Translate

Jumat, 21 September 2012

Politik Perdamaian Internasional


Politik Perdamaian Internasional
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta


Tanggal 21 September 2012 adalah hari perdamaian internasional. Tahun ini dirayakan di tengah keprihatinan dunia karena pemicu kekerasan, sebuah film yang menghina Islam telah memicu protes bahkan kedutaan besar AS, duta besar dan beberapa stafnya terbunuh oleh roket yang diarahkan dan diletakan oleh massa protes film provokatif tsb. Protes seperti gelombang tsunami menggulung-gulung mengisi media di seluruh dunia. Di Indonesia, bahkan Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta ditutup untuk menghindari insiden yang sama seperti terjadi di Lybia.

Di tengah perkembangan teknologi yang dinikmati oleh warga dunia saat ini, kebebasan individu dalam menuangkan kreatifitasnya menjadi persoalan terutama ketika isu-isu yang diangkat berkaitan dengan penghinaan terhadap etnis, ras, gender dan agama tertentu. Kebebasan media, dengan kemampuan seseorang mengendalikan teknologi media massa, baik untuk mengakses, menggunakannya demi memperluas propaganda kebencian dapat dilakukan siapa saja yang mempunyai kepentingan untuk mengadudombakan sesama manusia yang saling berbeda. Isu agama, etnis adalah isu yang rentan memicu pergerakan, pengrusakan ketika media tampil kuat mengkomunikasikan maksud tsb.

Film yang diproduksi dan disebarkan melalui Youtube "Innocence of Muslims" menjadi sangat sulit dikendalikan. Film ini mendapat protes dari umat muslim di seluruh dunia sehingga mendatangkan ketidakstabilan di banyak negara maupun secara internasional. Saya bertanya-tanya siapakah orang yang membuat film menghina Islam tersebut? Apakah benar ia seorang Kristen Koptik? Bisa dipastikan, ia seorang yang berada di California,di pantai barat di AS yang kemudian dapat dijadikan alasan bahwa dari di sanalah sumber bencana datang dan perlu dituai kembali.

Dari pemberitaan yang saya baca di Wikipedia, dijelaskan bahwa penulis dari Innocence of Muslims yang tampil dalam bentuk Video bernama Nakoula Basseley Nakoula. Menggunakan nama samaran Sam Bacile, Nakoula kemudian diinterogasi oleh FBI sesudah video tersebut beredar dan menghebohkan politik internasional Amerika Serikat. Ditemukan FBI di pantai barat AS, di tepian California, Nakoula, yang berasal dari Mesir, seorang Koptik Kristen, menjadi sasaran kemarahan kaum muslim kepada seorang yang sedang berdiam di Amerika Serikat sehingga mengakibatkan terjadinya penyerangan kantor Konsulat  AS di Benghazi Lybia yang menewaskan Duta Besar AS untuk Lybia, Chris Stevens dan tiga rekannya tewas pada tanggal 11 September 2012.

Laporan Wikipedia menjelaskan bahwa video Innocense of Muslims, aslinya bernama Desert of Warrior yang bercerita tentang perang suku di padang Arab, ternyata telah mengalami perubahan. Cerita nabi Muhammad  SAWdan anti Islam merupakan cerita tambahan yang disunting menggandeng cerita yang sudah ada pada video tsb. Proses tambahan ini dilakukan pada saat dubbing. Film Desert of Warrior ternyata telah dibajak dan diubah untuk tujuan propaganda, mengadudombakan umat beragama di dunia. Penjelasan selanjutnya tentang video Innocens of Muslim bisa dilihat pada link di bawah ini.

http://en.wikipedia.org/wiki/Innocence_of_Muslims

Menarik memperhatikan proses perluasan video Innocent of Muslims di Barat. Seorang pastor bernama Terry Jones yang dianggap sebagai seorang pemimpin anti Islam adalah pribadi pertama yang menyebarkan video tsb di Barat. Sementara reaksi paling besar dari penyebaran video Innocents of Muslims datang dari kaum salafis yang terkenal di Mesir dengan gerakan Wahabis.  Jadi, terkesan seperti dilaporkan oleh Newsweek adanya upaya dengan sengaja video Innocents of Muslims disebarkan untuk mengadudombakan kelompok-kelompok yang fanatik dari komunitas Kristen di US maupun Islam di seluruh dunia, terutama mereka dari kaum salafis. Penjelasan selanjutnya bisa dilihat pada uraian yang dapat diakses melalui website di bawah ini.

http://en.avaaz.org/783/muslim-rage-protests-newsweek-salafists

Rujukan kedua penjelasan di atas menjelaskan kepada kita tentang kerentanan dari upaya mengadudombakan umat beragama dengan memprovokasikan kemarahan mereka karena adanya peredaran media yang menghina agama tertentu. Peredaran video dan reaksi massa terhadapnya yang berbarengan dengan tanggal 11 September 2012 juga menjadi tanda tanya besar. Terkesan adanya konspirasi dari tangan-tangan tersembunyi yang dengan sengaja sedang mengadudombakan umat beragama di dunia ini untuk terlibat dalam tindakan-tindakan anarkis.

Peristiwa 11 September masih menjadi trauma bagi seluruh dunia bukan saja kepada Amerika Serikat karena hancurnya the Twin Tower di kota New York City pada tahun 2000. Sejak tragedi 11 September, bangsa-bangsa di seluruh dunia disadarkan kembali tentang politik perdamaian internasional. Menjadi jelas, bahwa perdamaian merupakan barang langka yang harus dibangun kembali sesudah masa perang dingin berakhir dan runtuhnya kekuasaan Uni Sovyet. Kepiawaian Amerika Serikat sebagai polisi dunia dipertanyakan terutama karena ketidakmampuannya dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah, persoalan laten di antara dua komunitas yaitu Palestina dan Israel.

Pengakuan tentang eksistensi warganegara Palestina, sebagai bangsa yang berdaulat seolah-olah mendapat banyak kesulitan terutama untuk diakui oleh Israel sebagai negara yang hidup berdampingan dengannya. Proklamasi Negara Palestina yang diumumkan sejak tanggal 15 November 1988 di Algier, terus mendapat dukungan dari berbagai negara di seluruh dunia. Wikipedia mencatat sampai tanggal 18 Januari 2012, sudah ada 130 negara yang mendukung Negara Palestina.

Lihat artikel berjudul Interntional recognition of the State of Palestine http://en.wikipedia.org/wiki/International_recognation_of_the_State_of_Palestine

Perserikatan Bangsa-bangsa dalam resolusi nomor 3236 tertanggal 22 November 1974 memberikan jaminan kepada Negara Palestina untuk menentukan nasibnya sendiri. Kompleksitas sejarah masa lalu dari komunitas Palestina dengan komunitas Israel setidaknya memberikan indikasi tentang kesulitan pengakuan dari pihak Israel untuk mengakhir konflik yang ada saat ini.  Sementara dukungan Israel terhadap pengakuan negara independen  Palestina masih lemah, kekerasan terhadap warga sipil masih terus genjar terjadi di tanah Palestina. Sebagai balasannya gerakan gerilya melawan arogansi Israel juga menyebabkan warga sipil menjadi sasaran pemusnahan.

Pada tingkat internasional, konflik Timur Tengah cenderung malahan memecahkan dan mempolarisasikan dunia. Amerika Serikat yang berada di benua Amerika, dianggap sebagai Barat dan diidentikan dengan kekristenan. Pengkategorian ini memisahkan dunia secara hitam putih di antara Barat dan Islam, bukan Barat dan Timur. Islam tampil sebagai kekuatan politik dunia saat ini yang sangat berpengaruh dalam upaya memisahkan negara-negara berdasarkan agama yang dianutnya.

Politik polarisasi ini sudah disadari menyebabkan kehancuran, kerugian, kekerasan yang terutama dialami langsung oleh warga sipil. Orang biasa harus menanggung beban dari politik internasional yang dikendalikan untuk mempertaruhkan posisi penguasaan atas keamanan dunia pada zaman modern ini. Tanggapan terhadap politik polarisasi mendorong munculnya kesadaran terhadap perdamaian dunia di mana peran diplomasi bisa dilakukan ketika semua negara bisa duduk setara dalam membahas kesepakatan-kesepakatan kerjasama yang saling menguntungkan kedua pihak.

Kecurigaan terhadap politik dominasi yang menguasai cara diplomasi negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya masih menjadi momok untuk negara-negara berkembang yang akhirnya membentengi dirinya dalam balutan politik identitas, politik agama. Kesan ini bisa terlihat misalkan di Indonesia, ketika pada tanggal 11 September 2011 terjadi kekacauan yang menegangkan masyarakat di Maluku, kota Ambon dan sekitarnya. Bakar membakar terjadi di dua titik dalam kota Ambon yaitu di Mardika dan di perbatasan Batu Gantung dengan Tanah Lapang Kecil. Bahkan pada internet beredar tulisan-tulisan yang sedang pada waktu itu mengasumsikan munculnya gerakan salibi, kaum Nasrani yang sedang berhadapan dengan sabili, kaum Muslim.

Saya menanggapi kejadian tersebut dan menganalisis bagaimana sehingga pelabelan gerakan-gerakan konflik di Maluku yang dihubungkan dengan jaringan internasional bisa dibangunkan. Argumentasi saya adalah politik identitas, politik agama bisa memisahkan masyarakat tetapi pada saat yang sama mereka sudah mengerti untuk tidak terpengaruh terhadap upaya pemecahbelahan tsb. Diperlukan  klarifikasi untuk menjelaskan tentang politik rekayasa yang sedang menjerumuskan masyarakat sipil untuk saling membenci. Untuk penjelasan selanjutnya bisa dilihat pada tulisan saya "Satu dekade 11 September 2911 dan Tarikan Kerusuhan Ambon" <farsijanaindonesiauntuksemua.blogspot.com/2011_09_01_archive.html>

Politik perdamaian internasional ternyata memerlukan masyarakat sipil untuk turut menjaga keamanan bersama terutama meluruskan kemungkinan adanya upaya memanipulasi warga biasa dengan menggunakan simbol-simbol keagamaan untuk mengadudombakan mereka. Perdamaian dunia merupakan kebutuhan dalam alam modern saat ini, terutama ketika upaya mengadudombakan umat manusia dilakukan melintasi teritori bangsa-bangsa. Memobilisasi warga sipil dunia melalui penggunaan simbol-simbol agama yang menghina dan menghasut pengikut agama tertentu menjadi semakin mudah karena peran media baik TV, internet, twitter dst yang membuat warga dunia terasa tinggal  bersama di suatu desa. 

Ciri khas konflik dan upaya mobilisasinya yang terjadi di tingkat desa secara fisik seperti nampak dari penelitian saya (Adeney-Risakotta: 2005) sekarang mengalami transformasi karena ditunjang oleh teknologi informasi. Jadi tidak ada pilihan lain untuk melalaikan upaya terus menerus memperbaharui komitmen bersama sebagai penghuni dan pewaris bumi ini, kecuali secara bersama semua warganegara dunia terlibat berani meluruskan ketidakbenaran dan menegakkan keadilan.

Hanya dengan keterlibatan inilah, maka masyarakat biasa bisa disadarkan untuk lebih kritis tidak terpancing bersedia melakukan gerakan yang sebenarnya menjerumuskan dirinya sendiri. Penggunaan kekerasan ternyata malahan berdampak negatif karena mengakibatkan pelabelan di mana pewajahan pencirian dari kelompok tertentu yang diberikan berdasarkan kecenderungan tindakan-tindakan yang dilakukannya oleh masing-masing komunitas dalam gerakan tersbt.

Gedung Putih (White House) di Washington D.C, Amerika Serikat,  bukan saja menarik untuk turis dari seluruh dunia tetapi juga tempat untuk menyuarakan aksi protes terhadap peran politik luar negeri AS dalam menjaga keamanan dunia. Seperti tertulis pada sisi kiri dari banner yang berada di belakang saya: "Live by the bomb, die by the bomb" (artinya "hidup dengan bom, mati dengan bom"). Pada banner sebelah kanan ada ajakan untuk melarang semua senjata nuklir.
Di sinilah peran pemimpin negara dan agama di seluruh dunia untuk dapat meluruskan upaya memobilisasi umat untuk kepentingan politik dari suatu elite organisasi tertentu yang sekedar menggunakan warga sipil sebagai ujung tombak pergerakannya.  Tujuannya adalah untuk mendorong terciptanya kehidupan yang tenang dan damai di muka bumi ini.




 

Selasa, 18 September 2012

Jakarta Memilih. Politik tubuh Fauzi Bowo-Nara versus tubuh Jokowi-Ahok




Jakarta memilih!
Politik tubuh Fauzi Bowo-Nara versus tubuh Jokowi-Ahok
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta
 

Besok DKI Jakarta akan menyelenggarakan Pilkada bersejarah. Sudah lama sejarah yang menggetarkan terhenti. Besok, 20 September 2012 Indonesia mencatat sejarah baru. Walaupun hasil Pilkadanya belum diketahui tetapi sejarah mencatat tentang Pilkada Kepala Daerah DKI Jakarta yang sedang mengembalikan esensi nilai dan prinsip demokrasi Pancasila di bumi Indonesia.  Pilkada DKI Jakarta membawa ke bumi Indonesia harapan dari suatu kenyataan yang sangat dikuatirkan karena mulai menghilang. Syukurlah, Pilkada DKI Jakarta memanifestasikan kembali nilai dasar manusia dalam kehidupan bernegara sebagai bangsa. Nilai-nilai itu akan digetarkan besok dalam Pilkada DKI Jakarta. Setiap warga negara RI di DKI Jakarta tergetar, terkagum-kagum bahwa mereka mempunyai kesempatan untuk menghadirkan nilai-nilai yang diyakini dalam agama maupun bernegara, berbangsa tanpa takut dan gentar. Nilai-nilai itu adalah kesetaraan kesempatan, keterwakilan, kemerdekaan, kebebasan semua warga negara untuk memilih dan dipilih.

Hanya mereka yang sadar mendalam bisa memperjuangkan nilai-nilai dasar kemanusiaan. Jokowi – Ahok bisa diumpamakan seperti nabi Daud dalam kitab-kitab suci umat Muslim, Nasrani dan Yahudi. Tubuh mereka kecil, tidak segagah Fauzi Bowo. Dalam debat di TV, Fauzi Bowo bahkan menggunakan tangannya menyentuh ujung matanya untuk menggambarkan kesipitan yang dimiliki oleh Ahok. Jokowi apalagi, pria kerempeng yang mudah tertiup angin bukan apa-apanya tandingan dari Fauzi Bowo yang ganteng, perlente, sang lelaki piawai dambaan para ibu-ibu Jakarta. Tubuh menjadi kekuatan terakhir dari benteng pertahanan Fauzi Bowo untuk mempertahankan kekuasaannya.
Tubuh Fauzi Bowo sesudah bercokol dalam pemerintahan menjadi seolah-olah layak mempertahankan dirinya pada ruang-ruang yang telah menyuburkannya. Tubuhnya sendiri sedang bereaksi untuk menolak kemungkinan hengkang dari ruang-ruang umum yang telah diprivatisasinya. Penolakan tubuh Fauzi Bowo ternyata sangat menyakitkan untuk dirinya sendiri, sehingga dalam berbagai kesempatan tubuh tersebut bereaksi diluar kontrolnya sendiri. Peremehan kepada tubuh Ahok menjadi bukti betapa rentannya tubuh Fauzi Bowo yang gagah, perlente dan kekar. Tubuh Fauzi Bowo bisa diumpamakan dengan tubuh Goliat, sang perkasa yang berhadapan dengan tubuh Daud, si kecil yang imut-imut.

Dibalik kekuasaan tubuh sebenarnya ada kekuatan yang maha besar perlu dikaji untuk mengerti esensi keberadaan diri dalam mengemban suatu tanggungjawab yang mahabesar. Setiap manusia diberikan tanggungjawab oleh sesamanya untuk melakukan sesuatu. Sensifitas seseorang terbentuk sejak kecil untuk mengerti panggilan dirinya, yang kadang kala disadari seperti wangsit. Soekarno bukan seorang pemimpin Indonesia yang lahir tanpa kesadaran sejarah yang membentuknya. Keberanian dan keyakinannya untuk mengerti hak dasar manusia yang sedang tertindas sebagai bangsa Indonesia muncul dari penghargaannya pertama-tama kepada tubuhnya sendiri. Tubuhnya yang berpindah-pindah untuk menginteraksikan dirinya dengan berbagai orang dari belahan dunia the Netherlands East Indish yang disebut Indonesia, menyebabkan dirinya sadar tentang tubuhnya sendiri. Berdarah Bali Jawa bukanlah apa-apa sebagai tubuh, kecuali ia bermakna untuk juga membebaskan tubuh-tubuh yang lain, mereka yang ada di pulau-pulau dengan sebutan yang berbeda. Mereka tertekan, mereka terkuras, mereka dihina, mereka dihancurkan oleh tirani penjajahan. Tubuh Soekarno mengeliat, tubuhnya bereaksi untuk menolak penghinaan yang sudah lama terjadi terhadap tubuh-tubuh lain. Penjajahan 350 tahun Belanda, 3,5 tahun Jepang terjadi karena tubuh-tubuh manusia Pertiwi terkungkung. Mereka lemah, mereka tak berdaya karena mereka dijajah, dibentuk sebagai yang lemah, hina, papa, tanpa kekuatan. Ukuran penjajah dipakai untuk merebut bukan saja tubuh tetapi tanah di mana tubuh dilahirkan dan akan dikembalikan ke tanah.

Soekarno tahu tubuh-tubuh Indonesia harus menjadi tubuh-tubuh yang bermakna. Ketika tubuh-tubuh Indonesia kembali ke persada Pertiwi, tubuh-tubuh itu diterima oleh bumi. Tubuh-tubuh yang mengeliat akhirnya bangkit mempertahankan hak-hak dasarnya untuk hidup. Inilah kekuatan getaran tubuh yang bisa memukul mundur penjajah. Soekarno sudah melakukannya. Indonesia sudah merdeka 67 tahun. Tetapi pengulangan sejarah sedang terjadi lagi. Politik ketubuhan sedang dipergunakan oleh manusia Indonesia sendiri untuk melemahkan sesamanya.  Politik ketubuhan yang dipergunakan Fauzi Bowo menghina, menekan, mengintimidasi tubuh sesamanya yang juga adalah tubuh terlahir dari bumi Indonesia.

Siapakah manusia? Apakah ia hanyalah sekedar tubuh? Pembatasan, peremehan manusia pada tingkat tubuh sebenarnya sedang dilakukan oleh mereka yang sedang menggunakan hak Sang Pencipta untuk menguasai, menjajah sesamanya. Mereka ini tampil sebagai pemimpin, tetapi kepemimpinan mewujud dalam rupa Sang Pencipta. Kalau Sang Pencipta mempunyai cinta kasih, maka tampilan mereka sebenarnya berlawanan. Mereka sedang memberhalakan Sang Pencipta dengan menghina tubuh sesamanya.  Mereka juga sedang menjadikan kekuasaannya sebagai tirani. Mereka menolak kekuasaan yang sedang dipercayakan sesama kepadanya ditantang, diadu dalam pesta demokrasi. Mereka menggunakan tubuhnya, tubuh yang rentan, tubuh yang diciptakan Sang Pencipta untuk mempertahankan kekuasaannya, karena sebenarnya mereka sudah selesai. Kekuasaan mereka melemah, mereka tidak berdaya, karena sudah lama praktek kekuasaan ketubuhannya menekan, menjajah sesamanya sendiri.

Sekarang waktunya, tubuh-tubuh yang tertekan, terjajah di Jakarta bangkit. Tubuh-tubuh yang diintimidasi bangkit untuk menghadirkan tubuh utuh, tubuh yang dikasih oleh Sang Pencipta. Tubuh-tubuh ini menggunakan pesta demokrasi untuk menghadirkan kembali wajah Sang Pencipta yang lembut, termasuk yang lemah seperti nabi Daud. Jokowi dan Ahok adalah representasi tubuh yang lemah seperti diremehkan dalam gerakan mengejek Fauzi Bowo di muka layar TV. Tetapi dari tubuh lemah inilah, muncul kepedulian untuk berjalan bersama Sang Pencipta membangun semangat, memikirkan strategi bersama dengan mereka, tubuh-tubuh lemah lainnya yang berada di Jakarta. Sudah lama Jakarta hanya membesarkan tubuh-tubuh yang kuat seperti tubuh Fauzi Bowo.  Tubuh-tubuh seperti Jokowi-Ahok disingkirkan.

Marilah Jakarta, bangkitlah tubuh-tubuh lemah, tubuh-tubuh yang hina, untuk melihat pada jalan Sang Pencipta, jalan Allah, untuk bersama dengan tubuh hina lainnya, tubuh Jokowi, tubuh Ahok membangun Jakarta supaya menjadi tempat yang layak untuk semua. Pesan itulah yang saya terima dari politik kekuasaan tubuh yang sedang dimainkan oleh Fauzi Bowo. Fauzi Bowo dengan tubuhnya yang gagah, perlente dan kekar akan dikelilingi oleh tubuh-tubuh hina yang mengasihinya, menghormatinya karena sudah lama membangun Jakarta.  Tubuh-tubuh hina bukan sedang menyingkirkannya, tetapi dengan penuh hormat dan cinta kasih sedang memintanya untuk juga memberikan ruang kehidupan kepada mereka yang sedang disingkirkan di Jakarta. Tubuh-tubuh hina, luka dan kecil sudah lama disakiti. Pengalaman kesakitan mereka bukan menjadi alasan pergolakan untuk membalasnya kepada tubuh Fauzi Bowo. Tubuh-tubuh mereka bangkit untuk merangkul baik tubuh yang kuat dan tubuh yang lemah membangun bersama.

Sejarah sudah bergulir. Besok apapun hasilnya, sejarah akan mencatat dalam lembaran negara, bangsa Indonesia tentang peristiwa maha penting. Politik tubuh Fauzi Bowo menjadi berarti buat Jokowi-Ahok karena sebenarnya penghinaan kepada Ahok, telah membangkitkan kesadaran semua tubuh-tubuh di Jakarta tentang kenyataan Jakarta saat ini. Jakarta dengan pencakar langit. Siapakah dibalik pencakar langit itu? Di manakah tubuh-tubuh lemah, tak berdaya? Mereka telah disingkirkan oleh pencakar langit, gedung-gedung hasil penanaman modal Indonesia Taiwan dan Korea. Mereka dibiarkan hilang sesudah perkampungannya dibakar supaya dari sana proyek-proyek megacity bisa dibangun?

Tubuh-tubuh ini adalah wajah Indonesia. Wajah Indonesia bukan representasi pada tubuh putih seperti dalam iklan Ponds di TV,  atau tubuh kekarnya Fauzi Bowo, tetapi juga tubuh marhaen, tubuh petani, tubuh nelayan, tubuh buruh, tubuh pekerja bangunan, tubuh pedagang di pasar, tubuh-tubuh yang terbakar panas terik supaya tetap punya arti bagi kehidupan. Tubuh-tubuh ini apakah besok juga akan memilih dalam Pilkada DKI Jakarta. Berita-berita tentang protes yang datang dari calon pemilih kepada KPU karena perkampungannya yang terbakar, setidaknya bisa menyadarkan mereka yang memilih besok tentang terwakilannya bagi mereka yang aksesnya sedang dihilangkan. Tubuh-tubuh lemah, tubuh-tubuh hina, adalah tubuh kita sendiri, manusia Indonesia. Biarlah mereka dengan tubuh-tubuh putih, tubuh-tubuh gagah mengingatkan tubuh sesamanya, supaya keterwakilannya untuk memilih, kebebasannya untuk menusuk nama calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta akan melakukan dengan hati nuraninya yang mendalam. Tubuh-tubuh kuat akan memberikan suara, berdiri di hadapan Sang Pencipta yang sedang menyentuh hati nurani semua insan ciptaannya supaya mengingat tubuh-tubuh lain karena tubuhnya sendiri juga sangat rentan memerlukan belas kasihan dari Sang Pencipta.

Nabi Daud berdiri menengadah ke langit memohonkan kekuatan dari Sang Pencipta, Allah yang mengizinkan dirinya untuk berhadapan dengan Goliat. Tubuhnya yang kecil dan lemah, tiba-tiba sudah menjatuhkan tubuh Goliat hanya dengan kertapel. Semua tubuh-tubuh hina lainnya terperana, mereka seolah-olah sadar ternyata ada kekuatan pada tubuh-tubuh kecil, ada kecerdasan, ada keberanian, ada komitmen. Mereka datang merayakan bersama nabi Daud untuk menghadirkan keadilan, perdamaian yang sudah lama menghilang dari bumi yang dijadikan Allah. Mungkin kisah nabi Daud akan terulang besok dalam Pilkada DKI Jakarta untuk menunjukkan kemahakuasaan Sang Pencipta yang sudah lama menderita bersama tubuh-tubuh hina yang sedang dipinggirkan oleh pencakar langit.

Selamat Jakarta, masa depan cerah untuk mengembalikan kesempatan dari semua yang punya hak untuk hidup sedang dinantikan bersama.  Pesta demokrasi sudah bergulir dalam sejarah dan sekarang saya menulisnya untuk mengingatkan tubuh-tubuh kita bersama.

Salam demokrasi untuk semua!



Lihat juga tulisan terkait

"Jokowi, Jokowisme, Jokowisdom: Wajah Rakyat, Hati Pejabat, Peduli Wong Cilik"

 

Senin, 17 September 2012

menengadah mentari


Menengadah mentari
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

the beauty of the southern coast sunset in Parangtritis, Yogyakarta, Indonesia
begitu beruntung
ombak mempercantik diri
pencahayaan mentari
sekuat batu
menatap kedalaman koronamu

mentari senja
melepaskan sinar
menembus
sampai saya
menjadi bagian dirimu
berpeluh
dalam keindahanmu
menaburkan kagum

mentari senja
menyentuh diri
dalam rasa
sampai mengalir
kecukupan
makna
dari garis tapak dirimu
pada pecahan ombak membuih
sebelum berlalu
di balik horizon
melukiskan jejingga
langit

mentari senja

Minggu, 16 September 2012

Musik Jiwa



 




Musik Jiwa
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

 
 Memposisikan
Saya bertanya
Saya menjawab
 
 
Membentangkan
Saya bertanya
Saya menjawab


 
 Mengamati
Saya bertanya
Saya menjawab

 
 Menguraikan
Saya bertanya
Saya menjawab

 
 Mencerna
Saya bertanya
Saya menjawab

 
 Membandingkan

Saya bertanya
Saya menjawab 

 
Mengelompokkan
Saya bertanya
Saya menjawab
 

 Mengkonstruksikan
Saya bertanya
Saya menjawab
 

 Menamakan
Saya bertanya
Saya menjawab
 

 Mengerti
Saya bertanya
Saya menjawab 
 

Ritme misteri
Berpikir bertindak
Mengalir tiada henti
Musik jiwa
 


Syawalan: silaturahmi dengan sesama untuk keragaman bumi




Teman-teman dari Balai -balai perempuan, Sekretariat Cabang-cabang dan Presidium Wilayah sangat antusias mengikuti acara syawalan di kantor Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DI. Yogyakarta pada hari Jumat, tanggal 14 September 2012


Syawalan: silaturahmi  dengan sesama untuk keragaman bumi
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

Masih di bulan Syawalan.  Perayaan bulan syawalan dilakukan selama satu bulan di mulai dihitung sejak perayaan Idul Fitri. Perayaan Idul Fitri 1433 H di Indonesia dimulai tanggal 20 Agustus 2012.  Tahun ini bulan syawalan dimulai dari tanggal 20 Agustus sampai dengan 20 September 2012.  Sekalipun puncak acaranya ditetapkan seminggu sesudah Idul Fitri, ketika perayaannya ditandai dengan ketupat yang dibawa oleh umat ke mesjid.  Di kampung Karanggayam, perayaan hari raya ketupat biasanya diikuti hanya oleh warga asli Karanggayam baik Muslim maupun Kristiani. Pak Darmin, tetangga kami yang merawat kebun, seorang Kristiani selalu membawa ketupat yang dimasak oleh isterinya di mesjid.
Perayaan ketupat sangat sarat makna. Kata ketupat atau kupat terdiri dua suku kata yaitu pat atau lepat yang berarti kesalahan. Jadi memakan ketupat merupakan tanda komitmen untuk melepaskan diri dari kesalahan, terutama karena sudah menerima kefitraan, kemurniaan hidup dari Allah SWT.  Seorang sepuh, tetangga kami pernah mengatakan bahwa  perayaan hari raya ketupat  tidak diikuti oleh semua warga Karanggayam.  Misalkan muslim Muhammadiah berlatar belakang akademisi, jarang hadir pada perayaan hari raya ketupat. Sementara penduduk asli Karanggayam, mereka juga pengikut  Muhammadiah  tetapi  terlibat dan mengikuti perayaan hari raya ketupat.  
Sesudah hari ketupat, warga dusun akan merayakan  halal bil halal atau disebut syawalan.  Tujuan perayaan syawalan adalah  untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang belum pernah bertemu sesudah Idul Fitri supaya bisa menyatakan permohonan maaf apabila dalam kehidupan sehari-harinya ada banyak kesalahan yang dilakukannya. Perayaan Halal Bi Halal diikuti seluruh warga kampung.
Tradisi syawalan yang dipelihara oleh warga Karanggayam adalah tradisi yang ada di seluruh Jawa.  Dikatakan tradisi syawalan sangat khas Indonesia, tidak ada dalam tradisi muslim di negara lain. Keluasan praktek tradisi syawalan tidak saja dilakukan untuk menjaga silaturahmi kampung, tetapi juga dirayakan di banyak organisasi sosial dan masyarakat.  Sesudah Idul Fitri, hampir setiap minggu ada setidaknya dua kali acara syawalan yang harus saya hadiri. Ketika Idul Fitri, saya sedang berada di Ambon, sehingga acara silaturahmi menggunjungi keluarga juga harus ditunda. Di bulan syawalan inilah, kami mengejar hari-hari berkah untuk mengunjungi sanak keluarga memohonkan maaf lahir dan bathin.
Kata silaturahmi merupakan konstruksi yang terbentuk dari kosa kata bahasa Arab dan serapannya dari bahasa Sansekerta.  Sila adalah kata dari bentukan bahasa Arab- Sansekerta yang berarti pokok, prinsip, jongkok atau mendudukan  suatu fondasi.  Sedangkan kata rahmi  yang juga adalah  bahasa Arab  berarti rahim (kandungan).  Jadi silturahmi secara bebas dapat diterjemahkan sebagai kesempatan untuk duduk bersama sebagai orang-orang yang berasal dari satu kandung, atau orang-orang yang saling bersaudara. Tetapi makna silaturahmi juga makin diperluaskan untuk menunjukkan jalinan kasih sayang yang berkembang di antara mereka yang hidup bersama dalam satu kampung, ataupun bekerja bersama di dalam satu organisasi sosial. Kebersamaan mendekatkan manusia bahkan bisa melebihi saudara sendiri. Amsal mengatakan “lebih baik tetangga yang dekat dari pada saudara yang jauh” (Amsal: 27: 10b). Kalau tidak merawat silaturahmi, saudara jauh akan terlupakan.
Silaturahmi tahun ini sangat spesifik terutama memperhatikan tema percakapan yang dimunculkan dalam syawalan. Di pedusunan Karanggayam, panitia memilih tema “pererat silaturahmi jalin kerukunan”.   Sesudah  menjelang 14 tahun tinggal di kampung Karanggayam, untuk pertama kalinya saya baru mendengar sesepuh kampung ketika menyampaikan sambutan mereka tentang pentingnya silaturahmi selain untuk saling memaafkan tetapi terutama juga untuk mempererat hubungan antar umat beragama. Kefitraan yang diterima sebagai kemenangan dalam Idul Fitri sesudah sebulan berpuasa kiranya memberikan landasan baru untuk saling menguatkan meneguhkan kesempatan membangun hidup yang bersih.   Memberikan dan meluaskan pintu maaf kepada sesama menolong kita bangkit membangun kehidupan bersama di kampung maupun dalam pekerjaan masing-masing.
Syawalan adalah silaturahmi kolektif yang memberikan kesempatan kepada setiap orang dalam suatu komunitas  mengalirkan tindakan dukungan satu sama lain dengan secara bersama mengakui kesalahan sebagai pengakuan untuk memulai hidup baru lagi.  Khotbah yang disampaikan Haji Muji Harno yang menggunakan model penyampaian salawat mendorong warga masyarakat di dusun Karanggayam untuk meneruskan meniru tradisi yang baik seperti yang sedang berlangsung saat itu.  Rahmatan lil alamin yang merupakan bagian dari inti ajaran Islam bisa diwujudkan apabila umat meniru melakukan yang “apik”,  yang baik.  Ustad Harno bukan saja mengkhotbahkan tentang rahmat tetapi ia pun hidup berkelimpahan dalam berkah Allah karena tausiah Islamiah yang dilakukan juga diselang seling dengan nyanyian salawat dengan syair yang indah memuji cinta kasih Allah dan kasih sayang manusia untuk mengikuti jalanNya.
Keteduhan dalam Islam, kebaikan dari ajarannya bisa dirasakan menggetarkan meneteskan air mata saya sesudah satu demi satu lagu-lagu salawat dinyanyikan oleh penyanyi dari kelompok Tausiah Islami pimpinan Ustad Haji Harno.

Saya mengutip salah satu syair dari lagu berjudul  "Pintu Taubat"

   Tersadar ku dari khilafku
   Bersujud memohon ampunan
   Atas segala dosa-dosaku
  Yang telah khilafkan hatiku
 
Ref: Kebesaranmu Ya Allah
       Kasih sayang dan rahmatMu
      Dalam sadarku tak lupa mengucap syukur
      Dalam sujudku berdoa, dalam tangisku mengesah
      Astafirlah bukalah pintu taubatMu

Entah kapan ajal menjemputku
Mungkin esok hanya Kau yang tau
Mungkin usiaku tak cukup lagi
Untuk hapus segala dosaku 

Aku hina dan tak pantas
Memohon ampunan
Tapi hanya engkau
Tempatku untuk meminta
Oooo...oooo

Saya terharu karena seolah-olah ingat pernah mendengar lagu ini di mana. Kemudian saya ingat lagu tersebut dinyanyikan oleh anak-anak Kristiani pada saat buka puasa bersama di gedung PKK di Mardika, kota Ambon. Acara itu merupakan kegiatan dari Heka Leka, suatu pergerakan masyarakat yang mengundang saya bersama dengan mereka mengevaluasi kegiatan mereka membangun Maluku Cerdas.  Berada di Ambon, berada di Yogyakarta, berada di mana-mana, lagu Pintu Taubat mengingatkan saya tentang kerentanan manusia terhadap dosa, yang membawa pada keluasan rahmat Allah untuk mengampuni ketika pintu hati membuka pada diri masing-masing. Sebagai seorang Kristiani, pesan taubat itu mengingatkan saya tentang cinta kasih Yesus Kristus, nabi Isa yang menunjukkan dalam cara hidupNya di dunia dengan mengasihi sesama manusia termasuk musuhnya sendiri. Pintu Taubat terbuka ketika manusia melepaskan gengaman dirinya mengunci pada dirinya sendiri untuk diserahkan ke dalam tangan kasih Allah yang mengubah dan memperbaharui.
Nada pertobatan menjadi bagian yang sangat penting masih terasa bergema juga pada berbagai syawalan yang saya hadiri. Tetapi saya ingin menceritakan tentang syawalan yang diselenggarakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DI. Yogyakarta.  Acara di hadiri oleh teman-teman yang mewakili Balai Perempuan di seluruh DI. Yogyakarta, pengurus dari Sekretariatan Cabang-cabang, dan Presidium Wilayah  (Preswil ) Koalisi Perempuan Indonesia Wilayah DI. Yogyakarta. 
Kefitraan yang sudah diraih oleh perempuan, sebagai bagian dari melintasi pintu taubat, akan mendorong perempuan menjadi kuat bukan saja untuk membagi dirinya melayani keluarga, tetapi juga mendorong munculnya kesadaran memperjuangkan keadilan dan demokrasi yang belum sepenuhnya di raih oleh perempuan di Indonesia.  Koordinator Preswil, mba Titik Iswayatun Khazanah mengingatkan tentang persiapan Pemilu tanggal 9 April 2014 yang sudah harus dimulai sekarang. Inilah kesempatan perempuan membangun bersama. Kefitraan sebagai landasan untuk melakukan pembaruan terhadap kebijakan yang belum adil bagi perempuan.
Pesan mba Titik Iswayatun Khazanah diteruskan dalam khotbah yang dipimpin oleh mba Isti Atun. Mba Isti Atun adalah salah satu komisioner dari Komisi Informasi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang juga anggota senior  Koalisi Perempuan Indonesia. Sambil mengingatkan tentang situasi yang bergolak di Indonesia, mba Isti Atun bertanya kepada semua yang hadir tentang bagaimana beriman dalam kehidupan bangsa Indonesia saat ini.  

Dari kiri ke kanan, mba Istiatun dan mba Titik duduk berjejeran
Merujuk kepada peristiwa kekerasan atas nama agama, keberagaman menjadi isu yang perlu renungan dalam beriman.  Lebih lanjut dikatakannya tentang rahmat Allah SWT yang diberikan dalam Islam bukan hanya terlihat pada saat seseorang memenuhi kewajiban menjalankan sholat lima waktu.  Pengajaran tentang rahmatan lil alamin yang hanya memusat pada rukun Islam ternyata menyempitkan tentang maksud dari kerahmatan Allah SWT.  Rukun Islam adalah ajaran untuk membangun kerukunan dengan Allah yang harus berdampak kepada sesama. Kerukunan di antara umat manusia sangat penting karena Allah menjadikan manusia dalam keragamannya.
Surah Al Hujuraat ayat 13 mencatat perintah Allah untuk manusia bertagwa kepada Allah dalam keberagaman baik secara biologis, gender maupun secara suku bangsa.  Dikatakan: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.  Surah Al Hujuraat sangat menarik karena bukan saja Allah dijelaskan sebagai Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal, tetapi manusia yang diciptakan dengan berbagai bangsa-bangsa dan suku-sukunya adalah untuk saling mengenal.
Beriman dalam beragama menurut mba Isti Atun sangat terkait dengan kemampuan untuk saling mengenal.  Cara manusia beriman sangat  ditentukan oleh caranya memperoleh pengetahuan tentang beriman. Sumber pengetahuan yang menjelaskan cara beriman sangat beragam.  Keragamaan bisa terlihat dalam Islam karena ada banyak cara memperoleh pengetahuan mengenai beriman kepada Allah. Firman Allah SWT untuk mengajak umat saling mengenal termasuk juga mengundang setiap orang beragama untuk mengenal keragaman dalam tradisi keagamaannya. Tradisi dengan pola budaya untuk merawat kebiasaan-kebiasaan beriman tampil berbeda-beda.
Tetapi Allah SWT memberikan petunjuk tentang jalan benar untuk mengenal Allah SWT adalah bertaqwa menurut kebaikan yang dimaksudkan oleh Allah SWT sendiri bukan menurut pengertian manusia. Jalan Allah SWT adalah jalan taqwa, yaitu jalan kehidupan bukan jalan kematian. Jalan kematian cenderung memusuhi, merusak karena menggunakan otak manusia yang melulu melihat kebenaran dalam diri sendiri dengan hal-hal negatif pada orang lain.  Pembiasaan penggunaan otak dengan tekanan-tekanan negatif akhirnya menyebabkan manusia menolak untuk mengenal orang lain kecuali mengenal dirinya sendiri.
Tanggungjawab membangun kehidupan beriman yang benar bukan hanya tugas lelaki tetapi juga menjadi penugasan yang harus diterima perempuan.  Perempuan bertanggungjawab membesarkan anak-anaknya, sehingga pemahaman yang benar tentang cara beriman harus juga dimengerti oleh perempuan untuk bisa mendidik anak-anaknya tentang cara beriman menurut jalan taqwa seperti yang difirmankan oleh Allah SWT.
Keragaman dalam beriman dengan keluasan rahmatan lil alamin merupakan perintah Allah SWT yang harus dipraktekan setiap saat dalam hidup beragama. Hanya dengan cara inilah, manusia bisa mengenal sesamanya, termasuk mengenal Allah yang lebih dulu mengetahui semua di dalam diri manusia. Di dalam tugas inilah, perempuan juga terpanggil mendewasakan diri dan anggota keluarganya terhadap cara-cara beriman yang positif sesuai dengan jalan taqwa yang diturunkan Allah SWT.
Sambil menyinggung nilai-nilai dari Koalisi Perempuan Indonesia, mba Isti Atun mengajak semua teman-teman untuk setia beriman, dengan mendorong menghayati nilai-nilai keagamaan di dalam hidup yang nyata. Nilai-nilai keagamaan memang perlu dibuka, digali sehingga kebenarannya bisa tampil lebih konkrit untuk dapat dipraktek dalam hidup sehari-hari.  Seperti  ketika nilai-nilai dan prinsip-prinsip Koalisi Perempuan Indonesia dibentangkan sehingga setiap perempuan mengenal tentang hak dan kewajibannya seperti  yang dirumuskan dan bersedia melakukannya. Nilai-nilai organisasi sangat eksplesit, sama penting  dengan itu, nilai-nilai ini juga adalah roh dari orang beriman, roh dari keislaman, jalan taqwa yang perlu dilakukan terus menerus sehingga memungkinkan manusia yang beragam saling mengenal dan menguatkan.

Nilai-nilai dan Prinsip-prinsip Koalisi Perempuan Indonesia
Bulan syawalan adalah bulan rahmat kepada saya, karena teman-teman, perempuan muslim bisa menyampaikan khotbah dan sambutan yang mendalam sehingga hati seorang Kristiani, hati saya tergugah. Saya menulis catatan ini untuk merayakan cinta kasih perempuan muslim kepada keragamaan dan perdamaian di bumi Indonesia yang dicintai semua. Rahmat sudah diberikan oleh Allah supaya perempuan menerimanya, lelaki mendapatkan, anak-anak menyambutnya, sesepuh menjalaninya.  Semua ingin mengenal setiap waktu kedalaman Firman Allah SWT dalam tindakan sehari-harinya. Berbahagialah mereka yang mendengar karena hidupnya menjadi ringan menuju jalan taqwa yang dibimbing sendiri oleh Allah SWT. Amin.

 

Selasa, 11 September 2012

Terkunci Terungkap: Seri Seni Limbah dan Ekspresi Perempuan anti Kekerasan

         
                                  Terkunci Terungkap: Seri Seni Limbah dan
                                           Ekspresi Perempuan anti Kekerasan
                                               Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

 Pengantar

Sementara Bentara Budaya Yogyakarta sedang memamerkan salah satu karya dari Seri Seni Limbah dan Ekspresi Perempuan anti Kekerasan, yaitu Bumi Menari 3: Keterhubungan Lempengan, saya ingin memberikan penghargaan kepada seniwati-seniwati Yogyakarta yang pernah terlibat pada pameran tsb (Lihat tulisan saya: Bumi Menari di Bentara Budaya Yogyakarta). Karya-karya mereka bisa dinikmati melalui foto-foto tetapi juga tergambar dalam uraian narasinya. Penjelasan tentang karya-karya ini dilakukan untuk mengorek kedalaman permenungan perempuan seniman ketika membuat suatu karya seni. Pembahasan ini diangkat dari buku Seni Limbah dan Ekspresi Perempuan anti Kekerasan, suntingan Farsijana Adeney-Risakotta (Yogyakarta: Selendang Ungu Press, 2011).

Tema anti kekerasan yang dikemas dengan penggunaan limbah dari berbagai bahan menghadirkan cara penjiwaan dan pengekspresian seni yang sangat khas perempuan. Karya seni bukan sekedar dilepaskan tak berjiwa, tetapi ia menggugah, menyentuh hati manusia yang mengamatinya. Karya itu menghantui kedalaman permenungan manusia sehingga menggerakkannya ke arah suatu perubahan. Anti kekerasan merupakan bagian dari keyakinan yang terbangun dari pengalaman perempuan yang banyak mengalami penyiksaan karena ketegangan dalam mengelola relasi kekuasaan di antara dirinya dengan seorang lelaki atau pasangannya.  

Pengalaman menegosiasikan kekuasaan menyebabkan perempuan bisa mengatasi kemungkinan tindakan potensial bernuansa kekerasan yang mungkin sedang ditujukan kepadanya. Pengalaman melintasinya kemudian memunculkan penghargaan dan komitmen dalam perjuangan menegakan hak-hak dasar kehidupan dari mereka di sekitarnya yang tertindas. Selamat menikmati pembaca sekalian!                                                                                  

Terkunci Terungkap dipamerkan pada Pameran Seni Limbah dan Ekspresi Perempuan anti Kekerasan di Bentara Budaya Yogyakarta pada tanggal 4-7 Februari 2011
                                                           Terkunci  Terungkap
                           (Karya Titiani Irawati bahan logam tembaga, perak
                                        dan batu dari Pacitan, 2010, Titiani Irawati) 

Titiani Irawati berpose dengan Terkunci Terungkap pada Pameran Seni Limbah dan Ekspresi Perempuan anti Kekerasan di Bentara Budaya Yogyakarta, tanggal  4-7 Feburari 2011

Perempuan bisa terjebak dalam pilihan hidupnya”, Titiani Irawati yang biasa dipanggil Ira membuka percakapan kami. Banyak ranjau dan jebakan yang harus dilewati perempuan. Kadang kala perempuan berhasil melewatinya, kadang kala perempuan gagal. Keterjebakan dapat memproses perempuan menjadi pribadi yang kuat untuk bangkit kembali. Kegagalan dari keterjebakan adalah ketidakmampuan perempuan untuk membangun kekuatan dirinya, bangkit menemukan pegangan, berdiri dan mentranformasikan dirinya.

Ketika peran keluarga, budaya, agama membentuk perempuan, apakah perempuan mempunyai mekanisme untuk mengtransformasikan dirinya? Ini pertanyaan yang sedang didiskusikan dalam karya seni Terkunci Terungkap. Sebagai anak dari seniman besar, Edhi Sunarso, Ira harus bergolak menjadi dirinya sendiri. Ira menggagumi semua karya monumental sang ayah, tetapi yang paling dikagumi adalah patung pembebasan Irian Jaya di lapangan Banteng, Jakarta. 

Karya seni Ira membagi diri atas dua fase kehidupan.  Penahapan fase dilakukan melalui proses refleksi. Pertama, fase yang dipanggil Ira sebagai “Terkunci”. Fase ini sangat berperan membentuk jati diri seorang perempuan. Ibu yang melahirkan  dan bapak  yang memelihara berperan besar meletakkan dasar pembentukan perempuan dalam fase ini. Penerusan fase ini terjadi ketika perempuan menikah, suaminya turut membentuk dirinya. Penggambaran rincian dari proses pembentukan diri perempuan diuraikan dengan sangat halus sehingga seolah-olah semua lapisan dari kehidupan perempuan nampak. Mata seni Ira seperti mikroskop yang mengamati setiap potongan dari lapisan kepribadian seorang perempuan. 

Fase “Terkunci” disimbolkan dalam bentuk “tertutup”.  Keterkuncian perempuan terjadi ketika dalam lapisan keluarga terdapat beberapa lapisan dari generasi sebelumnya, yang turut membentuk kepribadian perempuan.  Suatu keluarga mewariskan visi dan nilai-nilai dari keluarga sebelumnya.  Dalam harapan seorang ibu atau seorang ayah terhadap anaknya, ada harapan dari kakek dan nenek dari kedua orang tua terhadap cucunya yang diturunkan melalui orang tua dari sang anak.  Lapisan pengaruh berbagai generasi kepada perempuan disimbolkan melalui potongan kayu tua.  Seperti peradaban, batang kayu Jambu yang dipungkut Ira dari pohon yang ditebang  di halaman rumahnya pada tahun 2000, seolah-olah mewakili gambaran kehidupan perempuan yang dirasakan oleh Ira dalam fase Terkunci.   

Jati diri perempuan disimbolkan dengan batu yang pada tampilannya seringkali ditemukan rupa diri seseorang.  Batu diproses oleh alam selama ribuan tahun.  Umur manusia memang pendek, tetapi kompleksitas yang terbentuk dalam diri seorang anak manusia sebagai hasil dari pembentukan berbagai generasi tampil sangat tua. Batu menyimbolkan ketuaan, kebajikan manusia.  Manusia bisa mati, tetapi semangatnya diturunkan melalui peradaban dalam keluarga. 

Proses penurunan peradaban ini sangat berdampak bagi perempuan. Karena pada tahap ini, dalam mata seni Ira, perempuan seolah-olah Terkunci.  Lapisan peradaban disimbolkan dengan potongan kayu tua yang menelungkup, yang punya andil membuat perempuan merasa Terkunci. Kekuatan peradaban mengunci perempuan, tetapi perempuan juga sendiri seolah-olah mengunci dirinya untuk menunjukkan bahwa sebenarnya dengan cara ini ia menjaga ruangnya sendiri. 

Fondasi untuk perempuan mentransformasikan fase Terkunci ke fase kedua, yaitu fase Terungkap dimulai dalam jati diri perempuan itu sendiri yang merepresentasikan dirinya dalam batu. Ira menyebut fase kedua sebagai fase Terungkap karena pada fase ini, perempuan memproses suasana “keterkunciannya” di dalam ruang pribadinya sendiri yang dikunci rapat untuk hanya bisa dimasuki dirinya sendiri menjadi fase yang bisa dilihat oleh berbagai orang. 

Pengalihan dari satu fase ke fase lainnya dilukiskan dalam irama menari. Kehidupan yang menari-nari membentangkan setiap fase dari perjalanan diri seorang perempuan. Transformasi perempuan mencapai dirinya terjadi sebagai proses dalam fase ke dua dimungkinkan karena dalam perjalanannya memposisikan dirinya ia mengalami pelepasan mencapai pengiklasan.

Fase kedua, fase Terungkap adalah fase yang menampilkan perjalanan transformasi perempuan mencapai tahap iklas. Pada tahap ini, suasana Terkunci mengubah diri menjadi Terungkap. Kedua tahap terjadi dalam lingkung pengaruh peradaban. Tetapi pada tahap Terungkap perempuan yang mencapai keiklasannya mewarnai peradabannya dengan warna yang dipilihnya sendiri. Pada fase Terkunci, perempuan dibentuk oleh sistem di sekitarnya, yang oleh Ira dimaknai melalui tampilan potongan batang kayu Jambu yang berwarna alamiah atau natural.  

Sedangkan pengaruh dan wibawa peradaban dari masa ke masa bukan tampil dalam warna tetapi dari lekukan-lekukan kompleksitas alam seperti terlihat pada kayu jambu, merepresentasi pembentukan perempuan.  Pada tahap fase Terungkap, ketika perempuan mencapai tahap menjadi “iklas” ia bisa memberikan warna yang berbeda dari tahap pertama, fase Terkunci. Ira mewarnai potongan kayu Jambu dengan warna hitam sebagai tanda bahwa perjalanan pergolakan perempuan sebenarnya menguatkan perempuan untuk tampil berbeda.

Seperti tarian, perempuan mentransformasikan dirinya secara indah dan proporsional. Keindahan tarian hidup perempuan menyebabkan dirinya mempunyai dunianya sendiri sekalipun tetap berada dalam pengaruh peradaban dari sistem kehidupan yang mengelilinginya. Perempuan yang seolah-olah terjebak dalam pernikahannya sebenarnya mempunyai mekanisme untuk membebaskan dirinya. Ira menggambarkan mekanisme pembebasan perempuan sebagai “hijrah” yang dalam Islam berarti berpindah. Beban-beban keterkuncian perempuan dilewatinya bersama dengan Allah sehingga ia bisa mencapai keiklasan. 

Tempaan dari berbagai perjalanan peradaban yang terjal  membentuk jati diri perempuan. Kedua fase menggambarkan rangkaian tempaan dalam sejarah hidup seorang perempuan. Keiklasan sebagai bentuk transformasi dari fase Terkunci ke fase Terungkap menyebabkan perempuan terbebas dari rasa bersalah, rasa putus asa yang bisa mendorong ke keinginan bunuh diri, rasa lumpuh tak berdaya. Tanpa fase Terungkap, fase Terkunci dalam perjalanan sejarah diri perempuan bisa menyebabkan dirinya frustasi dan sedih karena seolah-olah hidupnya sudah berakhir akibat berbagai tekanan yang diterima dari sekitarnya. 

Tidak sekejam dulu di banyak budaya ketika seorang suami hendak bepergian, ia akan mengembok kemaluan dari sang isterinya. Kesadisan dari peradaban patriakhal makin terkikis karena perempuan dalam kemampuannya mencapai keiklasan juga melakukan terus pencarian dirinya. Ia berdialog, ia memeriksa, ia mengamati setiap inci dari tekanan yang diterimanya untuk mengubahnya secara bijaksana.

Penggambaran alam bawah sadar dari mekanisme transformasi kepribadian perempuan dilakukan oleh Ira sebagai seorang perempun Jawa yang selalu mencoba menjaga tata karma juga ketika sedang memperjuangkan perubahan.  Proses pembebasan itu, untuk Ira bersifat sangat pribadi. Tidak semua rahasia hati seorang perempuan terbaca keluar. Mekanisme negosiasi yang terbangun antara seorang perempuan sebagai isteri dan ibu yang dilakukan kadang kala mendahulukan anggota keluarganya.  Mekanisme ini bukan menunjukkan suatu kekalahan bagi perempuan. Tetapi sebaliknya terjadi karena perempuan mampu mencapai tahap keiklasan.  

Keiklasan adalah kemenangan perempuan. Keiklasan adalah  “hijrah”, yang menyebabkan Ira dapat menikmati kehidupan ini.  “Saya sebenarnya bahagia menegosiasikan kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing anggota keluarga:  suami dan anak-anak. Kita semua membutuhkan kehadiran fisik, emosi, dorongan, sapaan, doa, dan cinta kasih dari satu kepada lainnya. Kita menikmati ketergantungan ini seperti sedang menari dalam kehidupan”, Irawati menguraikan penggambaran hatinya yang mendalam kepada saya.

Karya seni Irawati adalah karya bathinnya. Ira merasa tenang dan kuat. Ketika memproses karya seni Terkunci Terungkap Ira merasakan meneguhkan dirinya lagi. Dalam kepasrahan yang dicarinya, ia melakukannya tanpa harus berteriak-teriak.  Ira mengendapkannya dalam pengalaman, termasuk kehidupan yang terjal yang memungkinkan dirinya mencapai keindahan.  Pengalaman hidupnya membentuk rasa keindahan. Sekitar 11 tahun sebelum akhirnya kayu Jambu yang sudah disimpan lama dipergunakan Ira untuk menggambarkan pengalaman dan interpretasinya dari tentang dirinya sendiri.  

Proses kreatif dari penciptaan karya seni dilakukan melalui tahap pembiaran benak ketika Ira menari-nari mengikuti irama lalu yang didengarnya. Sambil menggambarkan sketsa dari rancangan karya seni yang dibuat, Ira membangun imajinasi tentang keseluruhan fase dan transformasinya yang harus dilalui seorang perempuan. Ira menari-nari dalam imajinasi menuangkannya dalam sketsa membuatnya menjadi karya yang berbicara tentang lorong kedalaman diri seorang perempuan. Ira merasa berubah. Ia tenang juga kalau makin banyak orang mengerti karya seninya, karya dirinya. Ia juga mengerti menjadi dirinya sendiri, bukan karena anak seorang seniman besar. Ira adalah Ira, sang bathin yang dikenalnya mendalam. (Farsijana AR – Titiani Irawati).

Diskusi mendalam sedang berlangsung untuk menggali makna karya seni yang sangat unik sebagai buah tangan dari Titiani Irawati. Diskusi di rumah Titiani Irawati di Bantul, 2011