Memperbincangkan seksualitas, menghadirkan perempuan akar rumput dan pemuda/i
Bagian pertama: sebutan dan pengertian!
Oleh
Farsijana Adeney-Risakotta
Dalam waktu
yang hampir bersamaan, saya belajar seksualitas yang dilihat dari perspektif
ibu-ibu akar rumput dan pemuda-pemudi. Sejak 23, 25 Maret, 1 dan 15 April 2012 saya berkesempatan memfasilitasi Pendidikan
Kader Dasar untuk anggota Koalisi Perempuan Indonesia cabang Bantul. Selama
minggu kemarin dari tanggal 10 sd 15 April 2012, pengalaman yang berbeda sedang
saya alami dengan pemuda-pemudi antara agama dengan identitas yang berbeda
mendorong saya menulis.
Seksualitas
yang pada umumnya dianggap tabu di kalangan ibu-ibu ternyata merupakan topik
yang menarik untuk didiskusikan.Pembahasan tentang seksualitas kepada ibu-ibu
selalu menimbulkan tawa renyah. Ibu-ibu datang dari latar belakang berbagai agama, kebanyakan muslim, tetapi ada yang kristiani. Mereka tak segan-segan saling menertawakan satu
dengan lainnya. Bahasa tubuh mereka macam-macam.
Ada yang nampak marah-marah, tampil ketus mengutuki lelaki yang mungkin pernah
menyakitinya. Ada yang dengan geli nyeletuk tentang kenikmatan bercinta. Ada
yang menutup mulut rapat-rapat, dengan sangat dingin menolak mengekpresikan
pengalaman seksualitasnya.
Keragaman
tanggapan ini sangat menarik bagi saya. Seksualitas yang semula tabu, tidak
bisa diperbincangkan di depan umum mulai terbongkar. Hampir setiap bulan dalam
perjalanan saya ke Balai-Balai Perempuan di desa-desa saya melihat keterbukaan
ibu-ibu dalam memahami seksualitas. Isu seksualitas bukan hanya terkait dengan
kontrasepsi, keluarga berencana (KB). Perubahan sikap terhadap seksualitas
dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Kehadiran
TV langsung dalam keluarga menjadi pemicu utamanya. Ada banyak program di TV mengemas isu seksualitas dalam bentuk diskusi, berita, drama dll. Pada umumnya
mereka sudah mulai paham tentang hubungan seksualitas dengan penyakit seperti
IMS (infeksi menular seksual) termasuk juga HIV/Aids. Tetapi ada masih ada
banyak ibu-ibu yang belum memahami hubungan antara seksualitas dengan hak serta
kewajiban dari seseorang.
Sementara pemuda/i berlatar belakang berbagai agama, yaitu muslim, kristen dan hindu, yang hadir pada Youth Queer Interfaith and Sexuality Camp (lihat yqfscamp.wordpress.com/about/camp-activities/) datang dengan orientasi seksual heteroseksual maupun homoseksual. Kemandirian mereka mengakses informasi tentang seksualitas besar
sekali. Seksualitas seperti magnit yang menarik pemuda untuk mengenalnya
mendalam. Seksualitas adalah diri mereka sendiri. Keterbukaan mereka untuk
memikirkan secara eksistensial tentang berbagai orientasi seksualitas yang
berada di sekitarnya telah melahirkan berbagai pertanyaan.
Istilah
seks berhubungan langsung dengan jenis kelamin. Tetapi masyarakat modern
mengerti seks sebagai bagian dari konstruksi sosial. Secara biologis, seks yang
menunjukkan perbedaan jenis kelamin laki-laki (jantan) dan perempuan (betina)
karena tampilan organ seks yang berbeda, ternyata dapat menghasilkan
variasi-variasi identitas seksual yang beragam pula. Identitas tersebut
berkaitan dengan perbedaan-perbedaan dasar dari ketertarikan seksualitas. Lazimnya, seorang perempuan tertarik secara
seksual kepada seorang lelaki. Hubungan ini disebut heteroseksual.
Sementara
ada juga hubungan yang disebut homoseksual. Misalkan seorang lesbian adalah
seorang perempuan yang tertarik secara seksual kepada perempuan lain. Seorang "gay" adalah seorang lelaki yang tertarik secara seksual kepada lelaki.
Bentukan
lain dalam relasi seksualitas yang menunjukkan kondisi “trans” atau “kemampuan melewati” bisa dijelaskan dengan dua maksud pemahaman yang cukup berbeda. Pertama, seorang
transgender adalah seorang yang berkelamin tertentu yang tampil berperilaku
dengan peran gender yang berlawanan. Terlihat pada seseorang yang dengan sengaja
berdandan menggunakan pakaian dari gender yang berlawanan sambil menghadirkan
sifat-sifat kegenderan yang diperankan tersebut.
Seorang lelaki bisa berpakaian kemayu seperti seorang perempuan yang di Indonesia disebut “waria” (wanita lelaki). Dikatakan apabila seorang “waria” berdandan maka ia sedang menunjukkan ketertarikan seksualitas pada seseorang dari jenis kelamin yang sama yaitu lelaki. Ketika “waria” tidak berdandan ada kecenderungan untuk tertarik secara seksualitas kepada sesama “waria”. Istilah “waria” diberikan khusus kepada lelaki.
Kedua, istilah trans-seksualitas
adalah sebutan yang diberikan kepada seseorang yang berkelamin tertentu tetapi
pada dirinya terdapat organ tubuh yang berbeda. Misalkan seorang perempuan
tidak mempunyai indung telur sehingga tidak ada fungsi biologis untuk mengandung
dan melahirkan . Ada juga seseorang bertubuh lelaki tetapi mempunyai payudara.
Penampakan diri yang berbeda dari keberadaan genetis biologis menyebabkan
seseorang dengan kondisi trans-seksualitas pada dirinya bisa cenderung tertarik
secara seksual baik kepada lelaki dan perempuan. Perbedaannya dengan biseksual
adalah seorang dengan fungsi genetis biologis tertentu tanpa kelainan bisa
tertarik secara seksual baik kepada jenis kelamin lelaki maupun perempuan.
Saya memperhatikan
perbedaan reaksi ketika penjelasan-penjelasan ini disampaikan baik kepada
ibu-ibu maupun pemuda/i tsb. Ibu-ibu dengan mata terheran-heran mencoba memahami
penjelasan seperti digambarkan di atas tanpa cepat-cepat menyeletuk mengeluarkan kata"dosa" untuk diberikan kepada mereka yang berorientasi seksual berbeda. Ada
seorang ibu yang bertanya mengapa bisa terjadi perbedaan-perbedaan orientasi
seksual tersebut. Saya menjawab dengan menunjukkan penjelasan tentang variasi
kelamin manusia dalam alam semesta.
Sementara
pemudi/pemuda yang hadir pada pertemuan tsb ada yang sudah mengerti tetapi ada juga yang
masih belum jelas. Kehadiran mereka yang heteroseksual terutama untuk mengerti
tentang pergumulan identitas berbeda dari teman-teman homoseksual,
transgender-sekual, biseksual dan interseksual. Mereka juga ingin tahu bagaimana agama-agama memberikan penjelasan tentang persoalan orientasi seksual yang berbeda.
Pertemuan Camp tersebut menggandeng istilah Queer untuk menampung
berbagai variasi dari identitas seksual yang sedang dicari oleh para pemuda/i
tersebut.
Singkatannya lesbian, gay, biseksual, trans-gender/transeksual, interseksual dan queer dipendekkan dalam kodefikasi LGBT-IQ. Tetapi variasi identitas ini sebenarnya bisa dijelaskan secara biologis.
Singkatannya lesbian, gay, biseksual, trans-gender/transeksual, interseksual dan queer dipendekkan dalam kodefikasi LGBT-IQ. Tetapi variasi identitas ini sebenarnya bisa dijelaskan secara biologis.
Spektrum
biologis yang menjelaskan tentang posisi kejantanan dan kebetinaan dari lelaki
dan perempuan mementang dari ekstrim paling kiri (jantan/lelaki) ke ekstrim
paling kanan (betina/perempuan). Diantara kedua ektrim inilah terdapat berbagai
variasi orientasi seksual seseorang. Terjadinya variasi ketubuhan seseorang secara seksual sangat ditentukan oleh keragaman dari jumlah hormon estrogen pada perempuan dan testosteron pada lelaki.
Kedua hormon ini bersama dengan organ genetik lainnya akan menentukan organ seksual dari masing-masing pribadi sebagai lelaki atau perempuan. Organ seksual lainnya dari perempuan adalah vagina, payudara, rahim dan indung telur. Sedangkan secara biologis, organ seksual yang menyebabkan ketubuhan seseorang disebut "lelaki" adalah penis, kantong kemih, sperma, dan jakut. Tetapi konstruksi budaya seperti sosialisasi diri dan masyarakat bisa berpengaruh terhadap suatu pilihan seksual (sexual preference) dari seseorang pada saat memposisikan dirinya dalam istilah identitas seksual. Identitas seksual bersifat plastik, artinya bisa berubah tergantung pada pilihan yang dilakukan seseorang.
Kedua hormon ini bersama dengan organ genetik lainnya akan menentukan organ seksual dari masing-masing pribadi sebagai lelaki atau perempuan. Organ seksual lainnya dari perempuan adalah vagina, payudara, rahim dan indung telur. Sedangkan secara biologis, organ seksual yang menyebabkan ketubuhan seseorang disebut "lelaki" adalah penis, kantong kemih, sperma, dan jakut. Tetapi konstruksi budaya seperti sosialisasi diri dan masyarakat bisa berpengaruh terhadap suatu pilihan seksual (sexual preference) dari seseorang pada saat memposisikan dirinya dalam istilah identitas seksual. Identitas seksual bersifat plastik, artinya bisa berubah tergantung pada pilihan yang dilakukan seseorang.
Istilah
identitas secara sosiologis dan budaya dihubungan dengan suatu pilihan Diri
yang dibuat seseorang dalam interaksi dengan orang lain. Terkesan identitas
seksual menunjukkan penentuan dari seseorang, tetapi sebenarnya ia sangat
ditentukan oleh komunitas setidaknya “partner” dengan siapa ketertarikan
seksual dihadirkan. Cara pikir ini bersifat anti essensialisme yang
mengedepankan tentang pencarian identitas seseorang dapat terjadi sepanjang
kehidupannya. Sebaliknya cara berpikir essensialisme cenderung menekankan
tentang pencarian yang permanen, yang pasti, kemilikan sejati yang tidak akan
berubah sesudah penemuan tercapai. Terhadap
kedua posisi cara pikir ini, dalam menjelaskan tentang identitas seksual saya
menggunakan pendekatan anti essensialisme.
Seks yang
adalah jenis kelamin, sering kali dimengerti sebagai kodrat sebagaimana
pemahaman lazimnya di Indonesia. Penyebutan “kodrat” ternyata dikenakan bukan
saja untuk menjelaskan tentang seks, tetapi juga terhadap peran-peran sosial
yang dibedakan dalam masyarakat kepada lelaki dan perempuan. Misalkan perempuan
bersifat lembut, lelaki bersifat kasar. Karena itu perempuan bisa menangis
tetapi lelaki harus menahan diri, tampil dingin dan kuat. Daftar keperbedaan
lelaki dan perempuan bisa diteruskan untuk menunjukkan tentang peran sosial
yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka masing-masing.
Kesalahan
penyebutan ini perlu dikoreksi, karena sifat-sifat yang dikonstruksikan
masyarakat bukanlah kodrat. Kodrat dalam bahasa Indonesia dipahami sebagai
suatu takdir yang diberikan oleh alamiah biologis. Seringkali pandangan ini dikaitkan dengan penciptaan Tuhan terhadap organ-organ seksualitas manusia. Jadi penyebutan yang tepat untuk menggambarkan perbedaan peran tersebut
adalah gender. Gender sebagai definisi menjelaskan tentang perbedaan peran
sosial yang diberikan kepada lelaki dan perempuan untuk fungsi-fungsinya yang
dapat ditukar menukarkan sesuai dengan tingkat pemahaman untuk menegosiasikan di antara mereka relasi
kekuasaan yang adil dan setara.
Misalkan
karena pendidikan gender yang kami fasilitasi kepada ibu-ibu pada paska erupsi
Merapi, peran sosial mereka bisa berubah. Ternyata tugas untuk memasak bisa
dilakukan oleh lelaki, suami, sang ayah untuk menjaminkan penerusan makanan
kepada anggota keluarga ketika perempuan, sebagai istri, sebagai ibu sedang
melakukan kegiatan publik lainnya. Sebelumnya, tugas memasak hanya dilakukan
oleh ibu, sang istri.
Dikalangan
mereka yang mengklaim identitas seksual yang berbeda, ternyata masih juga
memahami dan menjalankan pemahaman kodrat sehingga tanpa disadari terbentuk
pembagian fungsi antara lelaki dan perempuan dalam relasi homoseksual misalnya.
Dari contoh ini, penyadaran gender juga harus terus menerus disampaikan kepada
mereka dengan orientasi seksual berbeda. Karena tidak secara otomatis seorang
yang begitu modern dalam memahami identitas seksualnya sekaligus dengan sadar
menerapkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan dalam berelasi dengan partner
dan sesamanya.
Keterbukaan
kedua kelompok ini, ibu-ibu akar rumput dan pemuda/i sungguh mengagumkan saya,
sehingga mengganggu benak saya untuk melanjutkan terus tulisan ini pada bagian
berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar