Refleksi Integrasi Papua, 1 Mei 1963! Membangun kesadaran
NKRI untuk Papua!
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta
Selamat pagi sahabat-sahabat sesama
warganegara NKRI. Hari ini tanggal 1
Mei. Tahun ini, Indonesia berbangga karena merayakan 50 tahun integrasi Papua
ke dalam wilayah NKRI. Sama dengan
situasi yang terjadi dengan aklamasi kemerdekaan Indonesia yang ternyata menuai
perang revolusi antara Indonesia dan Belanda, penggabungan Papua terjadi
sesudah kemenangan Indonesia dalam perang merebut Papua.
Agresi Militer Belanda II, 19 Desember 1948 berlangsung dengan pusat
serangan difokuskan pada Yogyakarta sebagai ibu kota RI. Agresi Militer Belanda II adalah kelanjutan
dari Agresi Militer Belanda I yang melakukan penyerangan di Jawa dan Sumatera.
Resolusi Dewan Keamanan PBB no 67
tanggal 28 Januari 1949 diterbitkan untuk menghentikan agresi militer Belanda.
Tekanan kepada Belanda untuk menghentikan operasi militer dan membebaskan semua
tahanan politik, dan perundingan-perundingan untuk mengembalikan legitimasi
kekuasaan RI menjadi isi dari resolusi tsb.
Pengakuan eksistensi Republik
Indonesia oleh Dewan Keamanan PBB terlihat dari keluaran resolusi-resolusi PBB
terkait dengan penghentian Agresi Militer Belanda I sd II. Dewan Keamanan PBB sudah menggunakan nama
Indonesia untuk menggantikaan Netherlands Indies ketika sejak resolusi pertama
yaitu resolusi No.27 tanggal 1 Agustus 1947. Pengakuan PBB kepada Republik
Indonesia sesuai dengan prinsip hukum internasional “Uti possidetis
juris”. Uti possidetis juris adalah istilah Latin yang
berarti kepemilikan mengikuti kenyataan yang seseorang miliki, sehingga
selanjutnya kemilikan itu menetap kecuali ada perjanjian-perjanjian baru yang
mengubah status kepemilikan sesudah konflik selesai.
Prinsip Uti possidetis juris yang
menyebabkan teritori Nusantara berganti-ganti mempunyai status kepemilikan yang
berbeda, di mulai dari jaman kerajaan Majapahit, Mataram, Mataram Islam,
penjajahan Portugis, penjajahan Belanda, penjajahan Jepang sebelum kemudian
menjadi bagian dari teritori resmi NKRI sebagai negara berdaulat yang
mengumumkan kemerdekaannya dari semua penindasan dan perbudakan disebabkan
karena penjajahan bangsa-bangsa lain.
Pengalihan daerah-daerah jajahan Belanda (Netherlands
Indies) bukan langsung dari Belanda, tetapi dari penjajahan Jepang yang kalah
perang dalam Perang Dunia II. Bisa saja, Indonesia kemudian diduduki oleh
negara pemenang Perang Dunia II, yaitu AS dengan sekutu-sekutunya. Tetapi
pemimpin-pemimpin bangsa sudah mengantisipasi secara hukum formal internasional
sehingga persiapan kemerdekaan Indonesia dari semua penjajahan dilakukan dengan
sistematis. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia bahkan difasilitasi oleh
pemerintahan Jepang atas desakan pemimpin-pemimpin Indonesia.
Belajar dari sejarah politik internasional ini,
maka upaya Indonesia untuk merebut Irian Barat adalah sah karena Irian Barat
merupakan daerah jajahan Belanda dan Jepang. Kehancuran Jepang dan juga Belanda
karena Perang Dunia II mengharuskan kedua negara ini untuk tunduk pada
kekuasaan politik AS yang tergabung dalam NATO. Pembangunan fisik dan ekonomi negara-negara
paksa Perang Dunia II juga difasilitasi oleh AS turut menentukan negara-negara seperti Belanda dan
Jepang untuk mengakui resolusi penyelesaian sengketa konflik dibawah supervisor
dari Dewan Keamanan PBB.
Khusus untuk Papua, pertahanan Belanda terjadi
cukup lama, kurang lebih 15 tahun sejak pengakuannya terhadap seluruh wilayah
teritori NKRI. Integrasi Papua diikuti dengan Penentuan Pendapat Rakyat
(Pepera) yaitu referendum yang penyelesaiannya memerlukan waktu dari tanggal 24
Maret sd 4 Agustus 1969. Referendum dilakukan untuk memberikan kesempatan
kepada rakyat Papua menentukan status daerah sebagai bagian dari pemilikan
Belanda atau Indonesia. Hasil Pepera yang dibawah ke Sidang Umum PBB tanggal 19
November 1969 menjelaskan bahwa rakyat memilih untuk bergabung dengan NKRI.
(Lihat tulisan
saya lainnya “Kilas Balik 1 Mei 1963, “Irian
Barat” (Papua) diserahkan Belanda kepada Indonesiaa! Juga lihat tulisan saya
lainnya “Rentangan Sejarah Panjang Memahami Pepera 1969)
Sebagai negara berdaulat, RI bertanggungjawab untuk
membangun daerah-daerah bekas jajahan Belanda, jajahan Jepang, untuk menjadi
daerah yang sejahtera, adil dan makmur seperti tertulis dalam Mukadimah UUD
1945. Disinilah permasalahannya.
Warganegara NKRI di Papua masih memandang RI sebagai penjajah baru di tanahnya
sendiri. Pandangan dari warganegara NKRI
di Papua harus diterima secara lapang oleh RI, pemerintah dan sesama
warganegara NKRI di seluruh Indonesia sebagai dasar refleksi diri.
Perlakuan yang tidak adil kepada warga asli Papua
sejak 50 tahun integrasi Papua ke NKRI masih terlihat. Perjuangan mencapai
keadilan, kesejahteraan dan perdamaian di tanah Papua harus dilakukan dengan
itikad baik, mulia dan bertanggungjawab dari seluruh warganegara NKRI terhadap
orang asli Papua untuk memenuhi cita-cita kemerdekaan Indonesia dari semua
perbudakan, penjajahan bangsa lain di muka bumi.