Translate

Rabu, 25 Juni 2014

Indonesia Memilih Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019. Mempertanggungjawabkan pilihan politik warganegara!


Indonesia Memilih Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019

Mempertanggungjawabkan pilihan politik warganegara!

Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

 

Saat ini Indonesia berada dalam sorotan dunia. Kampanye calon presiden dan calon wakil presiden RI dibuka oleh Komisi Pemilihan Umum pada tanggal 4 Juni 2014 sampai dengan tanggal 5 Juli 2014 ternyata tidak saja dilakukan oleh tim kampanye dari masing-masing calon, tetapi dibahas secara mendalam oleh masyarakat.  Ada dua calon presiden dan calon wakil presiden yang saat ini sedang melakukan kampanye untuk mempertanggungjawabkan visi dan misi mereka sehingga rakyat bisa mengerti dan membuat keputusan untuk memilih pada tanggal 9 Juli 2014. Mereka adalah pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa sebagai nomor urut 1 sebagai calon presiden dan calon wakil presiden yang bertarung dengan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla sebagai calon presiden dan calon wakil presiden dengan nomor urut 2.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 memang berbeda dengan pemilihan-pemilihan presiden dan wakil presiden sebelumnya.  Bahkan kemeriahan masa kampanye presiden dan wakil presiden lebih meriah dari pertandingan World Cup yang juga sedang berlangsung dan bisa dinikmati oleh seluruh dunia termasuk di Indonesia. Daya tarik kampanye calon presiden dan wakil presiden RI periode 2014-2019 sangat besar karena warganegara Indonesia di mana-mana sekarang ini bisa dihubungkan dengan dunia maya. Teknologi jaringan memungkinkan transparansi, akuntabiltas dan mendorong proses demokrasi berjalan bersih karena setiap orang bisa mendorong terjadikan pengecekan, klarifikasi dan pelurusan sebagai bagian dari cara pendidikan politik pada masyarakat.

Warganegara Indonesia tidak bisa tinggal diam untuk menyerahkan hak memilih dikelola oleh opini yang dibuat oleh media tentang capres dan cawapres yang pantas untuk Indonesia.  Saat ini banyak situs di dunia maya yang mempublikasikan hasil survey dari capres dan cawapres baik yang mengunggulkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Nomor 1) maupun Jokowi-Jusuf Kalla (nomor 2). Warga masyarakat tidak buta tentang hasil-hasil polling dan survey tersebut, karena hak pemilihan ada pada masing-masing warganegara sebagai pemilih yang menggunakan kesempatan kampanye sekarang ini sebagai wadah pendidikan politik untuk mengerti kearah mana Indonesia akan dibawa oleh calon presiden dan wakil presiden RI yang akan dipilihnya.

Banyak orang meragukan kebebasan masyarakat untuk memilih karena adanya politik uang, politik balas jasa terhadap tokoh-tokoh yang secara tidak langsung berhubungan dengan calon presiden dan calon wakil presiden RI.  Pemilihan calon presiden dan wakil presiden yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas dan rahasia seolah-olah memberikan kesan bahwa seorang pemilih harus disetrilkan untuk bisa membuat keputusan politik yang paling tepat. Dalam mendorong partisipasi politik, ide sterilisasi masyarakat untuk hanya mendengar dari satu calon kubu sebenarnya tidak mendorong adanya diskusi terbuka dalam masyarakat.  Untuk itulah, debat presiden RI yang dicanangkan oleh Komisi Pemilihan Umum sehingga pelaksanaannya dilakukan lima kali dimulai dari tanggal 9, 15, 22, 29 Juni dan 5 Juli 2014 adalah cara demokrasi untuk memberikan kesempatan kepada warganegara mengalami pendidikan politik.  Debat Presiden adalah salah satu alat kampanye yang menyajikan panggung terbuka di mana ide-ide dan praktek dari  masing-masing calon didiskusikan secara terbuka. Bahkan Prof. Jeffrey Winters menyatakan kekagetannya karena dalam debat presiden yang ditayangkan melalui Televisi, masing-masing kandidat diberikan kesempatan untuk saling bertanya.  Kekagetannya didasarkan pada pengalaman di Amerika Serikat yang sangat berbeda karena tidak ada sesi tanya jawab yang diberikan kpeada masing-masing kandidat untuk mendalami pikirannya sendiri melalui pertanyaan dari lawan politikusnya. Debat Presiden ini kemudian diteruskan oleh warga masing-masing dengan menggunakan ruang publik yang ada seperti Facebook untuk mendiskusikan lebih lanjut pikiran-pikiran yang disampaikan dalam oleh calon presiden dan calon wakil presiden masing-masing.

Diskusi-diskusi di kalangan internalnya masing-masing inilah yang paling menarik untuk dicermati.  Cara diskusi yang menarik dengan menulis pernyataan pada status ternyata tidak sekedar kata-kata kosong. Tulisan-tulisan di Facebook sebagai status adalah hasil dari proses analisa tentang apa yang sedang terjadi dalam masyarakat dan bagaimana diri sendiri menanggapinya. Argumentasi dibangun dari pembacaan berita-berita yang datang sangat cepat untuk menguji setiap kejadian dan pernyataan yang sedang terjadi dalam masyarakat terkait dengan apa yang disebut, apa yang dilakukan, media apa yang dipakai oleh calon presiden dan calon wakil presiden dalam mempertanggungjawabkan perkataan dan perbuatan-perbuatan mereka pada masa lalu, sekarang dan akan datang. Kampanye presiden dan wakil presiden 2014 membuat warganegara biasapun terlibat untuk mengerti apa yang sedang terjadi dengan Indonesia saat ini. Mereka tidak mau melepaskan Indonesia ditentukan oleh para elite politik, media massa dan lembaga-lembaga survey, karena mereka mencari semua berita-berita dan mengujinya dengan sangat cerdas.

Saya menulis saat ini karena  ingin menegaskan kepada tim sukses dari masing-masing kubu, bahwa kampanye hitam, kampanye jelek tidak berguna. Meluruskan kampanye hitam dan jelek bisa dilakukan oleh masing-masing kubu dengan mengklarifikasikan kepada publik. Apabila terlihat bahwa ada pelanggaran termasuk pencemaran nama baik yang berlebihan, maka kubu yang mencemarkan bisa melaporkan kepada Bawaslu. Kampanye yang paling efektif adalah apabila warga masyarakat didorong untuk berpikir kritis termasuk juga melakukan dialog dengan warga yang lain tentang visi, misi dan program-program yang akan dilakukan oleh calon presiden dan calon wakil presiden. Media sosial seperti Facebook telah memungkinkan warga masyarakat untuk berdiskusi tentang alasan-alasan mengapa mereka mendukung calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.

Setiap warganegara akhirnya harus membuat keputusan tentang siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang didukungnya.  Keputusan untuk membahasnya pada status di Facebook adalah bagian dari pertanggungjawabannya terhadap masa depan Indonesia.  Rumusan langsung, umum, bebas, dan rahasia harus dimengerti secara benar, bahwa proses rahasia pada saat pemungutan suara perlu dijaminkan untuk menjaga validalitas suara pemilih pada saat mencoblos. Tetapi proses mendialogkan, mendiskusikan pandangan-pandangan sepasang kandidat presiden dan wakil presiden tidak harus dilihat sebagai suatu kerahasiaan.  Mengungkapkannya adalah bagian dari kedewasaan pendidikan politik untuk mempersiapkan seorang warga negara melakukan pemilihan resmi pada tanggal 9 Juli 2014. Karena itulah, jadilah diri sendiri untuk setiap warganegara  Indonesia sehingga memilih calon presiden dan wakil presiden RI periode 2014-2019 tanpa rasa takut, beradab, mengedepankan perdamaian  dan dilakukan berdasarkan hati nurani yang Pancasilais.

Rabu, 18 Juni 2014

Jakarta berikanlah Jokowi kepada Indonesia! Mengkritisi Ahok: Logika SARA Menyesatkan!


Jakarta berikanlah Jokowi kepada Indonesia!

Mengkritisi Ahok: Logika SARA Menyesatkan!

Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

 

Masih segar dalam diri saya merasakan getaran pemilukada (pemilihan kepala daerah) di Jakarta tanggal 20 September 2012. Saya pernah menulis untuk "Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua", pemilukada tersebut seolah menghadirkan kesejukan demokrasi yang sudah lama mati. Pemilukada Jakarta membawa kembali harapan kepada demokrasi di Indonesia. Ketika itu, ekskalasi isu SARA menjulang tinggi.  SARA kepanjangan dari Suku, Agama, Ras dan antar golong. Jokowi seorang muslim menggandeng seorang nasrani. Masyarakat tidak dikacaukan hatinya, tidak dibuatkan bimbang karena PDIP bergandengan dengan Gerinda, melawan Fauzi Bowo dan Nara yang didukung oleh partai Demokrat dan partai-partai lainnya yang oleh tokoh partai Demokrat dikatakan didukung semua partai (Republika, 21 Juli 2012). Ketika itu, SARA menjadi bom waktu untuk menghancurkan cagub dan cawagub yang diusung oleh hanya partai PDIP dan Gerinda. Sekalipun isu SARA gencar menghantam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, malahan Jokowi yang menggandeng Ahok seorang Kristen ternyatalah yang dipilih oleh warga Jakarta.

 

Dihantam badai SARA menyebabkan Jokowi sebagai Kepala Daerah terpilih, gubernur sah meneruskan pendidikan politik untuk mendidik warga Jakarta sebagai masyarakat Pancasila yang menjadi cita-cita bersama di Indonesia. Ketika Lurah Susan Jasmine Zulkifli terpilih menjadi kepala daerah di desa Lenteng Agung, beliau ditolak masyarakat karena alasannya seorang Kristiani. Dialog yang digagaskan Jokowi dengan masyarakat telah mengubah persepsi mereka sehingga akhirnya menerima ibu Susan sebagai Lurah di Lenteng Agung.

Tadi malam kami mendiskusikannya di  timeline saya di Facebook. Saya senang mengangkat kemajuan pluralisme yang sedang mengubah Jakarta tetapi kemudian juga sekarang sedang dihancurkan oleh politik minoritas yang menggunakan isu SARA  baik oleh Ahok,sebagai pejabat sementara Gubernur Jakarta maupun Prabowo Subianto, yang menjadi calon presiden.  Pemberitaan Tempo mengagetkan saya yang sedang jauh dari tanah air. Tempo tgl 17 Juni 2014 menuliskan artkel dengan judul "Elektabilitas Jokowi Turun di DKI, Ini Kata Ahok", dipublikasikan bertepatan dengan tersebarnya spanduk-spanduk yang menulis: “Jokowi tetap Gubernur, Pilih Nomor 1” seperti diberitakan oleh Detikcom dan media elektronik lainnya.

Saya katakan kepada masyarakat dunia maya, bahwa politik minoritas yang dimainkan oleh Ahok menunjukkan kemunduran Jakarta, karena pencapaiannya sudah lebih maju dengan kasus Lurah Susan. Ahok sendiri terlibat dalam kebijakan gubernur Jokowi untuk penempatan pejabat sebagai pelayan publik tidak berdasarkan agama, ras, tetapi kapasitasnya (right person in the right place).  Ahok menggunakan keminoritasnya untuk mendukung kepentingan partainya, Gerinda, yang mencalonkan Prabowo Subianto menjadi presiden RI.  Jadi sebenarnya Ahok sedang menghancurkan cita-cita Pancasila karena lebih melayani kepentingan partainya daripada keIndonesiaan yang katanya diperjuangkan oleh partainya sendiri.

Spanduk-spanduk ini yang diserbarkan dengan sekaligus didukung oleh "masyarakat" Jakarta adalah bentuk dari kampanye hitam. Mengapa spanduk-spanduk ini baru muncul sekarang sesudah Debat Presiden kedua tanggal 15 Juni 2014? Mengapa ia tidak muncul ketika pejabat dari Kementerian Dalam Negeri bertemu Jokowi di rumah dinas gubernur untuk menyerahkan Keppres yang ditandatangani oleh Presiden SBY tentang pemberhentian sementara Jokowi sebagai gubernur DKI Jakarta sampai pengumuman resmi dikeluarkan oleh Komite Pemilihan Umum tentang pejabat Presiden dan Wakil Presiden. Keppress yang ditandatangani tanggal 31 Mei disampaikan langsung kepada Jokowi tanggal 1 Juni 2014.

Dengan melihat kronologis pemberhentian sementara Jokowi sebagai gubernur Jakarta, sangat jelas kepada saya, bahwa pejabat gubernur Jakarta, Ahok sebagai pejabat negara sedang bermain-main dengan isu SARA  yang bertujuan untuk kepentingannya sendiri dan sekaligus memecahkan keindonesiaan yang sudah dibangunnya sendiri dengan gubernur Jokowi. Ini adalah bentuk kampanye hitam karena mencantumkan kata gubernur untuk Jokowi padahal sekarang ini yang menjadi gubernur adalah Ahok. Sebagai seorang penjaga Indonesia dari upaya oknom yang sengaja menggunakan SARA untuk memecahkan bangsa, saya mohon Bawaslu menindak dan menurunkan spanduk-spanduk tersebut.

Bulan madu PDIP- Gerinda seolah-olah sudah berakhir. Pencalonan Jokowi , gubernur Jakarta sebagai calon presiden  RI periode 2014-2019 yang diusung oleh PDIP, Nasdem, Hanura, PKB ternyata harus memisahkan Jokowi dari pasangan wakil gubernurnya, Ahok yang didukung oleh Gerinda. Pencalonan Jokowi sebagai calon presiden yang berpasangan dengan Jusuf Kalla sebagai calon wakil presiden harus berhadapan dengan Prabowo Subianto sebagai calon presiden dan Hatta Rajasa sebagai calon wakil presiden diusung oleh partai Gerinda dengan mendapat dukungan dari Partai Golkar, PPP, PAN, PKS, PBB. Untuk melakukan masa kampanye, Jokowi harus melakukan cuti dan telah mendapat surat pemberhentian sementara seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Jadi Indonesia sedang dalam sorotan dunia saat ini.  Pemilu presiden dan wakil presiden untuk periode 2014-2019 akan dilaksanakan pada tanggal 9 Juli 2014. Sejak tanggal 4 Juni sampai dengan tanggal 5 Juli 2014, kedua kubu calon presiden dan wakil presiden sedang melakukan kampanye untuk menjelaskan kepada warga masyarakat tentang visi dan misi dari masing-masing untuk bisa didukung oleh warga masyarakat di seluruh Indonesia.  Jalannya kampanye seru. Masing-masing kubu harus bertemu dengan konstituennya di seluruh Indonesia. Selama masa kampanye Komite Pemilihan Umum menetapkan 5 kali penyelenggaraan debat presiden.  

Tetapi kampanye dengan menggunakan isu SARA menunjukkan warga Indonesia belum matang dalam berdemokrasi.  Ahok sebagai pejabat Gubernur Jakarta pantas mendapat teguran dari Bawaslu karena dalam UU Pemilu sebagai pejabat negara dilarang melakukan kampanye. Ahok ketika memberikan pernyataan di Tempo bukan dalam kapasitas sebagai seorang anggota Gerinda, tetapi adalah pejabat untuk melayani seluruh masyarakat Jakarta.  Penyataan itu bersifat kampanye terselubung yang harus mendapat teguran dari Bawaslu.  Kalau Ahok mau berkampanye harus mundur dari pejabat gubernur sebagaimana diatur dalam UU Pemilu yang telah dilakukan oleh Jokowi. Karena itu sangat penting rakyat Indonesia mengerti tentang politik yang bertujuan untuk melayani bangsa dan negara bukan untuk memecah belahkan rakyat.

Sekalipun elektibalitas Jokowi menurun seperti dikatakan oleh Ahok,  tetapi menurut saya, Indonesia bukan hanya Jakarta.  Indonesia ada pada 32 propinsi lainnya yang hak perhitungan suaranya sama karena tidak menggunakan sistem elektoral seperti di Amerika Serikat. Jadi seharusnya Jakarta melepaskan Jokowi untuk Indonesia.

 Indonesia membutuhkan Jokowi  untuk membangun bangsa dan negara ke jalan yang benar bukan sekedar demi kekuasaan dan kerakusan para politikus. Pencalonan Jokowi adalah kehendak rakyat bukan sekedar pilihan Megawati Soekarnoputri. Jakarta tidak bisa menahan Indonesia untuk mendapatkan puteranya yang terbaik memimpinnya.  Bukankah Gerinda kecewa karena PDI-P tidak mendukung Prabowo Subianto menjadi capres? Jadi sekarang jelas, politik SARA dimain-mainkan untuk memenangkan Prabowo Subianto yang baru saja mengomentari tentang orang-orang Indonesia Timur cocok jadi tentara? Tentang ini saya akan bahas pada tulisan terpisah, tetapi kedua pemimpin ini, baik Ahok dan Prabowo Subianto bermain-main dengan SARA untuk memecahkan bangsa pantas dipertanyakan sekarang. Apakah mereka pantas menjadi pelayanan publik bagi masyarakat di Jakarta dan di Indonesia?

Selasa, 20 Mei 2014

Menutup tanggal 20 Mei 2014, Mengelitik tanggungjawab Prabowo Subianto!





Menutup tanggal 20 Mei 2014, Mengelitik tanggungjawab Prabowo Subianto!


Oleh Farsijana Adeney-Risakotta


 


Terang dibalik pohon-pohon yang menghitam. Malam sudah datang sekalipun kegelapan jatuh dari langit baru sekitar jam 8.30. Hati saya gelisah. Sudah lama saya ngak menulis untuk blog Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua. Tulisan yang sama bisa juga dibaca dalam bahasa Inggeris pada blog PIZZA. Tapi hanya malam ini saya kembali menarikan jemari di atas tuts. Dulu saya pikir kata-kata saya akan kering karena proses verbalisasi seni dilakukan dalam bentuk patung dan melukis yang mengambil seluruh tenaga saya. Saya untuk beberapa bulan ini sedang mengerjakan karya seni dengan tema Papua. Sebenarnya saya berbagi dalam bentuk komentar pada status saya di FB tentang kerja-kerja seni ini, tetapi akan lebih indah apabila saya menulis sebagai suatu bagian yang terintegrasi. 


Hanya malam ini kegelisahan yang sangat mendalam menyungkirbalikan asumsi saya tentang otak kiri yang sedang mengendalikan proses kreatifitas diri. Mungkin batas antara otak kiri dan kanan menjadi tipis ketika saya tahu karya seni hanyalah alat menyuarakan keprihatinan. Kegelisahan saya adalah keprihatinan. Tepat! Kegaluhan seperti malam yang datang merebut terang. Biarkanlah saya menikmati lamanya siang yang mulai lebih panjang pada musim semi daripada musim dingin.


 Malam pekat mengintai di luar. Saya membiarkan angin segar menyusup dari bawah jendela tetapi mempersilahkan malam tinggal di luar. Malam berjaga-jaga bersama bunga-bunga putih mungil yang dalam bahasa Jerman disebut “meiglockchen”. Seorang sahabat saya, Aurita yang tinggal di Jerman beberapa hari lalu membagikan cerita keluarga tentang meiglockchen. Sekarang keharuman meiglockchen masuk bersama udara segar ke dalam rumah. Tiga potong “meiglockchen” sudah lebih dulu ada dalam vas bunga di atas meja makan. Saya memetik dan menghiasinya untuk makan malam kami. Tapi bukan karena “meiglockchen” saya menulis sekarang.  Mengapa di tengah harum wangi saya mencium bunga bangkai? Ada apa dengan keharuman itu sendiri?


Hari ini tanggal 20 Mei 2014. Di Indonesia, sudah tanggal 21 Mei, tetapi masih beberapa jam lagi sebelum tanggal 20 Mei mundur berganti tanggal 21. Apa yang dilakukan oleh saudara-saudari saya di Indonesia untuk merayakan tanggal istimewa, 106 tahun hari Kebangkitan Nasional  dan 16 tahun hari Gerakan Reformasi.?  Hari ini, tanggal 20 orang-orang bisa merenungkan tentang apa yang sedang terjadi 16 tahun  lalu tetapi dengan sangat ironis kita juga melihat sendiri, bahwa Prabowo Subianto yang membunuh rakyat dalam gerakan Reformasi pada bulan yang sama, 16 tahun kemudian sedang menguatkan langkahnya ke Istana Negara.  Kita tergetar melihat ambisi Prabowo Subianto untuk menjadi presiden Indonesia.   Padahal 16 tahun lalu Prabowo Subianto adalah Pangkostrad yang bertanggungjawab untuk kekerasan yang terjadi di Jakarta. Pemerkosaan perempuan-perempuan Tionghoa, penembakan mahasiswa Trisakti, yang sebelumnya diikuti dengan kasus penculikan mahasiswa-mahasiswi.  


Kompas tanggal  18 Desember 2012 menuliskan tentang pengakuan Prabowo yang menyesal tidak melakukan kudeta kepada presiden Habibie. Perkataan Prabowo dibenarkan oleh Habibie, yang menggambarkan bahwa adanya pergerakan TNI AD masuk ke arah Kuningan dan menuju Istana Negara. Dalam buku Detik-Detik yang menentukan  karya BJ Habibie (2003), Wiranto dikatakan melaporkan tentang masukannya pasukan ke Istana Negara.  Habibie kemudian melakukan pertemuan tanggal 22 Mei 1998 di Istana Negara  bersama Prabowo. Dalam pertemuan itu, Habibie menuturkan argumentasinya untuk memecat Prabowo sebagai Pangkonstrad karena dianggap menggerakkan pasukan AD untuk memasuki daerah yang bukan kewenangannya.  


Jadi kegelisahan saya sebenarnya terkait dengan nasib Indonesia yang sedang termabuk karena membiarkan seorang mantan  pelanggaran HAM untuk menjadi Presiden Indonesia.  Jakarta Post pernah memuat tulisan Aboeprijadi Santoso yang dalam kunjungannya ke desa Kraras kira-kira 300 meter dari kota Dili di Timor Leste, dimana terjadi pembunuhan masal kepada masyarakat sipil tak bersenjata atas perintah presiden Soeharto,  yang didukung oleh pejabat-pejabat teras AD yaitu Benny Moerdani, Wiranto, Kiki Syahnakri dan Prabowo.  Tetapi Prabowo dengan pasukannya Chandraka 8 yang melakukan pembasmian kepada 287 orang pada tanggal 17 September  1983.  Pembunuhan masal ini dianggap tindakan yang benar karena Indonesia merendam gerakan masyarakat Timor Leste untuk menentukan nasib sendiri terpisah dari Indonesia.  Terlampir tulisan Aboeprijadi Santoso di Jakarta Post.


Dalam tulisan yang sama di Kompas, tanggal 18 Desember 2012 dijelaskan bahwa Prabowo menerima pemecatan dari Habibie karena mengerti Presiden pegang kekuasaan tertinggi atas angkatan perang. Menjadi Presiden adalah langkah terakhir Prabowo Subianto untuk memperoleh kekuasaan tertinggi termasuk angkatan perang. Sejarah pelanggaran HAM yang terjadi dalam perang antara Indonesia dan Timor Leste  hampir dilupakan oleh masyarakat Indonesia.  Tetapi  dalam sejarah perang Timor Leste, masyarakat biasa masih terus mengingatnya. Hal yang sama juga terjadi dengan sejarah Gerakan Reformasi yang berusia 16 tahun. Rakyat tidak melupakan Prabowo Subianto karena  turut bertanggungjawab terhadap kekerasan militer yang terjadi kepada masyarakat sipil.. Kekerasan yang terjadi di seantero Indonesia, ada hubungan dengan konspirasi para elite yang bermain-main dengan isu SARA untuk meremukkan warganya sendiri.  Siapakah yang harus bertanggungjawab! Jelas, ia adalah Prabowo Subianto.


Saya menulis kegelisahan ini karena yakin bahwa setiap orang Indonesia punya hati nurani untuk menolak kekerasan yang dilakukan atas nama negara terhadap warga biasa.  Kekerasan negara dipandang dari segi kepentingan negara dianggap sebagai penertiban sehingga kehidupan rakyat tersia-siakan. Tetapi saya juga percaya, rakyat semakin dewasa dan tanpa takut berupaya untuk mengerti apa yang sedang terjadi dengan bangsanya. Tulisan ini adalah antidote untuk membantu kita semua sadar dari keracunan yang ikut termakan tanpa disengaja.  Menulis antidote bertujuan untuk mendorong rakyat sendiri untuk menggunakan hatinuraninya dalam memilih kandidat presiden RI. Salah pilih presiden, berarti warga mengizinkan seorang seperti Prabowo Subianto melakukan revisi sejarah tanpa mengakui kebenaran tentang apa yang pernah dilakukannya kepada bangsa dan masyarakatnya. 

Rabu, 19 Februari 2014

Ucapan belasungkawa dan dukungan terhadap tuntutan Dewan Adat Paniai


 Ucapan belasungkawa dan dukungan terhadap tuntutan Dewan Adat Paniai
 Oleh Farsijana Adeney-Risakotta


Petisi Warganegara NKRI untuk Papua

Menyampaikan ucapan belasungkawa kepada Dewan Adat dan warga masyarakat di Paniai atas kematian yang tragis terhadap seorang warganegara NKRI bernama  Yulianus Yeimo. Tubuhnya ditemukan meninggal di dalam sungai Bontai, kampung Dagouto, Distrik Paniai Timur. Diduga ia dibunuh kemudian jazadnya dibuang ke sungai. Luka-luka ditemukan di bagian hidung, dada, muka dan goresan di beberapa tempat di dada. Alasan pembunuhan tidak jelas tetapi diduga dibunuh oleh OTK (Orang Tidak Dikenal). Pada tanggal 18 Agustus 2012, Yulianus Yeimo disiksa oleh Aparat TNI karena dituduh merobek bendera Merah Putih. Menurut berita yang dirilis oleh Dewan Adat Paniai, Yulianus Yeimo sakit ingatan sejak tahun 2009. Kejadian perobekan bendera terjadi ketika ybs melewati lapangan dan memberikan hormat kepada bendera. Kemudian ybs menurunkan bendera dan merobeknya.

Atas kejadian tersebut Dewan Adat Paniai menyampaikan tiga tuntutan. Petisi Warganegara NKRI untuk Papua menulis tuntutan dari Dewan Adat Paniai.

Tuntutan kami adalah:

  1. Kapolda Papua dan PANGDAM XVI Bumi Cendrawasih agar segera memerintah Kapolres Paniai dan DANDIM Paniai, untuk mengusut tuntas pelaku kekerasan terhadap Yulianus Yeimo;
  2. Kapolda Papua dan Pangdam XVI Bumi Cendrawasih agar menghentikan operasi militer dengan jalan patroli-patroli di Paniai, karena Paniai sudah aman dan terkendali.
  3. Kami meminta kepada Pangdam XVI Bumi Cendrawasih agar personil yang berlebihan di Paniai seperti  Kopasus, Paskhas, BIN, agar ditarik dari Paniai.

 

Dari penjelasan yang ditulis oleh Dewan Adat Paniai, Petisi Warganegara NKRI untuk Papua mendukung Dewan Adat Paniai untuk meminta perhatian dari pemerintah pusat di Jakarta maupun di tanah Papua untuk segera memberikan rasa aman kepada anggota masyarakat di tanah Papua.

Penegakan keamanan dan perdamaian di tanah Papua adalah hak orang asli Papua, terutama menjelang Pemilu 2014 yang tinggal diambang pintu.  Dukungan sesama warganegara untuk meminta pemerintah pusat dan daerah memberikan keamanan dengan mengurangi aparat TNI seperti yang disampaikan oleh Dewan Adat Paniai sangat diharapkan. Papua merupakan daerah operasi militer yang terlama di dua sesudah Palestina, karena itu dukungan warga dunia terhadap Papua sangat dibutuhkan.

Sementar itu, pengerebekan dan penembahan kepada orang asli Papua, warga sipil yang sedang beribadah di Gereja. Mereka ditembak oleh aparat TNI.  Kejadiannya di Gereja Indonesia di Indonesia  (GIDI) di jemaat Dodopaga,  dan jemaat Kulirik di Kabupaten Puncak Jaya.  Anggota Brimob dan Densus 88 mengepung warga gereja dan gereja dibakar. Pendeta disiksa dan ditikam dengan pisau sangkur.  Insiden ini menyebabkan dua korban bernama  Lurugwi Morib, yang adalah Kepala Desa setempat dan Pamit Wonda sebagai Pendeta Jemaat.

Petisi Warganegara NKRI untuk Papua mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan dan HAM yang ditetapkan dalam UU No.21 Tahun 2001 tentang pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk segera mengakhiri konflik berkepanjangan yang diposisikan sebagai konflik antara negara dengan rakyat. Argumentasi  negara bahwa orang asli Papua ingin merdeka dari NKRI selalu dipergunakan sebagai legitimasi untuk melakukan pembunuhan dan pelenyapan warganegara NKRI.  Argumentasi ini harus dipertanyakan karena semakin banyak orang asli Papua yang dibunuh, dimasuk dalam penjara dan mengalami penyiksaan. Mengapa Indonesia mendiamkan dan menggunakan alasan tuntutan kemerdekaan Papua  untuk membunuh warganegaranya sendiri? Mengapa warga dunia diam? Mengapa PBB diam?

Petisi Warganegara NKRI untuk Papua meminta perhatian berbagai pihak untuk mengakhiri kebohongan publik yang sedang dijalankan oleh pemerintah RI terhadap orang asli Papua. Tegakkanlah UU No.21 Tahun 2001 pasal 42 tentang pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk mengakhiri kekejaman negara beradab dan berdaulat terhadap warganegaranya sendiri.

Sumber berita:

Senin, 17 Februari 2014

Ngalor Ngilor Nongkrong di Facebook: Dari Advokasi, Amal dan Perubahan Bangsa melalui Pemilu 2014


Ngalor Ngilor Nongkrong di Facebook: Dari Advokasi, Amal dan Perubahan Bangsa melalui Pemilu 2014.

Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

 

Sampai sekarang saya masih sulit duduk lama. Tulisan yang panjang belum banyak saya selesaikan. Potongan-potongan tulisan lebih membantu penyembuhan saya. Sambil berjalan atau tidur saya menyelesaikan potongan-potongan tulisan tersebut.  Kesembuhan sesudah kecelakaan mengubah cara kerja dan berdampak terhadap pengolahan aspirasi sahabat-sahabat di Indonesia. Saya seumpama seorang yang sedang menyelam dan bekerja di bawah laut. Di dalam lautan atau di atas awan, tidak penting bagi saya untuk bertanya di mana kabel-kabel jaringan komunikasi digital dibentangkan.  Manfaat yang luarbiasa sedang terjadi adalah membangun kerja-kerja antara negara, daerah, etnis, agama dan usia sedang mengubah cara berkomunikasi manusia saat ini.

Istilah yang digunakan untuk menyebut komunitas dunia maya membuka jalan untuk mengerti bentuk komunitas yang sangat berbeda dengan komunitas dalam real time. Komunitas dunia maya berinteraksi dengan bahasa tulisan, gambaran seperti foto atau lukisan dan suara dalam bentuk video.  Komunitas dunia maya melebihi istilah perkampungan.  Dalam real time, suatu kampung dipahami sebagai teritori yang proses memasukinya harus melalui berbagai tahap yang berlapis-lapis. Pada komunitas dunia maya, kampungnya sangat transparan. Interaksi bisa terjadi tanpa harus melewati proses pertemanan. Karena dalam satu jaringan ada berbagai sub jaringan lain yang akan terlibat dalam interaksi lebih luas atau tidak sama sekali.

Sejak tahun 2007 sesudah diundang oleh teman saya, Shawn Landers, baru sekarang dalam situasi saya mengalami proses penyembuhan dari kecelakaan, pemahaman yang sudah ada tentang komunitas dunia maya lebih dioptimalkan.  Facebook adalah hasil dari kolaborasi sahabat-sahabat Fulbright yang sampai sekarang masih saling menguatkan satu sama lain dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk saling memahami, kerja untuk keadilan dan perdamaian di dunia. Selain, Shawn Landers yang berada di California, Maureen di Scotland, Harun di Pakistan, Saheed di Afrika, telah memberikan inspirasi kepada saya untuk bekerja menguatkan komunitas akar rumput yang ada di Indonesia.

Kerja bersama anak, pemuda dan perempuan di Yogyakarta,  dengan meluaskan dukungan kepada sahabat-sahabat di luar Yogya, seperti di Maluku, Papua, Sumatera, Kalimatan dan Sulawesi telah melahirkan keterhubungan kerja melalui Facebook.  Keterhubungan dibentuk karena ada kerja nyata dalam komunitas di real time. Baru-baru ini, bersama dengan sahabat-sahabat dari Sumatera Utara, Papua, Jakarta, NTT, Yogyakarta, secara bersama-sama saling bahu membahu membangun dukungan untuk membantu pengungsi erupsi Sinabung. Dukungan komunitas sosial maya diorganiser melalui Page Lelang Amal untuk Pengungsi Sinabung yang pengelolanya adalah saya dan ibu Deva Alvina Br. Sebayang. Tetapi gerakan bantuan sosial dari komunitas sosial maya bisa mendapat dukungan dari berbagai pihak karena terbentuk sukarelawan-sukarelawan yang disebut HUB. HUB adalah orang-orang yang menjadi kunci dalam penyebaran berita tentang proses pengumpulan dana publik dari komunitas Dunia maya. Dengan kerja keras dari HUB, seperti mba Vensca Virginia Ginsel yang membawa jaringan Twitternya pada hari pertama Lelang Amal untuk Pengungsi Sinabung, telah menghasilkan dana sebesar Rp 11.000.000,-  Penambahan dana lain dilakukan melalui jaringan pertemanan dari berbagai sahabat yang berada di dalam Indonesia maupun di seluruh dunia.

Pada hari Jumat, tanggal 14 Februari 2014, dana bantuan tersebut yang langsung di kirim kepada bu Deva Alvina Br.Sebayang sudah diserahkan kepada para pengungsi yang berada di Batukarang dan . Jeruk di tanah Karo.  Pengumuman tentang donoratur dan proses penyerahan bantuan bisa dilihat langsung pada page Lelang Amal untuk Pengungsi Sinabung (http://www.facebook.com/pages/Lelang-Amal-Untuk-Pengungsi-Sinabung/241456166034803).

Sementara proses menolong pengungsi Sinabung dilakukan, letusan Kelud telah menyadarkan kita bersama tentang pentingnya warga masyarakat terlibat memperjuangan kepentingannya sendiri. Pengungsi Sinabung perlu mengerti tentang peta daerah bahaya dari kontur fisik gunung Sinabung.  Ketidakpengatahuannya berdampak terhadap kewaspadaan masyarakat terhadap gunung berapi yang dapat menyebabkan mereka cenderung takut. Padahal sebagai orang gunung, masyarakat hidup sehari-hari di gunung, diri mereka adalah bagian dari gunung. Gunung telah memberikan banyak berkat kepada masyarakat. Pengawalan dalam menguatkan pemahaman terhadap hak-haknya dilakukan dalam nongkrong-nongkrong di Facebook. Saya sangat bersyukur bisa bersama-sama dengan sahabat-sahabat di Indonesia melewati masa-masa kritis yang sedang dialami di tanah air.

Kelud sebagai suatu fenomena vulkanologi ternyata mengantarkan perluasan percakapan untuk memahami tindakan tafsir simbolik yang menjelaskan tentang penamaan Kelud. Kelud dalam bahasa Jawa berarti bebersih. Penamaannya dilakukan karena secara kenyataan ketika Kelud meletus, abunya juga menutupi seluruh pulau Jawa. Masyarakat bersusah payah membersihkan daerahnya masing-masing.

Kelud meletus sebelum Pemilu 2014 diartikan oleh masyarakat dalam dunia nongkrong-nongkrong FB sebagai peringatan kepada Indonesia. Tanggungjawab presiden SBY dalam membangun bangsa dan negara sedang diusi melalui letusan Kelud.  Alasan-alasan dimunculkan untuk menunjukkan bahwa kelud merupakan peringatan kepada bangsa Indonesia.  Sejak Reformasi sampai saat ini persoalan keterpurukan Indonesia belum selesai. Indonesia masih mengalami berbagai masalah yang kebanyakan orang melihat sebagai bagian dari kepemimpinan Presiden SBY yang lemah.

Wacana pemimpin alternatif mulai mengulir untuk dibahas. Sekarang tinggal 51 hari sebelum Pemilu 2014, pada bulan April 2014. Dalam pembahasan tsb, semakin jelas tentang sikap penolakan generasi muda untuk menolak mengikuti Pemilu. Golong putih (Golput) tampil menguat disebabkan karena harapan kepada kepemimpinan Indonesia yang baru tanpa sejarah kekerasan, pelanggaran HAM dan Orde Baru terkesan menipis. Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia, yang saat ini mempunyai kandidat populer didukung oleh rakya Indonesia, Yokowi ternyata masih belum jelas tentang keterlibatannya dalam bursa Capres. 

Apatisme terhadap generasi muda inilah mendorong saya untuk mempersiapkan deretan pendidikan pemilih yang komunikatif kepada sahabat-sahabat yang terjaring dalam komunitas sosial media Facebook.

Tulisan ini sekalipun ditulis dalam kurun waktu yang lama karena harus diketik sambil berdiri atau berjalan, saya upayanya untuk diperluas melalui blog Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua. Kiranya dari tulisan ini akan ada kekuatan saya untuk menulis lebih banyak sambil menahan kegelisan dari kesakitan tubuh demi kehidupan demokrasi di Indonesia.  Indonesia seperti bunga yang sangat indah tetapi sekaligus rentan untuk dilindungi bersama. Kampanye kesadaran tentang kerentanan Indonesia saya lakukan dengan melukis sambil menulis potongan-potongan tesis statement yang bisa mendorong pemikiran dan diskusi komunitas FB tentang tanggungjawab bersama membangun Indonesia. Perubahan Indonesia ada di tanganmu sahabat saya!

Selasa, 21 Januari 2014

Kerentanan saya dan kelangsungan perjuangan Papua pada perayaan hari Martin Luther King

With Lorie at Walker Center. I do not have to wear a body brace anymore!

Kerentanan saya dan kelangsungan perjuangan Papua pada perayaan hari Martin Luther King

Oleh Farsijana Adeney-Risakotta


Hari ini, 20 Januari 2014,  hari pertama saya mulai menulis lagi sesudah tanggal 11 Januari 2014 saya melepaskan body brace. Ketika body brace dipasang untuk menopang struktur tulang belakang, saya merasa tenang sementara menulis. Saya bersyukur semakin sehat. Sehari sebelum body brace dilepaskan, saya berenang di Kolam Renang Boston University. Dokter merekomendasikan supaya memasuki bulan ke tiga, saya bisa bergerak tanpa body brace. Body brace memberikan banyak proteksi kepada tubuh. Hari ini, pertama kali saya mengunjungi pusat rehabilitasi untuk memulai terapi. Sebelumnya saya lakukan sendiri di rumah, termasuk ketika berenang saya melakukan gerakan-gerakan untuk menguatkan kembali otot yang tidak berfungsi selama tulang belakang yang patah disembuhkan.

 

Kegiatan yang paling menyenangkan sesudah body brace dilepaskan adalah melukis. Gerakan menulis di laptop berbeda dengan gerakan melukis. Saya merasa tidak capek ketika melukis. Jadi saya memutuskan untuk melukis sejak memasuki tahun 2014. Saat ini saya menyelesaikan lukisan untuk mengingat perjuangan orang asli Papua di Indonesia. Saya menafsirkan cerita dari 12 tokoh Papua yang disunting oleh Farhardian, buku yang saya baca ketika keluar dari rumah sakit di Ventura.  Tokoh-tokoh Papua lahir di daerah yang sangat indah. Saya sudah berjalan banyak di berbagai tempat, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain, hanya Papua yang mengingatkan saya kepada negara bagian di sebelah barat dari USA, yaitu Oregon dan Washington. Kami dalam perjalanan  bulan Juli 2013 ke Boston di sebelah pantai timur, melewati dari Oregon dan Washington di bagian barat dari Berkeley, San Francisco, California. Saya selalu terkagum dengan keindahan dibalik gunung ada jalan raya dan kota kecil yang indah.

 

Papua berbeda. Jalan raya yang menghubungkan daerah pedalaman dan pesisir belum tersedia sehingga satu-satu pengangkutan adalah menggunakan pesawat. Washington State di bagian timur sangat berkesan bagi saya, karena dari sinilah, apel Washington dikirim ke Indonesia. Kami bisa membeli apel Washington di Yogyakarta, kota di mana saya tinggal di pantai selatan pulau Jawa.  Perubahan kemajuan di Washington Timur di mulai sejak tahun 1930s ketika jalan raya mulai dibangun. Gunung dipotong untuk bisa menembusi perkampungan di belakangnya. Ketika kami melewati jalan raya di Washington Timur, saya membisik kepada diri sendiri, harusnya Papua dengan tekstur alam yang sama, gunung-gunung, lembah-lembah dan sungai bisa menikmati jalan-jalan raya seperti ini. Terutama sesudah Papua memberikan banyak kontribusi kepada perusahaan tambang terbesar di dunia yaitu, Freeport, suatu perusahaan Amerika Serikat.

 

Jadi ketika saya tidak bisa menulis dua minggu lalu karena ketidaknyamanan pada tubuh, saya melukis Papua dengan merasakan pengalaman perjalanan di Washington Timur maupun ketika saya ke Papua mengunjungi Jayapura, Biak, Serui dan Waropen. Melukis alam Papua yang melahirkan pemimpinnya mendorong saya merefleksikan secara mendalam suasana bathin orang asli Papua.

 

Hari ini saya bercerita kepada therapis, Teresa Townsend tentang keinginan saya menulis lagi. Bisakah saya dibantu sehingga merasa nyaman menulis. Dengan bantuannya saya sekarang mengerti bahwa kenyamanan itu ada pada cara saya duduk. Ketika saya menggunakan body brace, saya duduk di separuh dari bagian tengah ke depan kursi. Saya merasa nyaman, sambil setiap 30 menit bisa berdiri untuk merenggangkan tubuh. Tetapi sesudah body brace dilepaskan, posisi duduk ini sangat tidak menyenangkan. Konsentrasi saya terganggu setiap 15 menit, saya mulai merasa sakit pada punggung dan lengan. Tadi pagi, terapis saya memperbaiki cara saya duduk.

 

Teresa menggulung handuk putih dan memberikan kepada saya untuk dipasangkan di bagian belakang dari tulang belakang supaya saya bisa  menyandarkan tubuh padanya yang akan menekan ke kursi. Sekarang saya melakukannya sambil mengetik tulisan ini. Kadang-kadang gulungan handuk meluncur dari bagian tengah punggung ke dudukan kursi bagian belakang. Saya berhenti memperbaikinya. Tetapi saya merasa tenang menulis sesudah praktek duduk yang benar untuk menguatkan otot yang lemah sesudah dua bulan lebih tidak berfungsi.

 

Sambil membandingkan otot kecil dari kaki seorang yang dibalut gibs selama beberapa bulan, terapis saya menjelaskan, kondisi otot tulang belakang saya yang juga kecil seperti otot kaki ketika dilepaskan dari gibs. Saya tidak pernah menyadarinya, karena sebelum kecelakaan, saya adalah seorang jogger. Saya lari seminggu 25 miles. Saya juga senam, dan menari. Tubuh saya sehat dan kuat untuk menanggung pekerjaan fisik seperti memacul pekarangan samping di rumah kami saat ini untuk membuat kompos. Dengan tubuh yang sehat ini saya mengendarai motor atau mobil ke desa-desa untuk mengajar perempuan di seluruh propinsi DI. Yogyakarta.

 

Saya juga bersyukur mendapat penjelasan yang penting sehingga saya bersama Teresa akan pelan-pelan bekerja bersama membangun kekuatan otot saya lagi. Tulang belakang T-11 dan L-4 yang patah sudah bertumbuh dengan baik sebagaimana dijelaskan oleh dokter ortopedik. Teresa juga dengan tersenyum menjelaskan tentang posisi tulang saya yang sangat baik. "Tidak ada masalah dengan tulang sekarang tetapi sekarang adalah waktunya untuk saya menahan diri membangun kembali kekuatan otot yang pernah ada",  demikian dikatakan oleh Teresa.

 

"Saya siap", demikian saya mengatakan kepada Teresa. Teresa membuat video tentang latihan yang saya lakukan tadi sehingga saya bisa menonton diri sendiri sambil mengulangi gerakan dasar untuk menguatkan otot bagian punggung dan perut. Teresa juga menambah waktu saya untuk melakukan terapi selama 9 kali di dalam satu bulan latihan. Pelan-pelan tingkat  kesulitan latihan otot ditambahkan. Selain berenang yang sangat disarankan, karena memberikan efek fleksibilitas untuk otot, saya disarankan menahan diri melakukan gerakan tubuh membungkuk yang mendalam seperti pada gerakan-gerakan Yoga. Teresa menjelaskannya karena saya mulai minggu depan akan mengikuti latihan yoga untuk penyembuhan. Teresa meminta saya menjelaskan kepada pelatih Yoga tentang kondisi tulang belakang saya yang masih perlu waktu untuk benar-benar menjadi kuat lagi seperti semula. Saya telah mengajarkan Yoga untuk meditasi kepada beberapa pemuda pada saat workshop tentang Gender dan homoseksualitas di Yogyakarta, tapi pelajaran Yogya penyembuhan yang berbeda. Saya menunggunya dan juga bahagia mempunyai komunitas untuk penyembuhan bersama.

Menulis pengalaman mengupayakan penyembuhan sangat penting untuk saya, karena saya ingin bisa terus menulis, dan melukis untuk perjuangan penegakkan hak azasi manusia di Papua. Sesudah melakukan fisioterapi saya mengendarai kendaraan pulang untuk menghadiri acara ramah tamah untuk komunitas di Walker Center di mana kami tinggal saat ini. Pertemuan ini juga untuk memperingati  kelahiran Martin Luther King yang dirayakan hari ini. Kelahirannya dirayakan sebagai hari Nasional di Amerika Serikat.  Terutama untuk masyarakat di Boston, Martin Luther King sangat khusus karena perjuangannya dimulai ketika ia masih menjadi mahasiswa teologi di Boston University.  Sekalipun Martin Luther King ditembak, tetapi perjuangan untuk mengatasi diskriminasi hak-hak masyarakat sipil di Amerika Serikat sudah mendapat tempat dalam kesadaran politik bangsa ini. Martin Luther King mewarisi prinsip perjuangan anti kekerasan kepada masyarakat dari berbagai bangsa di Amerika Serikat. Perjuangan anti kekerasan harus dipilih sebagai strategi tanpa harus merasakan takut terhadap kemungkinan kekerasan yang akan dialami oleh tubuh.

 

Jadi dalam pertemuan tadi di antara komunitas Walker Center, saya merenungkan tentang kerentanan tubuh manusia. Kelembutan kepada tubuh sendiri perlu diberikan tempat kepada setiap orang yang kerja dalam membangun kesadaran mengatasi diskriminasi terhadap seseorang atau sekelompok orang yang berbeda karena ras, golongan, status sosial dan agama. Kerentanan dihayati dengan membiarkan penderitaan orang lain mengalir keluar dari tubuh sendiri yang sedang mengalami kesakitan. Saya jelaskan tentang pengalaman mengalirkan kerentanan saya untuk mengerti kerentanan yang sedang diperjuangan oleh saudara-saudara asli Papua. Saya bersyukur menerimanya dan masih terus bekerja keras untuk membangun kekuatan tubuh dari kerentanan yang terjadi.

 

Ketika saya semakin sembuh, saya makin terharu karena nasib saudara-i Papua belum juga berubah. Apakah yang saya lakukan, menulis, dan melukis memberikan makna kepada perubahan yang sedang menuju meraih hasilnya? Terbesit pertanyaan tentang akhir dari perjuangan itu? Hari ini saya lihat pada kerentanan Martin Luther King, saya dibangunkan lagi untuk meneruskan percaya saya dalam iman di mana saya akan melihat satu saat harapan itu terwujud. Seperti lagu "We shall overcome", lagu yang sangat mengiris-iris hati  semua orang yang berjuang untuk kesamaan hak-hak hidup di Amerika Serikat. Ya percaya hari ini, perjuangan saudara-saudara saya di Papua akan tampil sebagai hasil dari kesabaran bersama untuk tidak pernah putus asa meminta dunia Indonesia, dunia  di Amerika Serikat dan di seluruh jagad raya menghadirkan keadilan dan perdamaian di Papua.

 

Di samping saya, seorang ibu berumur 99 tahun, Lorie. Lorie adalah pekerja sukarelawan untuk membantu mahasiswa asing menulis paper mereka supaya bisa mendapat nilai A. Dengan mata bangga dan berapi-api, Lorie menyayikan lagu-lagu perjuangan kesamaan hak-hak di Amerika Serikat selama gerakan masyarakat sipil yang dipimpin oleh Martin Luther King. Umurnya menjadi saksi tentang apa yang pernah terjadi dalam sejarah Amerika Serikat.  Lebih jauh, kematangannya untuk menggunakan kerentanananya melayani mahasiswa asing yang tinggal di Walker Center telah membuatnya bisa terus melayani sesama juga ketika ia sudah berusia 99 tahun. Perayaan ulang tahunnya ke-99 dilakukan pada tanggal 6 November 2013 yang pada saat itu saya sedang mondok di RS Ventura, California. Saya menunjukkan gelang pasien yang saya masih melilit lengan kiri saya  kepada Lorie. Ia tersenyum dan mengatakan, "God has plans for you dear!. Benar, Tuhan punya rencana untuk hidup setiap orang, saya merasa mengerti apa yang Tuhan ingin saya lakukan pada masa penyembuhan diri yaitu bersama dengan Papua saya sekaligus disembuhkan, dan Papua juga makin disembuhkan. Ini adalah iman, yang sesuatu yang saya lihat yang sekaligus menjawab keraguan saya tentang ketika saya semakin sembuh mengapa Papua belum berubah. Lorie benar! Tuhan sedang menyembuhkan saya juga menyembuhkan Papua dengan meluaskan suara orang asli Papua didengar ke seantero jagad raya.

 

Suami saya, pak Bernie juga berbagi pengalaman tentang masa pergerakan sipil yang ketika itu juga memunculkan gerakan black power dengan penekanan pada konflik sebagaimana digagaskan oleh Marcolm X. Sejarah diskriminasi terhadap orang Afrika Amerika memunculkan pilihan perjuangan politik yang mendasarkan pada konflik. Tetapi Martin Luther King berbeda. Dibesar dari tradisi Kristiani, ajaran anti kekerasan yang disadarkan pada kehidupan Kristus menjadi inspirasinya, demikian penjelasan dari seorang anggota lain dari komunitas Walker Center.  Alice, seorang mahasiswi di Boston College yang tinggal di Walker Center mengingatkan bahwa ajaran Martin Luther King menolong masyarakat untuk tidak takut juga terhadap kemungkinan kematian, karena ada harapan di balik kehidupan saat ini. Kekuatan anti kekerasan lahir dari Allah sendiri yang memberikan manusia kekuatan untuk menghadapi kemungkinan diperlakukan dengan kekerasan tanpa melawan balik.  Kematian yang terjadi di Papua adalah peristiwa pembunuhan yang harus dihentikan. Teriakan untuk meminta penghentian terus diperdengarkan oleh pemimpin-pemimpin Papua tanpa rasa takut dan tidak menggunakan kekerasan. Inilah harapan yang berakar dalam iman para pemimpin yaitu mereka yang Kristiani, melihat Yesus sebagai pejuang yang  bersama-sama dengan orang asli Papua bekerja untuk menegakan keadilan, kebenaran dan perdamaian.


We shall overcome, we shall overcome,
We shall overcome someday;
Oh, deep in my heart, I do believe,
We shall overcome someday.

The Lord will see us through, The Lord will see us through,
The Lord will see us through someday;
Oh, deep in my heart, I do believe,
We shall overcome someday.

We're on to victory, We're on to victory,
We're on to victory someday;
Oh, deep in my heart, I do believe,
We're on to victory someday.

We'll walk hand in hand, we'll walk hand in hand,
We'll walk hand in hand someday;
Oh, deep in my heart, I do believe,
We'll walk hand in hand someday.

We are not afraid, we are not afraid,
We are not afraid today;
Oh, deep in my heart, I do believe,
We are not afraid today.

The truth shall make us free, the truth shall make us free,
The truth shall make us free someday;
Oh, deep in my heart, I do believe,
The truth shall make us free someday.

We shall live in peace, we shall live in peace,
We shall live in peace someday;
Oh, deep in my heart, I do believe,
We shall live in peace someday.

 

Kami akan mengatasi , kami akan mengatasi
Kami akan mengatasi suatu hari nanti ;
Oh , jauh di dalam hati saya , saya percaya ,
Kami akan mengatasi suatu hari nanti .

Tuhan akan melihat kita melalui , Tuhan akan melihat kita melalui ,
Tuhan akan melihat kita melalui suatu hari nanti ;
Oh , jauh di dalam hati saya , saya percaya ,
Kami akan mengatasi suatu hari nanti .

Kami sedang menuju kemenangan , Kami menuju kemenangan ,
Kami sedang menuju kemenangan suatu hari nanti ;
Oh , jauh di dalam hati saya , saya percaya ,
Kami sedang menuju kemenangan suatu hari nanti .

Kita akan berjalan bergandengan tangan , kita akan berjalan bergandengan tangan ,
Kita akan berjalan bergandengan tangan suatu hari nanti ;
Oh , jauh di dalam hati saya , saya percaya ,
Kita akan berjalan bergandengan tangan suatu hari nanti .

Kami tidak takut , kami tidak takut ,
Kami tidak takut hari ini ;
Oh , jauh di dalam hati saya , saya percaya ,
Kami tidak takut hari ini.

Kebenaran akan membuat kita bebas , kebenaran akan membuat kita bebas ,
Kebenaran akan membuat kita bebas suatu hari nanti ;
Oh , jauh di dalam hati saya , saya percaya ,
Kebenaran akan membuat kita bebas suatu hari nanti .

Kita akan hidup dalam damai , kita akan hidup dalam damai ,
Kita akan hidup di suatu hari nanti perdamaian;
Oh , jauh di dalam hati saya , saya percaya ,
Kita akan hidup di suatu hari nanti damai .



 "We shall over come", lagu Martin Luther King adalah bagian dari iman yang saya percaya orang asli Papua juga hidup di dalamnya. Seperti terlihat dari ke-12 tokoh Papua. Saya melukis mereka dan bergetar dengan cerita mendalam dari pejuangan mereka untuk semua orang yang adalah saudara-saudarinya sendiri di tanah Papua. Siapapun tidak  bisa mengambil perjuangan yang sudah bergulir, juga diri orang asli Papua sendiri. Tuhan sedang bersama dengan saudara-saudari dalam perjuangan keadilan dan perdamaian di tanah Papua. Amin
 

Minggu, 12 Januari 2014

Helena Matuan bertemu Tuhan ditanahnya Papua

Helena Matuan adalah satu dari 12 tokoh Papua dalam buku suntingan Charles Farhadian ( West Papua: Deiyai, 2007, hal 116-127).

Rabu, 08 Januari 2014

Kampung saya di lembah Baliem Papua dibakar.

Lukisan ini saya buat berdasarkan cerita dari salah tokoh Papua yaitu Uma Markus Kilungga. Beliau dilahir di dekat sungai Baliem di desa Silibi. Tahun 1977 tentara membakar kampungnya dan ayahnya meninggal. Kisahnya diambil dari buku yang disunting Charles Farhadian berjudul Kisah Hidup Tokoh-Tokoh Papua (West Papua: Deiyai, 2007, hal 164-180).


Jumat, 03 Januari 2014

Papua dan Penjara dalam lukisan 1 Januari 2014. Suatu Refleksi Penggenapan!


Papua dan Penjara dalam lukisan 1 Januari 2014 berada pada posisi pertama dalam pencarian Googling
 

Papua dan Penjara dalam lukisan 1 Januari 2014.
Suatu Refleksi Penggenapan!

Oleh Farsijana Adeney-Risakotta


“Biarkan lukisan berbicara dan menyentuh hati orang. Kalau mau menulis pisahkan tulisan dari lukisan”, Kata suami saya. Saya ketika itu melukis tanggal 31 Desember 2013 dan memberikan judul Justice for Papua untuk lukisan yang sangat disukai suami sebelum diberikan judul. Hatinya gundah ketika melihat lukisan saya. Semula suami berpikir saya melukis bunga dalam vas. Lama diamati, dia baru sadar lukisan itu adalah turso manusia yang sedang berteriak.

Saya melukis sebagai cara menyuarakan teriakan orang asli Papua. Justice for Papua sebagai lukisan akhirnya saya publikasikan di blog tanpa mendengar komentar suami saya. Lukisan itu, dari dekat terlihat sebagai kepala orang Papua tetapi dari jauh seperti serangkaian bunga dalam vas. Orang Papua sedang dirantai dengan besi hitam yang terlihat seperti vas bunga. Memang orang Papua indah, diluar dan dalam. Ketulusan mereka bisa berubah menjadi ganas ketika tahu sedang diperalat oleh seseorang. Ini ciri manusia di mana saja!

Jadi nasihat suami saya pertimbangkan. Tanggal 1 Januari 2014 hati saya sangat gelisah. Kami sedang menonton Rose Bowl yang American football yang dimainkan oleh universitas atau college di seluruh Amerika Serikat. Kemudian saya mulai lihat dalam benak sendiri orang yang berada dalam penjara.  Banyak sekali manusia berada pada satu  bilik yang kecil.  Mereka berdesak-desakan.  Diantara mereka ada yang berteriak-teriak. Mereka berteriak sampai tertidur.  Sipir tidak datang menenagkan mereka. Saya gelisah dengan gambaran penjara dalam benak. Sedang menonton, saya menutup mata membaringkan kepada di pundak suami.  Saya tertidur tetapi tubuh saya terasa sakit tidur dalam posisi sambil menggunakan body brace.  Jadi saya mohon permisi dari keluarga untuk ke studio saya di mana saya mulai melukis gambaran yang ada dalam benak dan perasaan saya.

Papua dan Penjara dalam lukisan 1 Januari 2014 adalah judul yang saya berikan terpisah dari gambar itu sendiri. Saya putuskan untuk mempublikasikannya tanpa menulis apa-apa pada lembaran lukisan tersebut. Saya juga menunda penjelasan lukisan yang sudah saya persiapkan setelah menyelesaikan tulisan tersebut. Sekalipun saya sangat ingin segera mempublikasikan tulisan ini bersamaan dengan lukisan tersebut.

Apakah keadaan penjara di mana orang-orang Papua di tahan seperti yang saya lihat dalam gambaran benak? Saya mempersiapkan kertas dan perlengkapan lainnya untuk melukis.  Warna yang sudah ada tidak cocok dengan warna dalam perasaan saya. Kemudian saya mengambil warna dasar kuning dan mencampurnya dengan warna hitam.  Warna kuning juga saya campurkan dengan warna merah, kuning dengan hijau, kuning dengan coklat. Kuning menjadi warna dasar karena saya merasa orang Papua adalah wahyu yang diberikan Tuhan kepada Indonesia untuk merefleksikan dirinya sendiri. Sebagai negara yang beriman, beragama, Indonesia bisa mencerminkan keimanannya kepada Tuhan dari caranya memperlakukan orang asli Papua. Mengapa orang Papua harus dipenjarakan karena tuduhan mereka makar?

Menurut Papuan Behind Bars, pada bulan November 2013, ada 537 kasus penangkapan rakyat bisa yang kemudian 71 orang dinyatakan sebagai tahanan politik (tapol).


 

Identifikasi terhadap penahanan mereka dihubungkan dengan tuduhan makar, yaitu upaya warga masyarakat untuk menunjukkan sikap politik pemisahan dari NKRI.  Tanda makar yang selalu dipakai sebagai alasan penuduhan adalah upaya pengorganisasian masyarakat untuk berkumpul sehingga bisa menaikkan bendera Bintang Kejora.  Tragedi Biak Berdarah yang melibatkan militer menembak dari atas kapal ke arah pelabuhan Biak di mana masyarakat sedang berkumpul menyebabkan puluhan orang meninggal. Sedangkan mereka yang selamat diangkut ke dalam kapal dan ditenggelamkan di dalam laut.

 Link


and


Tragedi Biak berdarah terjadi pada tanggal 6 Juli 1998. Orang asli Papua menolak lupa tragedi Biak berdarah. Peristiwa Biak berdarah ini dimulai dari protes yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam protes itu mereka menaikan bendera yang kemudian menyebabkan pembantaian kepadanya.

Pengakuan pemerintah Indonesia terhadap ketidakadilan yang dialami oleh orang asli Papua telah mendorong dihasilkannya UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (Adeney-Risakotta, 2013). Dalam UU ini pemerintah Indonesia menetapkan peraturan di tingkat nasional yang terkait dengan upaya untuk menyelesaikan masalah Papua.  Bentuk penyelesaikan diletakkan dalam perspektif Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memungkinkan dan mengizinkan negara bersama warganegara Indonesia, yaitu orang asli Papua terlibat dalam dialog untuk mendudukkan sejarah intergrasi Papua. Untuk itu, Komisi Kebenaran dan Perdamaian ditetapkan dalam UU Otonomi Khusus supaya bisa mengatur proses klarifikasi sejarah tersebut.

Orang Papua juga diberikan kesempatan untuk menaikan bendera Bintang Kejora bersama-sama dengan bendera Merah Putih. Bintang Kejora diterima sebagai identitas orang Papua bukan sebagai tanda kedaulatan Papua yang terpisah dengan NKRI karena secara hukum Papua adalah bagian dari NKRI.

Mengeruhnya konflik Papua diperburuk oleh rendahnya komitmen Pemerintah Indonesia untuk memenuhi perundangan yang sudah ditetap. Pemerintah SBY mungkin menganggap bahwa UU No.21 Tahun 2001 adalah produk dari pemerintahan Presiden Megawati yang menandatanganinya sehingga mengabaikan kepastian hukum yang ada pada perundangan tersebut. Orang asli Papua dilindungi oleh UU No.21 Tahun 2001 karena Negara Republik Indonesia mengakui haknya untuk melestarikan dan menghadirkan identitas suku Papua dalam kehidupan politik Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia bahkan diwajibkan untuk memfasilitasi upaya klarifikasi sejarah Papua.

Argumentasi lain yang sering muncul dalam berbagai ulasan media ketika ditanyakan mengapa pemerintah tidak mau melakukan dialog adalah untuk menghindari orang asli Papua meminta kemerdekaan. Sambil menyinggung upaya LSM asing yang bekerja sedang mengkampanyekan ketidakadilan di tanah Papua, pemerintah cenderung memang persoalan Papua yang dicoba dimunculkan di tingkat nasional terkait dengan strategi negara-negara tertentu yang mempunyai kepentingan ekonomi untuk mengeksploitasi Papua.

Maka pertanyaan lain muncul adalah apakah selama masa integrasi Papua ke dalam NKRI termasuk ketika UU No 21 Tahun 2001 yang memberikan pengalihan pengaturan daerah langsung dilakukan oleh daerah telah berhasil mensejahterahkan rakyat Papua?  Studi yang dilakukan oleh Centre For Public Policy and Management Studies dari Universitas Katolik Parahyangan tiba pada kesimpulan bahwa perundangan Otonomi Khusus yang menyebabkan adanya alokasi dana tambahan kepada Papua, tidak sedikitpun mengubah kinerja otonomi daerah Papua yang ternyata berada diurutkan paling terakhir dari seluruh propinsi di Indonesia. Akibatnya, maksud pembangunan yang harusnya bisa dirasakan oleh orang asli Papua hanya merupakan kue yang bisa dirasakan oleh para elit Papua dan pejabat pemerintah di Jakarta.

Saya merenungkan semua ini ketika saya sedang menggambar Papua dan Penjara. Ternyata penjara untuk menjebloskan orang asli Papua sangat banyak di seluruh Papua. Tanahnya yang subur adalah milik orang Papua sekarang seperti penjara, yang dikapling-kapling menurut sel masing-masing.  Istilah “penjara” tidak secara literer seolah-olah terkait  penjara di mana orang-orang ditahan karena dianggap melakukan pelanggaran oleh negara.  Orang asli Papua tidak menghendaki grasi dari Presiden, yang dikendali adalah kejujuran pemerintah Indonesia untuk memenuhi tuntutan aturan hukum yang dihasilkan oleh pemerintah itu sendiri.

Paling diherankan sesudah tragedi Biak Berdarah, kemudian berbagai tragedi lainnya bermunculan, seperti Abepura berdarah tanggal 7 Desember 2000, Wasior berdarah tanggal 13 Juni 2001, Wamena berdarah tanggal 6 Oktober 2000 dan 4 April 2003, diikuti dengan pembunuhan Theys Hiyo Eluway serta penghilangan sopir pribadinya, Aristoteles Masoka pada tanggal 10 November 2001. Pada tanggal 16 April 2006, terjadi lagi tragedi pelanggaran HAM. Data-data tragedi ini dicatat baik oleh Komisi Nasional HAM yang berhasil menghimpunnya kemudian menyerahkan kepada pengadilan tetapi sampai saat ini tidak ditindaklanjutkan oleh pemerintah. Menurut catatan dari KONTRAS, satu-satunya pelanggaran yang disidangkan adalah tragedi Abepura tanggal 7 April 2000 yang sudah disidangkan di Pengadilan HAM Makassar. Kasus-kasus tragedi ini melibatkan aparat keamanan (TNI – Polri).


 

Seperti dalam lukisan Papua dan Penjara, kebenaran secara alamiah sedang mengikuti orang Papua. Daun-daun yang adalah napas kehidupan ilahi bertumbuh ke arah orang asli Papu. Keadilan seperti daun yang tidak pernah mati karena bertumbuh pada pohon yang berakar mendalam. Daun-daun menerobos trali besi untuk menyentuh memberikan dorong kepada orang Papua.  Orang asli Papua dalam lukisan Papua dan Penjara menjadi satu untuk meminta keadilan dari pemerintah. Kehidupan dan keadilan adalah bagian dari iman yang tidak akan bisa diambil oleh siapapun termasuk pemerintah RI. Maka bersatulah orang asli Papua dan sesama warganegara NKRI untuk mendesak pemerintah RI memenuhi tuntutan hukum yang ada pada perundangan negara RI.