Manusia terminal
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta
Kemudian saya mengerti
Ada maksud lain
Terdampar di Kampung Rambutan
Supaya memahami kebajikan
Sang Pencipta di sana
Saya duduk di depan
Mengamati lelaki yang berkata-kata:
“Pondok Gede, Pondok Gede, asrama haji, asrama haji”
Sambil menunjuk ke bus di depannya
Orang-orang lalu lalang tak mempedulinya
Cepat-cepat ke pojok di mana kardus memajangkan dagangannya
Seseorang membeli rokok
Memberi uang kepada lelaki itu
Di samping kardus sandalnya ditata rapi
Lelaki tanpa pengalas kaki
Panas terik menebalkan telapak kakinya
Celananya robek
Juga kemeja kumal dengan sobekan di bagian bawah ketiaknya
Masih terus teriak memanggil penumpang
Saya melihat seseorang mencari-cari meletakkan uang Rp 1000 an
Sesudah mengambil sebatang rokok
Saya meneriakkan lelaki itu
Supaya ia kembali ke kardusnya
Ia pergi mengambil uangnya
Ada yang mengambil jualannya sekarang tetapi membayar nanti sore
Kami semua jujur, kalau
mengambil barang jualan membayar kemudian
Saya terkesima melongok
Pak supir menjawab: “Orang susah mah gak nyusahin sesamanya yang hidup juga prihatin”
Kami semua jujur di sini
Kejujuran langka meneguhkan krisis diri di bumi nusantara
Jakarta di ruang-ruang berAC
Kejujuran langka karena banyak godaan korupsi
Mengambil uang dari bukan hasil usahanya sendiri
Tempat transit berjuta orang
Juga bagi mereka yang tercelik dari kebajikan orang kecil
Mereka yang bangga dengan kejujuran bersama
Mereka saling menguatkan
meneruskan kelurusan hidup Sang Pencipta
Dalam kesehariannya
Rasa bangga berbuat jujur
Dari jerih payah sendiri
Biarlah makin banyak
mata hati manusia belajar kepolosan hidup
Mereka yang berbangga dalam kesederhanaan
Bus bergerak meninggalkannya
Saya masih terkesima
Menyimpan kuat keindahan penglihatan
cara kemaslahatan hidupnya
Ngngngng...deru bus
makin menjauh
Ngngngng....masih mengiang
...jujur.... jujur..jujur....
...jujur.... jujur..jujur....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar