyemput kami, kira-kira sejam lamanya.

Buna dan Buni hidup bersama kami beberapa tahun di kolam depan rumah kami di Yogyakarta.  Suatu saat kami sedang di Amerika Serikat untuk waktu lama, kami pulang mendapat berita bahwa kedua kura-kura kecil meninggalkan kolam ketika air kolam penuh pada waktu hujan. Saya sangat sedih mendengarnya, tetapi tidak terburu-buru menggantikan Buna dan Buni. Saya senang menonton Buni dan Buna bekerjasama ketika mereka bergiliran akan berjemuran di atas kayu mangrove yang kami letakkan di dalam kolam.
 
Kira-kira hampir setahun kemudian sesudah kedua kura-kura kecil pergi, saya memutuskan memelihara lagi dua kura-kura kecil yang sampai saat ini masih berada di rumah kami. Saya memberikan nama mereka, Bumi dan Buma. Saya masih ingin nama yang mirip dengan Buni dan Buna, jadi kedua pasang kura-kura baru itu saya berikan nama Bumi dan Buma.  Bumi dalam bahasa Indonesia berarti “earth” dalam bahasa Inggeris. Bumi dalam kosa kata rumpun barat dihubungkan dengan sifat-sifat feminim karena itu, kura-kura betina saya sebut Bumi. Tapi menurut saya, bumi harus memiliki kedua komponen gender, sehingga saya berikan nama Buma kepada pejantan kura-kura, tubuhnya lebih kecil dibandingkan dengan Bumi, betina kura-kura.

Saya makin mengerti keterhubungan antara kura-kura yang saya lihat di dalam laut Bunaken di Sulawesi Utara, dengan kura-kura kecil saya yang bernama Bumi sesudah kami berada di Cina. Kura-kura dalam realitas ada hubungannya secara kosmik.
 
Di Xian, kota kuno Cina yang terkenal sebagai pusat perjalanan sultra dari timur ke barat, saya dikejutkan dengan filosofis bahwa bumi yang manusia hidup sebenarnya dipegang oleh kura-kura. Bahkan di mesjid besar, the Great Mosque di Xian, ada dua kura-kura yang memikul dua loh batu bertulisan Cina yang memuat Sahada. Islam kontektualisasi di Cina  seperti terlihat pada mesjid, menempatkan kura-kura sebagai  ciptaan Tuhan yang pertama-tama membawa Sahadat yaitu pernyataan keyakinan.
Sahadatnya pada batu pertama,  Saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah. Pada batu kedua “ dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah”.

Dua batu yang diukir sebagai dua loh batu Sahadat mengingatkan saya kepada dua batu loh Musa yang dipilih Allah untuk menerima sepuluh perintah dari Tuhan. Kesepuluh perintah Tuhan ini disebut Hukum Torah dalam bahasa Ibrani. Sampai sekarang dalam ibadah orang Yahudi, Hukum Torah dikeluarkan, digiring dan dibacakan kepada jemaat Yahudi.  Hukum Torah juga dibacakan dalam tradisi Kristiani sebagai bagian dari perincian hukum yang diturunkan Tuhan kepada manusia.

1.     Jangan ada padamu Allah lain dihadapanku

2.     Jangan membuat patung untuk disembah

3.     Jangan menyebut nama Tuhan dengan sembarangan

4.     Kuduskanlah hari Sabat

5.     Hormatilah Orangtuamu

6.     Jangan membunuh

7.     Jangan berzinah

8.     Jangan mencuri

9.     Jangan berdusta

10.    Jangan mengingini milik orang lain.
 
Sebagai seorang Kristiani, mengamati kedua loh batu yang dibawa kura-kura, saya telah merefleksikan dua loh batu dari hukum Musa, yang membuat membawa saya kepada dua hukum yang disampaikan Yesus Kristus yaitu Kasihi Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Pengalaman saya mengerti kura-kura dan menamakannya sebagai Bumi sebelum saya ke Xian, kemudian menguatkan saya tentang ziarah manusia menuju kepada Allah.

Suatu hari sesudah saya pulang dari kantor dan diteruskan dengan kerja mengunjungi kelompok di akar rumput, saya sangat gelisah tanpa alasan. Kegelisahan itu mendorong saya menulis doa dan posting di blog saya, sehingga kapan saja saya merasa gelisah saya akan beristirahat di dalam tangan Tuhan. Saya memilih kura-kura yang sedang memikul dua batu sahadat sebagai foto dari blog saya yang berjudul “Farsijana’s journey to God”.  Saya memilih foto itu dengan sangat sadar tentang kata-kata Sahadat yang tertulis pada batu itu.



Mungkin akan ada banyak kebingungan seolah-olah dengan meletakan kedua batu yang berisi Sahadat Islam berarti saya berkeyakinan sama seperti ummah pada umumnya. Jawaban ini agaknya terlalu sederhana. Saya seorang Kristiani, yang melihat kebenaran dalam ekspresi ummah Islam di the Great Mosque yang mengingatkan saya tentang pengalaman sendiri menamakan kura-kura sebagai “Bumi” yang kemudian saya mengerti bahwa ada pandangan bahwa kura-kura berfungsi memegang bumi. Apakah penamaan kura-kura kecil saya adalah suatu kebetulan, saya tidak tahu, tetapi saya mengakui keterhubungan antara pengertian saya tentang Bumi dengan Kura-kura sama seperti yang terjadi dengan ummah Islam di Xian yang melihat kura-kura juga mengakui dan membawa sahadat pada punggungnya? Dalam benak muslim Xian, kura-kura berubah peran membawa sahadat karena itulah keyakinan yang membawa ummah Islam melihat Allah sang Pencipta bumi. Kura-kura membawa sahadat menunjukkan adanya transformasi dalam pengertian ummah Islam tentang Pencipta dunia yaitu Allah.

Sekarang saya menghayati diri saya sebagai seorang kura-kura, saya mengizinkan diri sendiri memanggil saya sebagai mama turtle. Manusia perlu simbol. Kecelakaan yang kami alami memungkinkan saya menggunakan perisai, jalan lambat. Sifat-sifat baru yang ada pada diri sendiri adalah bagian dari karakter yang ada pada kura-kura. Karakter ini saya sudah terima lama sekali sebelum kecelakaan terjadi.  Saya sudah dipersiapkan untuk mengerti kekuatan kura-kura baik yang saya temukan dalam mitologi Cina, maupun sehari-hari saya bergaul dengan kura-kura di kolam di rumah saya.

Bersama dengan anak-anak yang setiap hari Sabtu datang di rumah kami untuk menari, saya membawa mereka ke tempat konservasi kura-kura. Saya mendukung kegiatan anak-anak dan sekaligus anak-anak muda yang peduli kepada kura-kura. Ketika kami tiba di pantai Samas, anak-anak diberikan berbagai kegiatan, seperti penjelasan tentang hubungan tanggungjawab mereka di kota dengan pelestarian alam, terutama lingkungan yang membawa air dari sungai ke pantai. Anak-anak dinasihati untuk tidak membuat sampah pelastik di dalam sungai karena akan terhanyut ke laut di mana sangat mudah dimakan oleh kura-kura yang menyangka plastik seperti ubur-ubur. Kemudian anak-anak di bawah ke kolam perawatan dimana perawatan pemulihan diberikan kepada anak kura-kura yang ditangkap anggota kemudian mengalami luka yang perlu disembuhkan. Di kolam perawatan inilah anak kura-kura dipulihkan sampai siap dilepaskan kembali ke laut.

Saya mengajarkan tarian kura-kura kepada anak-anak di depan kolam perawatan tsb karena ada halaman berpasir yang cukup luas. Saya meminta anak-anak membayangkan gerakan ombak yang membawa mama kura-kura dari lautan ke pantai untuk mencari lokasi bertelur. Ombak yang bergulung-gulung dilewatinya pelan-pelan. Mama kura-kura merayap menghindari sinar mentari untuk mencari lokasi bertelur. Kami menari dan tarian ini menjadi salah satu tarian yang disukai anak-anak.

Pada saat saya sakit saat ini, saya menarikan kembali tarian kura-kura. Perbedaannya sangat terasa. Sekarang saya merasakan benar-benar seperti mama kura-kura. Gerakan lambat melewati goncangan ombak sambil terus bergerak ke arah pantai mencari tempat aman untuk menetaskan telur-telur menjadi tanda tentang situasi saya saat ini. Saya bergerak pelan untuk terus menulis karena dalam cara yang aman inilah saya menulis dengan bimbingan Tuhan untuk menyuarakan penderitaan dari sesama warganegara NKRI di Papua terhadap kekerasan yang terjadi selama ini kepada mereka.

Saya tuangkan imajinasi saya tentang mama kura-kura yang membawa globe di punggungnya bergerak sambil menebarkan perdamaian. Mukanya yang bahagia merupakan anugerah dari Tuhan sehingga tanggungjawab menebarkan perdamaian dilakukan dengan sukacita yang gemilang tanpa rasa lelah. Ketika mama kura-kura melewati setiap daerah, seolah-olah seluruh alam semesta dengan warna-warna yang indah dan cerah menyambutnya. Matahari dan bulan keluar menemaninya. Perdamaian disambut dan diterima sebagai kekuatan dalam diri sendiri, karena dari sini, pendamaian dalam Tuhan bisa menolong saya untuk terus menulis dan bergerak dengan bimbinganNya untuk menyuarakan keadilan dan hidup yang rukun di antara sesama warganegara dan bangsa di seluruh dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar