Translate

Jumat, 25 Mei 2012

Tabir Kekerasan Dalam Perspektif Tradisi Abrahamik (Bagian Kedua)


                    TABIR KEKERASAN DALAM PERSPEKTIF TRADISI ABRAHAMIK
                                                Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

Bagian Kedua: Transformasi Kekerasan Manusia

Kekerasan seperti benang kusut yang harus diuraikan supaya bisa diamati pertalian dari setiap satuan benang. Proses penguraian ini bisa mengerikan karena kita dapat melihat hakekat diri dalam proses penafsiran ajaran agama, kebangkitan nasionalisme, pengunaan simbol, ritual dan tradisi, penyebaran rumor dan penguatan ideologi tertentu sebagai alasan legitimasi untuk mengaktualisasikan tindakan-tindakan kekerasan. Proses penguraian bisa menolong para analisis kekerasan massa untuk memperhatikan pengaruh dari pengkristalan ketakutan terhadap bahaya dan bencana yang akan dihadapi oleh kelompok tertentu sebelum bencana itu tiba. 
Imajinasi ketakutan yang disuntikan kepada pelaku kekerasan bisa mengubah manusia menjadi seorang yang tidak rasional untuk dapat mengendalikan potensial kekerasan yang meletus keluar dirinya. Kadang-kadang untuk meneguhkan kesadaran pelaku kekerasan terhadap tindakan kekerasan sebagai sesuatu yang baik dan benar, mereka harus menelan obat penenang atau minum minuman alkohol.
Manusia ”beragama” tidak bisa bersandar pada kesadaran dirinya sendiri untuk melakukan kekerasan bengis yang menunjukkan aspek kebinatangan dari sisi kemanusiaan manusia. Mereka membutuhkan jaminan keamanan yang diberikan melalui suntikan ideologi, indoktrinasi, uang, dukungan pejabat, alat-alat perang dan obat-obat penenang untuk membangkitkan dan memelihara hatinya yang berkobar-kobar supaya bisa melakukan kekerasan.
Tetapi dalam tradisi tentang kematian pertama manusia ini, Allah SWT memutuskan menolong Kain sehingga ia tidak terjebak dalam lingkaran kekerasan. Kain disadarkan terhadap perbuatan terlarangnya untuk membunuh adiknya sendiri. Pembunuh bengis yang dilakukan oleh Kain terhadap Habel pertama-tama direkam sebagai rasa bersalah dalam diri Kain. Kain sadar terhadap keterperangkapannya  dalam kekerasan yang sangat mengerikan sebagaimana digambarkan dalam Alkitab, ”darah adiknya berteriak-teriak dalam diri Kain”. Bahkan suara Allah SWT datang ketika bertanya: ”Di mana Habel, adikmu itu? Kain ketakutan dan menjawab: ”Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” (Kejadian 4:9).  Kesadaran Kain datang ketika ia menyadari bahwa Allah SWT tidak sedang mengadudombakan dirinya dengan sang adik, yang akhirnya dibunuh.
Akan tetapi kesadaran Kain tidak sendirinya membawanya kepada ketenangan. Ia masih diliputi ketakutan. Ketakutan memelihara kekerasan dalam ikatan diri manusia. Kejaran ketakutan yang membelit dalam kebencian Kain bisa memancar keluar kapan saja. Sehingga Kain bisa mengubah dirinya seperti monster yang akan terus mentargetkan korban-korban berikutnya. 
Ketakutan mengikat dalam kekerasan yang  bisa memecah dan melembagakan dirinya menyerupai suatu mata rantai kematian. Gigi balas gigi. Terperangkap dalam ketakutan seperti memasuki lorong-lorang gelap dari gejolak diri Kain yang sedang memproses fantasinya terhadap darah segar Habel dalam perasaan dahaga yang tak tertahan kecuali harus melakukan pembunuhan demi pencapaian kepuasaan diri yang absolut.
Melakukan kekerasan seperti orgasme. Kitab Suci menggambarkan momen di mana Kain harus memaksakan dirinya untuk mengubah kecenderungan keliarannya dalam membunuh. Manusia bukan Allah SWT untuk berhak mencabut nyawa sesamanya dan siapa yang membunuh akan terbunuh.  
Perubahan tata cara kehidupan Kain ini diyakini dalam tradisi Yahudi, Kristen dan Islam sebagai bagian dari keterlibatan Allah SWT. Allah SWT terlibat memutuskan mata rantai kekerasan untuk menjaminkan penerusan reproduksi manusia. Keterlibatan Allah SWT sangat nyata untuk melakukan perdamaian sejati dengan memberikan kemungkinan Kain, sang pembunuh bertobat.
Pertobatan berarti melepaskan diri dari lingkaran kekerasan yang pelembagaannya dilakukan karena suntikan obat-obatan penenang, uang, janji-janji dan dukungan politik yang diberikan kepada para pembela kebijakan publik yang terkesan sakral dan agamis.  Ketika Kain melepaskan pertaruhannya dalam mengklaim keabsolutan  persembahan korban kepada Allah pada saat itu jalan menuju transformasi kekerasan ke perbuatan kebaikan mulai terbuka di hadapannya.
Pertobatan yang diberikan  Allah SWT kepada Kain adalah lambang perdamaian yang independen yang memungkinkan ia berziarah dalam lakunya untuk mengenal dan menyeimbangkan akal budi dan emosinya sehingga mampu  membangun dialog dengan dirinya sendiri untuk mencapai perdamaian dengan sesamanya. Berbagai suntikan penguat kekerasan dilepaskan sehingga yang nampak hanya sosok manusia Kain yang rentan dalam penyerahan sujudnya di hadapan Allah yang sungguh mengasihinya. Pada saat itu Allah mentransformasikan kekerasan Kain menjadi perdamaian yang memberikan berkat kepada diri dan bangsanya.
Transformasi kekerasan dilakukan dengan berjuang (jihad) terhadap kedagingan manusia. Nabi Muhammad SAW melakukan dialog dengan komunitas dari suku dan agama yang berbeda seperti disaksikan dalam Al Qur’an. (Ashki: 2006). Dialog nabi Muhammad SAW dengan komunitas suku dan agama berbeda dimungkinkan karena nabi menerima kebenaran Allah SWT tentang ciptaanNya yang beragama dalam beriman kepadaNya, keragaman budaya dan etnis seperti tertulis dalam Al Qur’an (Alhujurat 13).
Kitab suci bukan hanya ajaran tetapi napas kehidupan. Agama Allah SWT tidak ideologis dan bukan dari hasil pertarungan ideologis. Agama Allah SWT tidak mengadu domba, tidak menyeramkan dalam wajah kebinatangan yang siap menerkam, mengancam dan mematikan manusia.
Agama Allah SWT adalah laku kehidupan yang mensifatkan karaktek kehidupan dari Allah SWT sendiri. Penerusan karakter illahi diberikan kepada manusia untuk memelihara  kemanusiaan yang menghidupkan manusia. Apabila Indonesia hidup dalam karakter dan cara  Allah SWT seperti dipraktekkan oleh hamba-hambaNya maka keadilan dan damai sejahtera akan dialami oleh seluruh anak-anak negeri ini.  
  



           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar