Bumi Menari di Bentara Budaya Yogyakarta
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta
Bentara Budaya Yogyakarta sedang memamerkan koleksinya yang diberikan judul "Tanda Mata IX". Pameran ini berlangsung dari tanggal 7 - 15 September 2012 di Bentara Budaya Yogyakarta, Jl. Suroto No.2 Kotabaru Yogyakarta.
http://jogja.tribunnews.com/2012/09/06/pameran-tanda-mata-ix-di-bentara-budaya
Seperti yang diungkapkan dalam kata pengantar yang ditulis oleh Hermanu dari Bentara Budaya Yogyakarta, ada 58 karya yang dipamerkan. Adapun karya-karya tersebut terdiri dari 35 lukisan, 5 patung, 12 grafis, 4 kriya seni dan sebuah karya batik.
Cover depan dan belakang dari buku Tanta Mata IX yang diterbitkan oleh Bentara Budaya Yogyakarta (Yogyakarta: September 2012) |
Di antara karya-karya seni ini, karya Martini, Fabiola dan Farsijana Adeney-Risakotta berjudul “Bumi Menari 3: Keterhubungan Lempengan” juga termasuk yang dipamerkan.
"Bumi Menari 3: Keterhubungan Lempengan", dalam Tanda Mata IX, Koleksi Bentara Budaya, hal. 18 (Yogyakarta: September 2012) |
Ulasan pameran Seni Limbah dan Ekspresi Perempuan Anti Kekerasan bisa diakses pada beberapa media online, misalnya:
http://www.tempo.co/read/news/2011/02/04/114311081/pameran-seni-limbah-dan-ekspresi-perempuan-anti-kekerasan
http://jogjanews.com/pameran-seni-limbahekspresi-perempuan-anti-kekerasan-seni-solusi-kekerasan-terhadap-perempuan
Di bawah ini saya mengutip penjelasan tentang Bumi Menari yang dikutip dari Buku Seni Limbah & Ekspresi Perempuan anti Kekerasan, disunting oleh Farsijana Adeney-Risakotta, hal 115-118 (Yogyakarta: Selendang Ungu Press, Februari 2011).
Bumi Menari
(Karya Farsijana Adeney-Risakotta, Fabiola Soukotta-R dan
Martini, bahan bambu, 2011)
Tentang
Karya:
Bumi
Menari. Bumi Menari adalah salah satu dari dua belas karya seni seniwati-seniwati
di Yogyakarta yang dipamerkan pada Pameran Seni Limbah & Ekspresi Perempuan Anti Kekerasan, di Bentara
Budaya Yogya pada tanggal 4-7 Februari 2011.
http://www.bentarabudaya.com/agenda.php?id=700
http://www.bentarabudaya.com/agenda.php?id=700
Dalam pameran tsb, Bumi
Menari tampil sebagai karya seni
dengan tiga wujud yang berbeda. Pertama,
Bumi Menari 1 : Menggantung
Merangkul . Bumi Menari 1: Menggantung
Merangkul menampilkan tarikan dua sisian di antara bumi dalam gerakan kelengkungan yang
menandakan kedinamisan bumi.
Bumi Menari 1: Menggantung Merangkul |
Kedua, Bumi
Menari 2: Menegak Langit Tanah. Bumi Menari 2 yang menancapkan
kedinamisan gerakan menegak sebagai tanda keterhubungan antara langit dan
tanah.
Bumi Menari 2: Menegak Langit Tanah |
Ketiga, Bumi Menari 3: Keterhubungan Lempengan sebagai bagian dari
lempengan dinding bumi yang menampilkan gerakan-gerakan kelengkungan
mengiramakan kesatuan pembidangan dengan lempengan-lempengan bumi lainnya. Bumi Menari 3: Keterhubungan Lempengan inilah
yang dikoleksi oleh Bentara Budaya Yogyakarta dan sekarang sedang dipamerkan.
Bumi Menari 3: Keterhubungan Lempengan pada Pameran Seni Limbah dan Ekspresi Perempuan Anti Kekerasan, Bentara Budaya Yogyakarta, 4-7 Februari 2011 |
Mengapa karya seni ini disebut Bumi Menari? Bumi adalah langit yang kepadanya kita menengadah.
Bumi adalah tanah yang kepadanya kita ingin membaringkan diri. Bumi adalah
tempat manusia hidup. Manusia menempati
bumi sejak bumi ada. Siklus pagi dan malam, hujan dan kemarau, air pasang dan
air surut, dingin dan panas memberikan tanda kepada manusia tentang cara bumi
bekerja. Manusia belajar dari cara bumi membawa dirinya.
Bumi
Menari adalah suatu kenyataan yang akan mendorong manusia untuk
menengadah ke langit. Seperti manusia ketika melangkah. Tetapi
kalau hanya memandang ke tanah, manusia akan jatuh dan lumpuh. Dari
langit datanglah harapan dan kegembiraan.
Bumi Menari
menarikan kesatuan semesta alam kepada manusia supaya manusia bisa menirukan
gerakannya. Gerakan pembebasan bumi adalah gerakan membagikan enerji untuk
keseimbangan bagi semua. Bumi Menari
menyatukan jemari-jemari manusia untuk memuji Sang Pencipta. Semua jemari di
mana-mana bisa dirangkulkan karena sifat kelenturan bumi.
Bumi
Menari melenturkan sifat-sifat keras dalam alam sebelum kekerasan
menyentuh manusia. Manusia belajar dari bumi, membalas kekerasan dengan kekerasan akan menghancurkan dirinya sendiri. Cuma manusia perlu sensitif mengenal dan menyifati
kelenturan bumi supaya menjadi kuat dalam kelembutan yang dimilikinya. Bumi Menari menyifati dirinya dalam
sifat-sifat feminis sekaligus maskulin. Bumi
Menari menyifati kehidupan kita bersama, perempuan dan lelaki untuk saling
menghormati, menjaga, merawat, mengasihi dan membebaskan.
Bumi
Menari menawarkan kekuatan penyembuhan ketika manusia melembutkan
hatinya untuk memasuki gelora kekuatannya. Setidaknya inilah karya seni Bumi Menari 1, 2, dan 3 yang lahir dari pengalaman
kami menghidupi menyeluruh dengan bumi
seperti ketika gempa tektonik melanda Yogyakarta, 26 Mei 2006. Gempa bumi Yogya, erupsi Merapi 2010 mengajarkan kebajikan kepada manusia tentang membalas kekerasan dengan ketenangan. Manusia harus tampil tenang karena kekuatannya tiada artinya menghadapi kedasyatan alam semesta.
Tentang
Perupa:
Ketika Fabiola dan saya bertemu Martini untuk mendiskusikan
maksud konsep dari karya seni Bumi Menari,
kami makin sadar tentang kekuatan manusia dalam menyesuaikan dirinya dengan
kelenturan materi yang disediakan bumi. Kesadaran inilah yang mendorong
pengakuan karya seni Bumi Menari
sebagai hasil dari pengkonsepan, menurun dalam sketsa dan membentuknya dalam
karya fisik. Karena itulah, kami meminta
kesediaan Martini untuk namanya juga diikutkan sebagai pencipta dari karya seni
Bumi Menari.
Martini,
perempuan seusia saya, di menjelang 47 tahun, sudah beberapa tahun mengupayakan
industri rumah tangga rotan. Dulu suaminya mempunyai usaha meubel. Tetapi
krisis ekonomi tahun 1997 telah mengubah kehidupan mereka. Usahanya bangkut. Ia
sempat berhenti berusaha beberapa tahun sebelum akhirnya memulai lagi usahanya,
usaha karya seni dengan bahan bambu.
Bambu dapat melenturkan dirinya. Tangan Martini yang kecil
bisa melenturkan dan membentuk karya seni untuk dinikmati banyak orang. Bambu
ternyata mendorong kemandirian perempuan.
Fabiola
menterjemahkan ide-ide saya dalam bentuk gambar sketsa yang menggambarkan tiga
elemen dari Bumi Menari seperti sudah
saya jelaskan sebelumnya. Kami membawa sketsa
itu kepada Martini untuk dibahas bersama. Penyesuaian antara konsep kelenturan
kekerasan bersinergis dengan bahan bambu menyebabkan proses pengerjaan
menguatkan karya seni Bumi Menari. Fabiola adalah seorang pengrajin limbah sagu
yang sudah dua kali berpameran di Bentara
Budaya Yogyakarta. Pameran pertama
berlangsung dari tanggal 9-11 Oktober 2008 dengan tema Berkreasi dengan limbah
sagu. Pameran kedua berlangsung dari
tanggal 4-7 Februari 2011 dalam rangkaian Pameran Seni Limbah & Ekspresi Perempuan
anti Kekerasan. Karyanya berjudul
“Perubahan Perilaku” dari bahan limbah sagu dan diselesaikan tahun 2011.
Fabiola terus berkarya. Ide-ide dan kerja-kerjanya bisa diakses pada blognya
“Omah Sagu GaBa GaBa” http://omahsagugaba2.blogspot.com
Farsijana, adalah
saya, seorang antropolog, teolog dan aktivis perempuan akar rumput, tinggal di
Yogyakarta. Dalam pameran Seni Limbah & Ekspresi Perempuan anti Kekerasan, saya juga
memamerkan karya lainnya yang berjudul Namaku “Anak Dara”, bahan dari kawat,
limbah perlengkapan perempuan dan kliping koran. Karya ini diselesaikan bulan
Desember 2010. Farsijana adalah juga seorang blogger. Blognya yang paling
dibaca banyak orang adalah “Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua” http://farsijanaindonesiauntuksemua.blogspot.com
Berdiri dari kiri ke kanan: Martini, Farsijana dan Fabiola di bengkel kerja Martini, Bantul 2011 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar