Antrian Keselamatan menuju kemenangan dalam Allah. Selamat Idul Fitri 1432H. Mohon maaf lahir dan bathin
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta*)
Ceritanya begini. Bayangkan ketika berada di jalan macet di pusat kota Yogya, juga di bank-bank, di supermarket, di mana-mana. Yogya sekarang dibanjiri pengunjung dari mana-mana. Mengalami kemacetan, mengalami kesabaran.
Terdengar jelas di telinga saya seorang petugas perempuan dari SuperIndo mengatakan: “Sabar ya bu, kemacetan berat di jalan Sudirman”. Saya tersenyum. Petugas itu keluar dari SuperIndo ingin tahu mengapa sudah hampir sejam belum ada mobil yang bergerak keluar. Saya ketika itu hendak mencari parkir. Hanya kurang dari dua meter, saya perlu hampir setengah jam sebelum bisa memarkir mobil di bank BCA. Dalam ingatan saya itu terjadi pada hari Jumat, tanggal 26 Agustus 2011.
Perasaan kuat sudah datang tiba-tiba. Mungkin antrian ke ujung sorga seperti ini. Di hari terakhir ketika pintu sorga akan ditutup, semua serba tiba-tiba, berjubelan orang-orang menumpahkan dirinya di ujung jalan menuju pintu mengangangah. Sekelebat, saya lupakan perasaan menganologikan kemacetan seperti antrian ke sorga. Segeralah saya berlari ke arah pintu BCA. Tiba di sana, hanya lima belas menit kemudian, seorang satpam menekan tombol menutup pintu masuk.
Ah, syukur saya sudah berada di dalam ruang dengan antrian yang panjaaaaang! Pintu ditutup tiga puluh menit lebih awal sebelum jam tiga sore. Orang-orang berlari-larian dari luar, dari arah jalan menuju pintu. Pintu kaca sudah tertutup! Wajah kecewa terpancar keluar. Lebih dari 20 orang sedang membujuk satpam.
Sepasang suami istri tiba-tiba sudah muncul di dalam ruangan. Mereka mengerti jalan masuk melalui lift. Tetapi satpam mencegat mereka ketika memaksa masuk dalam antrian. Orang terakhir dari antrian panjang adalah seorang satpam senior yang menutup pintu masuk ke BCA.
Tetapi antrian hari itu seperti antrian keselamatan. Apa terjadi dengan mereka yang kecewa belum bisa mengambil uang untuk hidup tenang seminggu kedepan karena liburan panjang lebaran. Dapatkah mereka merasa aman?
Saya ingat cerita dulu ketika remaja menyukai "Orang-orang Bloomington" tulisan dari Budi Darma. Saya sedang memandang orang-orang dalam bank dengan ingatan dari mereka yang berada dalam novel "Orang-orang Bloomington". Rupa-rupa mereka di dalam ruang dan di luar terkesan kaku. Ada misteri dalam wajah mereka.
Saya mencuri mengamati satu per satu wajah. Ruang berAC memberi kenyamanan kepada kami semua.
Tetapi ada seribu rupa dalam ruang ini. Keunikan anak manusia. Ingin saya mengajak ngobrol seseorang untuk bertanya perasaannya di hari luar biasa ini. Hanya saya takut dituduh seorang usil, mengganggu kediaman masing-masing! Pikiran sibuk sedang mencari ketenangannya di antara orang banyak yang jarang terlihat di hari biasa.
Saya masih merenungkan keanehan hari ini, ketika tiba-tiba seorang lelaki mengatakan:”Permisi". Ia menyapa sesudah saya mempersilahkannya lewat. "Terima kasih”. Saya kaget. Hampir sukar dipercayai, lelaki itu sangat sopan. Membandingkan dengan peristiwa di jalan, ketika semua orang di dalam kendaraannya. Semua ingin maju, bergerak, akhirnya semua berhenti, tidak berjalan.
Manusia ketika dibiarkan tanpa mesin, akan tetap menjadi manusia. Ia sopan dan halus. Manusia ketika dibungkus dengan mesin, tampil serupa mesin, tak berjiwa. Itu kesimpulan saya yang melintasi menjawab kebingungan dari sopan santun seseorang dalam bank yang tak saya temukan di jalan raya.
Manusia-manusia serius dalam bank mungkin masih lebih manusiawi dari manusia dibelakang mobilnya ketika sedang terburu-buru. Makanya ada banyak nasihat kepada para pemudik untuk mengutamakan keselamatan. Kehilangan kemanusiaan terjadi ketika manusia merasa kuat terlindung oleh alat-alat perpanjangan dan peluasan dari tubuhnya. Keamanan dirinya terjaga oleh mesin bukan karena kemampuannya menegosiasikan perasaan dan peradaban yang dipahaminya, seperti tuturan yang ramah tamah.
Terbayang kembali iringan-iringan manusia yang berjalan menghadap Sang Pencipta. Mereka yang berbadan mesin akan melepaskan kendaraannya hanya membawa diri sendiri berjalan ke pintu sorga. Itu perasaan saya. Siapa tahu tentang bentuk dan cara manusia menuju sorga.
Agama-agama menggambarkan tentang sorga dan neraka. Siapa tahu tentang sorga dan neraka. Teman saya mengatakan, batas sorga dan neraka tipis. Siapa tahu manusia semua akan bertemu di sorga atau di neraka. Agama-agama menubuatkan berita tentang sorga dan neraka. Manusia memahami dan menyesuaikan dirinya sehingga terlepas dari ancaman pembuangan ke neraka.
Dalam tradisi Kristiani, ada perumpamaan tentang lima anak gadis yang bijaksana dan bodoh. Mereka yang bijaksana menyiapkan pelita sehingga ketika mempelai tiba mereka bisa menyambutnya. Perumpamaan ini terkait dengan gambaran mengenai kesiapan manusia memasuki jalan keselamatan, jalan Allah.
Kata keselamatan terkait dengan rasa aman. Keselamatan adalah konsep tentang kemanusiaan manusia. Kesakitan mengancam keselataman manusia. Kebahagiaan membuka jalan pada keselamatan. Perdamaian mengiring pada keselamatan. Keselamatan merupakan kualitas kehidupan yang semua manusia ingin meraihnya.
Seorang yang dipromosikan dalam pekerjaan bisa dipuaskan dengan perasaan keselamatan. Prestasinya memberikan jalan kepada kepuasaan dalam dirinya. Keselamatan menenangkan manusia sedangkan kehancuran menghancurkan keselamatan.
Menjelang Idul Fitri tiba, saudara/I muslimin sedang berjalan dalam iman menuju kepada keselamatan. Di malam takbiran, suara mengumandangkan Allahuakbar Allahuakbar menyampaikan tentang kebesaran Allah kepada umat manusia. Terima kasih ya Allah untuk sukacita yang diberikan kepada saudara/i muslimin dalam cara berjalan menuju Allah. Biarlah sukacita dari Allah bersama-sama saudara/i muslimin dalam hari penuh rahmat ini.
Peristiwa agama apapun mengingatkan pada diri kita sendiri tentang jalan yang kita sendiri sedang lalui. Selama bulan Ramadhan 2011, sejak saya membagikan permenungan tentang makna puasa, saya makin sadar tentang jalan iman sendiri.
Antrian keselamatan bukan sekedar konsep. Ia diperlukan dalam kehidupan manusia. Ia adalah ritus yang membuat manusia kembali kepada kefitraan dalam Allah. Ia tidak sekedar ritual setahun sekali. Setiap hari, setiap menit, setiap detik saya ada dalam doa penyerahan kepadaNya. Saya menyentuh hati Allah untuk memperbaharui kehidupan saya, mengisi hati, jiwa dan akal budi dalam caraNya sendiri.
Kemenangan yang tampil sebagai hasil dari ritus atau ibadah dikembalikan dalam pujian kepada Allah. Kemenangan itu harus diyakini sebagai rahmat dari Allah sendiri. Kemenangan itu membawa manusia kembali mengingat jalan yang sudah dilaluinya menuju jalan Allah.
Manusia diingatkan tentang kebesaran tanpa batas dari cinta kasih Allah yang mengampuni semua dosa-dosanya. Cinta kasih Allah yang merebahkan manusia bersujud mengiringnya kembali ke haribaan Allah. Kemenangan ini akan membimbingnya menuju ke kehidupan nyata ketika manusia diperhadapkan memilih jalan benar atau jalan yang keliru.
Bersama selama bulan Ramadhan merenungkan perjalanan diri memastikan saya tentang keterbukaan yang mendialogkan kehidupan. Berproses bersama berjalan menuju ke Allah, bersama saudara/i muslimin walaupun dengan tata cara ibadah yang berbeda dan pengertian teologi yang spesifik, memberikan kedekatan dalam hati saya.
Mengenal jalan Allah dalam kehidupan Kristus menyebabkan saya bisa mengerti penderitaan orang lain. Keterbukaan untuk saling belajar dari iman dan teologi masing-masing agama menolong kita untuk saling menguatkan dan mengingatkan.
Saya merefleksikan perjalanan bangsa Indonesia menyelesaikan berbagai skandal korupsi. Tanggungjawab ini adalah milik kita bersama. Renungan dari agama-agama memberikan jalan iman supaya kita sebagai warga negara mampu membangun sikap benar terhadap uang. Supaya kebijakan publik yang dibuat bersama mencerminkan nilai-nilai kesetiaan berjalan dalam jalan Allah.
Indonesia sebagai bangsa beragama memperoleh kekuatan dari energi cinta kasih yang ada di hati semua warganegara. Sehingga kita tidak membeda-bedakan status masing-masing warga karena perbedaan agama, ras, etnis, dan budaya.
Kepastian menegakkan keadilan, kesejahteraan dan perdamaian dilakukan tanpa pandang bulu karena kita semua diminta untuk mencintai sesama manusia. Mencintai dalam keadaan kesejatiannya ketika dipanggil sebagai seorang warga negara Indonesia. Patokan inilah menjadi pijakan untuk semua orang beragama diizinkan berjalan dalam atrian mencapai keselamatan dalam jalan Allah.
Selamat mencapai kemenangan kepada saudara/I saya sebangsa umat muslimin yang dengan cinta kasih sejati turut mendukung sesama warga negara berjalan dalam cara Allah mencapai keselamatan bersama. Kefitraan telah tiba, sambutlah rahmat Allah SWT untuk dapat memperbaharui Indonesia dan dunia di sekitarnya.
Kemenangan ini disyukuri bersama dengan pertama-tama saya memohonkan maaf lahir dan bathin apabila ada banyak kesalahan dalam cara mengungkapkan pemahaman dan cerita-cerita yang sedang dibaca. Hanya inilah cara saya berziarah bersilahturahmi dengan saudara/i sebangsa untuk membangun Indonesia yang adil, sejahtera dan damai untuk semua. Allahuakbar Allahuakbar... Amin.
*) Blogger tiga blog, Farsidarasjana, a cliff house in java dan empowering women transforming myself
Tidak ada komentar:
Posting Komentar