Pembebasan penjara nafsu, renungan Ramadhan 2011
Oleh: Farsijana Adeney-Risakotta
Siapakah manusia? Pertanyaan ini telah menghasilkan tulisan berbuku-buku yang tersimpan dalam perpustakaan, bisa diakses melalui internet, dikaji dari disiplin teologi, filsafat, psikologi, sosiologi, antropologi sampai pada pembahasan politik praktis. Ketika kita berjalan keluar dari “rumah” sendiri, kita akan menemukan berbagai penampakan kehidupan manusia. Kadang-kadang penampakan tersebut mengejutkan. Ziarah menemukan manusia bisa juga dilakukan dengan membaca cerita-cerita yang ditulis secara mengherankan oleh seseorang sehingga diri sendiri bisa terefleksikan dalam tulisan itu. Menonton film yang baik memberikan inspirasi tentang siapakah manusia.
Manusia adalah diri kita sendiri. Seringkali saya terbangun dengan perasaan mendalam ingin melihat wajah Sang Pencipta. Saya ingat ketika masih muda kerja di Halmahera, dalam tugas perjalanan mengunjungi masyarakat di kampung-kampung, ketika saya sangat capek pada saat itu saya merasa sedang digendong oleh Allah. Manusia punya tubuh yang merelakan jiwanya berkelana keluar fisiknya menyentuh kehidupan lain yang membuat dirinya sendiri tersentak. Tubuh saya membebaskan diri sendiri sehingga bisa melintasi ruang memasuki jaman lampau sekaligus masa depan yang masih misterius. Tubuh yang membebaskan jiwa adalah tubuh yang merayakan kehidupan sehingga keutuhan dirinya kembali selalu meneduhkan dan menyembuhkan dari perjalanan jauh suatu ziarah yang dilakukan jiwa.
Meneduhkan diri dalam haribaan Allah, membuat manusia seperti dilahirkan kembali, menjadi baru dan dibasuh dari debu-debu kegerahan yang memberatkan tubuh dan jiwa. Ketika manusia berziarah ia membawa nafsu dirinya ke jalan yang baik atau buruk. Seringkali jalan yang disadari sebagai yang baik, ternyata malahan menuju ke jurang kebinasaan. Nafsu dapat memenjarakan seorang manusia apabila keinginan yang hendak dicapai tertentu malahan merusak dirinya sendiri termasuk juga hubungannya dengan orang lain.
Kata nafsu bisa bersifat positif maupun negatif. Dipakai untuk menjelaskan tentang keutamaan yang harus dilakukan, kata nafsu bisa menjelaskan hal yang baik seperti nafsu makan secara teratur. Orang yang kurang makan didorong dengan mengkonsumsi vitamin untuk merangsang nafsu makannya. Seseorang yang penuh dengan kegairahan dalam membangkitkan motivasi banyak orang lain untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bersama, akan dipandang sebagai seorang dengan semangat atau nafsu untuk berhasil yang tinggi. Gambaran situasi ini jelas dalam pengungkapan bahasa Inggeris, “passion”. Suatu janji mengandung nafsu, keinginan untuk memenuhi kepastian yang dibuatnya sendiri.
Diri seorang manusia, bisa tampil sebagai penjara sekaligus pembebasan. Secara fisik seorang bebas tampil melakukan apa saja yang diinginkannya sebenarnya bisa juga sedang diperangkap oleh penjara nafsunya sendiri.
Berziarah menuju Allah dilakukan dalam doa, puji-pujian dan puasa. Agama-agama dengan praktek budaya-budaya yang sangat kuno mengajarkan berbagai cara dari ziarah manusia ke Allah. Manusia tidak cukup hidup dari makan dan minum saja. Manusia tidak cukup hidup dari uang. Manusia tidak cukup hidup dari kemewahan. Manusia tidak cukup hidup dari kepuasaan seks. Manusia bertanya dan mencari jalan untuk mengerti ke manakah perginya jiwanya ketika ia berada dalam tekanan yang maha dasyat. Ancaman kebosanan,kesepian, kepenatan dan bunuh diri seringkali menghantui manusia sesudah masa-masa kesenangan dan kevulgaran melintasinya. Manusia mencari jiwanya supaya kehidupannya bukan yang semu.
Dalam perziarahan kepada Sang Pencipta inilah, manusia mengubah kondisi biologis menjadi tindakan suci yang membuka jalannya kepada pelawatan Sang Pencipta menyentuh dirinya. Roh Allah menyentuh roh manusia sehingga jiwanya membebaskan kenikmatan dari kebutuhan tubuhnya sendiri. Relasi dengan Roh Allahlah yang menyebabkan manusia membebaskan diri dari penjara nafsu. Sepertinya nafsu berkuasa, nafsu seks yang tidak bertanggungjawab, nafsu rasa paling benar, nafsu menang sendiri, nafsu penindasan, nafsu diskriminasi, nafsu kemewahan, nafsu gengsi dan bentuk-bentuk ekspresi dari keinginan manusia lainnya bisa memenjarakan dirinya sendiri.
Puasa sebagai tindakan merawat nafsu diri adalah ekspresi kehidupan diri yang sangat tua. Menonton relief di pahatan dinding bagian paling bawah yang pernah terkubur dari candi Borobudur mengingatkan kita tentang pesan mengenai nafsu manusia yang dekat dengan kehidupan dirinya. Sifat nafsu yang positif dan negatif ada dalam diri manusia. Dalam tradisi Kristiani, puasa merupakan tanda pergolakan antara manusia dengan Sang Pencipta. Isa Almasih dalam tradisi dijelaskan berpuasa selama 40 hari. Selama proses berpuasa Ia bertemu dengan berbagai godaan yang ditawarkan oleh setan. Inti dari tawaran setan adalah “kekuasaan”. Nabi Daud berpuasa sebagai tanda rasa bersalah sesudah membunuh suami dari Bersyebah yang kemudian dinikahinya.
Keindahan Indonesia paska reformasi adalah ketersediaan ruang dialog. Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat menjadi spirit mencirikan proses demokratisasi yang sedang dicapai Indonesia. Semula saya membayangkan akan ada larangan membahas korupsi di bulan puasa seperti pelarangan tempat-tempat hiburan malam di mana-mana. Ternyata percakapan dan refleksi tentang korupsi tidak bisa dihindari lagi sesudah bola saljunya digulingkan oleh Marzuki Alie.
Korupsi harus dibahas dalam permenungan hari-hari besar agama dari semua agama-agama. Nasihat ini perlu didengar oleh seorang Kristiani seperti saya, dan mereka yang lainnya. Bukan karena kebetulan heboh korupsi dimunculkan pada bulan Ramadhan 1432H, sehingga warga negara lain dari berbagai agama non Islam seyogianya juga merenungkan hal ini. Mengapa? Karena ada rumor yang beredar bahwa tindakan korupsi tertinggi di Indonesia malahan terjadi di Departemen Agama. Jadi membahas korupsi setuntas-tuntasnya bukan hanya terkait dengan Nazaruddin, Nunun Nurbaiti, Gayus dll tetapi juga merangkaikan ke seluruh jejaring korupsi seantero negara. Korupsi bukan monopoli politisi dan birokrat Jakarta, tetapi sampai ke pelosok di daerah-daerah.
Ada asumsi yang mengatakan bahwa pemberantasan korupsi akan membuat penjara penuh. Bahkan penjara tidak cukup untuk menampung para koruptor, sangking berjubelnya praktek korupsi di Indonesia.
Jadi kalau penjaranya sudah penuh, kita mau apa lagi? Nada menyindir dari berbagai kalangan tentang kesia-siaan dari upaya pemberantasan korupsi memang terbentur dengan anggapan bahwa penjara fisik adalah tempat yang paling layak untuk menghukum koruptor. Dari berbagai contoh yang terjadi di Indonesia, ada koruptor yang ketika bebas dari penjara disambut meriah oleh pengikutnya. Pembebasannya dari penjara disambut sebagai suatu kemenangan oleh pengikutnya. Setiap orang dan pengikutnya punya cerita yang dapat mengklaim suatu kebenaran.
“Penjara” yang dianggap bisa mengubah seseorang malahan dapat membentuk karakter pembenaran diri tertentu. Menurut saya, “penjara” (prison!) bukanlah tempat yang bisa mengubah kepribadian seseorang. Membebaskan “penjara nafsu” ada pada diri manusia. Penjara nafsu ada di mana-mana ketika program-program pemerintah dibuat dengan tujuan pembengkakan anggaran dari rencana semula supaya ada dana yang bisa diambil oleh pelaksana. Perencanaan yang sengaja melipatkan gandakan anggaran atau upaya membelanjakan dana dengan kualitas rendah yang berbeda dari perincian anggaran sebenarnya. Pembebasan dari penjara nafsu memerlukan uluran tangan pengampunan dari Allah sendiri. Ulurkanlah tangan kita untuk dilawat Allah sehingga kegerahan itu terangkat.
Indonesia sebagai negara beragama, hanya bisa dibebaskan dari penjara nafsu korupsi apabila manusia Indonesia sungguh-sungguh membiarkan Allah melawat dirinya. Setiap detik adalah waktu Allah untuk Indonesia bisa disentuhNya. Kita harus bisa merasakan Allah mengasihi diri kita sehingga kitapun bisa mengasihi sesama manusia lainnya. Ketika godaan yang besar datang untuk melakukan korupsi, pada saat itulah kitapun sadar bahwa akibatnya dari perbuatan kita ada banyak warga negara lain yang terlantar. Mereka yang kehidupan minimumnya terancam tidak bisa dipenuhi karena tidak ada anggaran pemerintah untuk memfasiltasinya. Menyentuh Allah dalam lawatanNya di kehidupan kita adalah merasakan mendalam kesakitan dan penderitaan sesama sehingga kita memutuskan untuk hidup prihatin dan berbagi dengan apa yang kita miliki.
Sikap hidup bersahaja dan secukupnya merupakan cara hidup yang dapat menahan godaan korupsi. Penjara nafsu hidup modern adalah berbagai tawaran kemewahan yang sebenarnya kita tidak butuhkan. Godaan itu ada pada produk-produk yang dijual dengan harga discount, pembayaran dengan kartu kredit, berbagai tawaran alat elektronik dan transportasi untuk menaikan status sosial. Jari-jari gurita pasar bebas yang menguasai kita sering membutakan diri kita. Besar pasak daripada tiang, begitulah kehidupan yang kita pilih.
Membebaskan Indonesia dari penjara nafsu adalah merencanakan dan melakukan kegiatan pembangunan sesuai dengan perencanaan yang melibatkan semua pihak. Kita semua menunggu untuk membebaskan diri dan Indonesia dari penjara nafsu merencanakan anggaran yang besar dengan pelaksanaan yang minimal supaya semakin dana yang dikorupsi. Kita menunggu supaya tidak terjadi penganggaran ganda untuk satu mata kegiatan. Kita semua menunggu proses melepaskan penjara nafsu bisa tercapai ketika sistem evaluasi kegiatan bisa dilakukan dengan melibatkan berbagai indikator yang terukur secara program, anggaran dan partisipasi masyarakat sebagai target pembangunan yang dilakukan.
Hanya dalam cara inilah, Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua bisa hidup secara adil, damai dan sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar