Translate

Kamis, 14 November 2013

Tuhan, Sang Pencipta dalam Kekuatan Perjuangan Manusia di Papua


  (Indonesian version)
  Tuhan, Sang Pencipta dalam  Kekuatan Perjuangan Manusia di Papua
   Pendasaran Menuju Dialog Jakarta-Papua

    Versi English dari artikel dimuat pada blog saya lainnya http://farsijanaforpizza.blogspot.com/2013/11/god-almighty-of-creator-within-human.html
 
   Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

Agama menjadi bagian dari dunia modern saat ini. Ramalan tentang kematian agama-agama sudah berakhir. Dengan wajah yang menyerupai budaya, agama kembali tampil menjadi sumber kekuatan manusia di abad 21. Perdebatan tentang adanya Sang Pencipta atau semesta terbentuk sebagai hasil dari proses evolusi semata sudah melampaui titik kejenuhan. Toh setiap kelompok dengan argumentasinya masing-masing bisa terpelihara dan dipercayai menurut keyakinan setiap pribadi dan komunitas yang memungkinkan kepercayaan tersebut berkembang menjadi pengingat kepada semua orang yang mempercayainya. Di era di mana kebebasan berpendapat, berkeyakinan dan beragama diakuai sebagai bagian dari dasar hidup bersama masyarakat di dunia modern, ternyata menghadirkan keragaman dalam ekspresi manusia yang menjawab terhadap pertanyaannya tentang keberadaan Sang Maha Besar, Pencipta semesta.  

Kerangka logika tentang Sang Pencipta sebagai pelindung keluarga, suatu kelompok etnis, klan, desa sampai pada negara makin diperluas pengertiannya ketika pendekatan untuk menjelaskan ajaran-ajaran tersebut dilakukan dengan mengakui peran Sang Pencipta sebagai Roh yang hidup dan berkarya dalam kehidupan manusia.  Pengertian Roh yang statis berubah dengan pengkayaan penggambaran Sang Pencipta yang terlibat dalam keseharian manusia di muka bumi.

Batasan tentang agama-agama dalam kerangka pemahaman evolutif sudah mulai berubah terutama mengingat keterhubungan dalam kesalingpengaruhi di antara agama-agama. Reformasi dan transformasi terus berlangsung di setiap agama-agama baik terkait dengan pemahaman ajarannya maupun praktek nilai yang tampil dalam tindakan setiap pemeluk agama.  Ketika saya di rumah sakit  Ventura County Medical Center, saya dilayani oleh seorang perawat yang sangat ramah. Kami terlibat diskusi yang mendalam ketika ia bertanya tentang Bali dan Hinduismenya yang telah menumbuhkan komitmen dalam dirinya.

Namanya, Cyndy, dilahirkan sebagai seorang Katolik dari ibu dan bapak asli Mexico. Cyndy berumur 32 tahun mengatakan tidak mempraktekkan ajaran Katoliknya kecuali tahu bahwa ia dibaptiskan di gereja. Sekarang ia sedang mempelanjari Hinduisme. Saya bertanya mengapa ia tertarik dengan Hinduisme, katanya pengajaran tentang raga yang menjadi pusat dari displin untuk mengerti kehidupan sangat menarik kepadanya.

Doktrin Hinduisme tentang dewa-dewi maupun berbagai matra yang cukup sulit dipakai dalam doa tidak menghalanginya untuk memantapkan pilihannya dalam pendalaman agama Hindu untuk kehidupan pribadinya. Raga adalah kosmik pada tubuh yang mengantar dirinya untuk menguak misteri penderitaan (samsara) untuk menyusun ulang penjelasan tentang struktur kelas dalam masyarakat yang bisa disejajarkan dengan kasta.

 

Sebagai seorang anak imigran di Amerika Serikat, Cyndy dididik dengan disiplin yang tegas. Ia harus bisa berbahasa Inggeris yang bagus supaya bisa berpartisipasi dalam tataran masyarakat yang tingkatan kualitas hidup yang tinggi. Tubuh sendiri menjadi pusat dari penampakan perjuangan mengatasi penderitaan dari perjuangan antara kelas sekaligus penguatan ruang pribadi yang unik untuk mengembangkan diri sendiri. Dalam konteks ini, ajaran keselamatan di mana penderitaan manusia telah diambil alih oleh Kristus sebagaimana dimaksudkan dalam ajaran Kristen tampil tidak menjawab kenyataan perjuangan seorang anak manusia mengatasi tekanan pada dirinya sebagai seorang anak imigran. Cyndy berpikir dalam dengan dirinya sendiri ia bertarung di dalam dunia. Tubuhnya adalah pusat dari semua upaya untuk mengatasi penderitaan. Kerjanya sebagai perawat di rumah sakit seolah-olah menyadarkan dirinya tentang penderitaan tubuh manusia dari berbagai kesakitan dan bencana yang menyakitkan fisik.

 

Muncul pertanyaan bagi dirinya, sebagai seorang Hindu dari barat kasta manakah yang paling tepat?  Sebagai seorang pemudi Amerika Serikat, pengakuan tentang adanya perbedaan pola hidup dan aksesitas kepada kapital sosial bisa memberikan anggapan baru kepadanya bahwa kenyataan di Amerika Serikat telah melahirkan kepadanya suatu kasta yang baru.  Pemahaman tentang kasta lahir dari kenyataan sosial manusia yang ada dalam abad modern sekaligus bersentuhan dengan ajaran universal tentang hak-hak manusia sehingga kasta lebih dilihat sebagai perjuangan kelas sosial yang harus dilakukan terus menerus.

Di Amerika Serikat ruang kepada agama dan keluasan pengembangan nilai spiritualismenya terbuka lebar. Sekalipun harus diakui, dampak dari pemisahan agama dan politik terlihat pada pelarangan pengajaran agama sebagai iman di wilayah publik seperti sekolah-sekolah dari tingkat paling dasar sampai tinggi.  Tanggungjawab pengajaran diambil alih oleh keluarga yang seringkali terlalu sibuk untuk memberikan perhatian kepada anak-anaknya.  Anak-anak bertumbuh dalam ruang toleransi yang dikendalikan oleh negara untuk memberikan tempat kepada berbagai ajaran agama tampil menguatkan kesadarannya sebagai seorang manusia di dunia.  Tanggungjawabnya sebagai seorang manusia untuk mengerti panggilan dirinya mengabdi kepada sesama dibangunkan berdasarkan pada kekuatan diri sendiri.  Di sekolah, sejak kecil, kecerdasan, kepekaan,  kepedulian kepada sesama dan ketrampilan diri dibentuk berbasis pada penguatan kapasitas individu sebagai seorang manusia.

Pertama kali saya dilayani oleh Cyndy saya agak terpesona. Tubuhnya kecil, berambut hitam, tetapi mukanya menampakkan wajah bintang film Sophia Loren.  Ketika Cyndy menyuapi saya pada saat suami saya harus memberikan kuliah umum di malam di Westmont College di hari kedua saya di rumah sakit, Cyndy bercerita bahwa banyak orang pikir ia berasal dari Perancis.  Tutur katanya sangat lembut dengan pandangan mata yang mendalam penuh kharisma dan kasih sayang.  Tetapi Cyndy dilahirkan di Amerika Serikat tempat di mana ia terbuka untuk menjadi dirinya sendiri dibebaskan dari berbagai kategori yang dirumuskan dalam buku-buku. Keunikan Cyndy menunjukkan keragamanan manusia yang dengan cara berbeda-beda berinteraksi dengan sesama untuk menjawab kondisi kemanusiaan yang dihadapinya. 

Sesudah saya di rumah sakit selama dua hari, kemudian saya diizinkan pulang dan dibawa suami ke rumah teman kami, Charles dan Katherine Farhardian. Kamar yang kami tempati disebut rumah Papua. Ketika saya memasuki kamar Papua, saya sangat terharu, karena saya merasa seperti sedang kembali ke rumah nenek dan kakek saya di Serui di mana ibu saya dilahir. Rumah panggung yang kokoh menyimpan banyak cerita sejak saya masih kecil hingga ketika saya mengunjunginya di tahun 2007.

Itulah nasib saya, kecelakaan membawa saya pulang ke rumah Papua.  Papua sebagai tempat, seperti rumah nenek-kakek saya di Serui, di tanah Papua, tetapi Papua juga ada pada diri saya, sebagaimana dipelihara dengan baik oleh teman kami, Charles Farhardian.  Satu ruangan dari rumahnya adalah tempat di mana banyak cerita dari tanah Papua tersimpan dengan baik di tempat yang sangat jauh darinya di kota Santa Barbara, California, Amerika Serikat. Hiasan dinding dari Wamena terbuat dari kulit sebesar hampir dua meter dipasang di sebelah kiri dari tempat tidur di mana saya berbaring. Ada foto kepala suku dari salah satu lembah Baliem di dalam lemari di sebelah kanan dari kepala saya berbaring.  Semua barang dari tanah Papua punya cerita yang menggetarkan saya. Saya berbaring dengan berbagai roh-roh yang telah berpindah dan tinggal di dalam kamar Papua. Termasuk juga roh nenek saya yang namanya “Cootje” adalah namanya diberikan sebagai nama saya  yang lainnya.

Di kamar inilah, saya membaca untuk pertama kalinya cerita tentang tokoh-tokoh Papua seperti Amelia Jigibalom, Benny Giay, Willem Rumsarwir, Obed Komba, Marjono Murib, Helena Matuan, Jesua Nehemia Jikwa, Octovianus Mote, Uma Markus Kilungga, Noakh Nawipa, Herman Awom, dan Nicholas Jouwe. Cerita-cerita mereka dikumpulkan oleh Charles Fahardian dan dibiarkan dengan keindahan dan kekuatan bahasa Indonesia ala Indonesia Timur sebagai narasi seasli-aslinya seorang Papua bertutur tentang dirinya sendiri, suku bangsanya dan negaranya.

Ketika saya membaca cerita-cerita ini saya semakin sadar tentang diri sendiri yang selamat dari kecelakaan dasyat supaya bisa bertemu dengan tokoh-tokoh Papua ini dalam cerita mereka yang mengkuatkan saya.  Kematian menyemput kita kapan saja diluar kendali diri sebagai seorang manusia. Tetapi dalam cerita-cerita ini saya disadarkan tentang kekuatan besar di luar diri manusia sebagai pribadi, sebagai suku, yaitu kekuatan negara, pemerintah dan militer yang bekerja secara sistematis sedang menghabiskan saudara-saudari saya orang-orang Papua.

Cerita-cerita yang mereka tuturkan adalah kenyataan seperti cerita-cerita orang-orang suku Indian di Amerika Serikat, mereka yang tanahnya di ambil oleh pendatang dari Eropa di tanah yang disebut Amerika Serikat. Cerita-cerita ini saya sudah kenal 36 tahun lalu sebagai cerita masa kecil melalui buku Mark Twain yang menulis seri dari cerita Winnetou, pemimpin suku Apache yang sangat berani melawan ketidakadilan bangsa Eropa yang mengambil tanah-tanah mereka.

Akhir bulan Oktober 2013, kami diundang untuk berceramah dan sharing dengan gereja-gereja Presbyterian di beberapa kota di New Mexico tentang kehidupan orang beragama di Indonesia. Di sini ketika kami melewati daerah teritori suku Apache, saya ingat kembali ketika saya merasa seperti seorang anak dari salah satu pemimpin Indian. Tetapi ternyata ingatan itu dikuatkan menjadi satu peringatan karena di salah satu tempat di mana Apache Nugget berada, saya memutuskan mendapatkan satu selimut wol yang ternyata adalah selimut dibuat khusus untuk seorang anak perempuan dan diberikan kepadanya ketika ia baru dilahirkan. Selimut ini mempunyai desain yang sangat tua dibuat khusus oleh Pendleton Woolen Mills untuk The Nez Perce dalam mengingat seorang pemimpin Indian yang bernama Chief Joseph.
Top of Form

Chief Joseph adalah pemimpin India yang sangat dihormati baik oleh suku bangsanya maupun musuh-musuhnya yaitu tentara Amerika Serikat.  Ia memimpin perang yang membawa 1400 orang India menyeberang perbatasan Amerika Serikat ke Canada. Tetapi dalam perang itu banyak yang meninggal sehingga sebagai pemimpin, Chief Joseph  bersedia menghentikan perang supaya upaya perdamaian bisa dimulai.  Chief Joseph berkata: “...Saya capek dari pertarungan..Sekarang dingin dan tidak ada selimut...Dengarlah saya prajurit-prajurit lainnya, hati saya sakit dan dan sedih..dari dimana matahari akan terbit, saya tidak akan berperang lagi untuk selamanya”. Penghentian perang tersebut membuka proses negosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat. Lebih jauh, inilah permulaan ekspedisi Lewis dan Clark untuk menyelidiki batas-batas wilayah berbagai suku Indian di Amerika Serikat yang harus dihormati dan diserahkan kembali oleh pemerintah Amerika Serikat. Selimut saya ini, dengan desain Chief Joseph diberikan nama khusus dalam bahasa Indian yaitu " .. Hin - mah - too - yah - lat - kert .. " yang berarti guntur bergulir lembah bukit. Nilai-nilai selimut mencerminkan karakter keperkasaan, kekuatan, keberanian dan ketekadan.

Jadi saya tinggal di rumah bersama-sama dengan roh-roh dari orang-orang Papua dan selimut Chief Joseph yang saya selalu menggunakan sejak saya mendapatkannya di New Mexico, di tanah Apache.  Ketika saya membaca kisah hidup pemimpin Papua yang disunting  oleh Charles Farhardian dengan judul The Testimony Project " Papua ", semakin saya yakin, kecelakaan kami di Ventura , California terjadi supaya  saya bisa bertemu dengan para pemimpin Papua di rumah Papua untuk mendengar cerita mereka dan bisa terhubungkan  kembali dengan cerita para pemimpin Indian itu.

Kisah hidup tokoh Indian masih segar setelah perjalanan ke New Mexico sebelum ke California dan  sekaligus juga memperkuat cerita pemimpin Papua di Papua. Penderitaan  kehilangan tanah di  Papua seperti situasi orang-orang India di Amerika Serikat pada awal kedatangan para pendatang untuk mendiami benua Amerika. Ketidakadilan dan kekerasan yang dilakukan oleh militer Indonesia mengingatkan kita pada cerita yang sama di sini di Amerika Serikat dan perlu dihentikan. Selain itu, pemimpin-pemimpin suku Indian juga bersedia untuk menghentikan perang memulai proses perdamaian untuk mengurangi korban dari warga biasa yang meninggal dalam perang. Saya bertanya apakah pemimpin-pemimpin Papua bersedia berhenti berperang dan memulai negosiasi dengan pemerintah Indonesia demi menghentikan jatuhnya korban lebih banyak dari kalangan warga sipil biasa di Papua.

 

Saya menulis cerita ini keluar untuk meminta dukungan dari semua orang Amerika dan Indonesia warga dunia untuk mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan segera dialog Jakarta dengan rakyat Papua. Momentum dialog ini sudah ditunggu sangat lama. Bahkan hasil rekomendasi Rapat Dengar Pendapat yang dilakukan pada tanggal 25-27 Juli 2013 di Jayapura adalah melakukan segera Dialog Jakarta - Papua, kemudian baru dilakukan rekonstruksi Otonomi Khusus.  Rekomendasi ini berbeda dengan kenyataan sekarang di mana rakyat Papua sedang dipaksakan untuk menerima Rancangan UU Otonomi Khusus Plus.  

Saya juga menulis kembali cerita ini dan melebarluaskan kisah-kisah tokoh Papua yang sudah dikerjakan oleh Charles Farhardian supaya pemimpin-pemimpin Papua bisa berani keluar mempersiapkan diri mereka untuk memulai dialog dengan pemerintah Indonesia. Karena dialog tanpa pemimpin-pemimpin Papua yang dipilih oleh rakyat tidak akan menghasilkan perdamaian. Dialog antara Jakarta dan Papua harus melibatkan pemimpin Papua yang oleh pemerintah dan militer Indonesia, mereka dipandang sebagai penjahat, pemberontak, pengkhianat negara bangsa mereka sendiri.


Para pemimpin Papua yang dianggap penjahat, pemberontak ditargetkan untuk dibunuh atau ditempatkan pada penjara dengan hukuman penjara seumur hidup.  Para pemimpin Papua ini  sebenarnya adalah orang-orang beriman yang kekuasaannya didasarkan pada kekuatan dan  keadilan yang berasal dari Sang Pencipta, Tuhan Langit dan Bumi. Pemimpin-pemimpin Papua menyuarasakan nilai-nilai yang  mengingatkan kita pada nilai-nilai perjuangan keadilan, kesetaraan, iman kepada Tuhan Sang Pencipta,  terkait  dengan kesejahteraan, keadilan, kesetaraan, keterwakilan, seperti dalam dasar negara Republik Indonesia,  Pancasila  dan UUD 1945, yang juga merupakan ajaran nilai mendasar dalam agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kongfocu yang merupakan dasar kehidupan manusia di Indonesia.

Enam bulan lalu, saya terkilir siku kanan , dan saya mengakui kasih karunia Allah karena keinginan Allah bagi saya untuk mengikat tangan kanan saya sehingga saya bisa menjadi seorang seniman untuk melukis , untuk mengukir patung dari kawat  dengan tangan kiri saya supaya pameran tunggal saya yang berjudul " Pameran Blog dan Seni Rupa Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua”  di Bentara Budaya Yogyakarta, Indonesia  dari tanggal 21-29 Mei 2013, bisa menyadarkan kita semua tentang kekayaan dan keterbatasan Indonesia dalam melindungi manusianya.

Di antara karya-karya seni yang saya pamerkan terutama dalam seri 11 satire hukum nasional terdapat dua karya yang terkait dengan Papua, pertama yang berjudul "Bumi torang terbelah", kedua dengan judul "Hukum Rimba". Sementara Pameran berlangsung pada tanggal 27 Mei 2013 dilakukan Festival Papua Perdamaianan  diikuti oleh diskusi bersama masyarakat di Yogyakarta, yang juga melibatkan Forum Intelektual Papua
dan orang asli Papua di Yogyakarta dan Semarang.  Pada saat diskusi berlangsung diserahkan buku "Petisi Warganegara NKRI untuk Papua" kepada Ketua Forum Intektual Papua.

 

 
Painting with my left hand after I dislocated my right elbow (1-3)




Making wire art with my left hand while my right hand helped the process little bit (4)

 
 
 
(Bumi Torang terbelah or our breaking earth - (5)




My wire art which is titled Hukum Rimba ( The law of Jungle - (6)

 

The performance of dancing on the theme of reconciliation and gathering together after the presentation (7-8)

 
During the discussion on the theme of peace in Papua  (9)
The book was presented to the Head of Forum Intelektual Papua (10)
 
 
 
Giving my speach at the openning of the art exibition (11-12)
 
 
Beberapa link ke pameran blog dan seni rupa Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua bisa dilihat pada:
* Opening of the single art exhibition on Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua (http://www.pinterest.com/farsijanaar/opening-of-the-single-art-exhibition-on-indonesiak/

* Festival Papua Perdamaian (http://www.pinterest.com/farsijanaar/festival-papua-perdamaian-the-festival-of-papuas-p)

*Paintings of Farsijana Adeney-Risakotta (http://www.pinterest.com/farsijanaar/paintings-of-farsijana-adeney-risakotta/)

*Photographs of Peace
(http://www.pinterest.com/farsijanaar/photographs-of-peace/)

*Posters of articles (http://www.pinterest.com/farsijanaar/posters-of-articles)

dan

* Art wire of Farsijana Adeney-Risakotta (http://www.pinterest.com/farsijanaar/art-wire-of-farsijana-adeney-risakotta/)


Salah satu karya kawat (art wire) saya berjudul "Penari Keadilan", dibuat ketika tangan kanan saya dibalut digibs. Ketika petugas di rumah sakit di Ventura, California datang mengukur ukuran tubuh saya untuk membuat brace, saya katakan dulu ukuran diambil dari tubuh saya untuk membuat karya seni.  Tetapi  sekarang ukuran yang sama  bukan lagi untuk suatu karya seni, melainkan  untuk membuat perisai yang akan melindungi  tulang-tulang patah ditulang belakang saya, mengurangi rasa sakit sekaligus mengingatkan saya tentang penderitaan dari kesakitan karena ketidakadilan yang dialami oleh saudara-saudara saya di Papua.

 
The Dancer of Justice

 


Raga dalam tubuh saya sebagai bagian dari penderitaan diri tetapi juga terkait dengan derita saudara-saudari Papua. Penderitaan ini saya tidak pikul sendiri seperti yang dimengerti oleh Cyndy sebagai seorang Hindu tetapi telah diambil oleh penderitaan Yesus Kristus yang lebih dulu menderita, disalibkan, mati dan kemudian bangkit. Seperti disaksikan dalam kisah-kisah hidup pemimpin Papua, sumber kekuatan dalam perjuangan mereka ada hanya pada Allah.

 
I was about to leave the hospital with my blanket wrapping myself

Sekarang satu-satunya kegiatan  yang dapat saya lakukan selama 12 minggu menggunakan brace adalah mengetik dengan tangan lurus saya di laptop sambil harus berdiri setiap 30 menit dari kursi saya berjalan memutar untuk kembali mengetik. Saya mengetik untuk menemukan wajah keadilan, cinta, kesetaraan, kesejahteraan yang kami semua anggap sudah dipraktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai umat Allah.

 
                                         
At home in Boston, I was typping the story of The Testimony Project Papua

Saya ingin melepaskan satu per satu cerita dari pemimpin Papua karena saya dalam keterbatasan saya sesudah tulang belakang patah  sedang mengetik perlahan-lahan cerita-cerita ini. Saya percaya keselamatan dalam  Tuhan yang telah memberikan saya dan suami saya hidup dari kecelakaan mobil yang mahadasyat supaya saya dapat mengetikkan cerita yang akan menyebar di seluruh dunia sehingga banyak orang dapat mendengar suara-suara pemimpin Papua ini.

 

4 komentar:

  1. Membaca tulisan ini saya menjadi larut dalam narasinya. Kesan mendalam semakin kuat saat saya mulai membaca paragraf tentang kamar Papua, dimana saya menemukan nama-nama yang juga pernah saya kenal bahkan bercengkerama dengan mereka, seperti Nikolas Jowe atau nowah Nawipa. Namun Saya menjadi begitu terkejut ketika tulisan ini mulai masuk pada proposal dialog Jakarta-Papua. Saya tidak menyangka kalau tulusan ini dikembangkan untuk sebuah proposal "dialog" Jakarta-Papu yang terkesan seakan mengidentifikasi Jakarta sebagai representasi Indonesia yang dengan sengaja meninggalkan Papua. Sama sekali saya tidak keberatan dengan dialog karena dialog adalah pintu menuju hal baik, saya hanya terkejut dengan statemen bahwa pemerintah Indonesia dan tentara, dalam tulisan ini, disebut menganggap para pemimpin Papua adalah penjahat, pemberontak bahkan penghianat yang ditargetkan untuk dibunuh.
    Saat saya mendengar paparan Nikolas Jowe di Belanda juga saat saya beberapa hari bersama dengan Nowah Nawipa di Bangkok beberapa tahun lalu saya tidak mendengar itu.
    Mohon kiranya penulis memberikan ulasan lebih mendalam siapa kiranya, pemimpin papua yang mana yang kematiannya menjadi target tentara atau akan segera dipenjara saat tertangkap?
    Penjelasan penulis akan menjadi pencerahan bagi saya. Apresiasi yang tinggi untuk tulisan ini.
    Salam Hormat
    Malik

    BalasHapus

  2. Salam sesama warganegara NKRI untuk bung Malik mengejar mimpi.
    Terima kasih banyak untuk tulisan bung Malik yang menanggapi catatan saya di atas. Seperti saya jelaskan, catatan di atas adalah bagian paling awal dari 12 kisah hidup tokoh-tokoh Papua. Saya harap bung Malik bisa bersabar mengikuti cerita-cerita yang akan saya bagikan kepada semua warganegara NKRI dan dunia supaya kami semua disembuhkan dari proses pembacaan atas cerita-cerita tersebut.
    Terkait dengan maksud dari perluasan cerita-cerita tokoh Papua yang bertujuan untuk mendorong terjadinya Dialog antara Jakarta dan rakyat Papua, sebagai seorang warganegara NKRI, saya percaya cara ini adalah yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan riel di lapangan di tanah Papua. Melibat tokoh-tokoh Papua yang dengan tegas mungkin menamakan dirinya adalah bagian OPM atau KNPB adalah sangat bijaksanan karena mereka adalah pemimpin yang menerima rahmat sebagai pemimpin karena dipilih oleh warga masyarakatnya.
    Saya harap bung Malik bisa memulai mengikuti cerita-cerita yang saya ketik ditengah kesulitan saya dalam bernapas karena brace yang dipasangkan sangat ketat untuk melindungi tulang belakang yang retak.
    Terima kasih banyak saya sampaikan kepada bung Malik untuk berbagi dukungan sebagai sesama warganegara NKRI dalam menyelesaikan masalah di tanah Papua. Salam amalulukee

    BalasHapus
  3. salam sejahtera selalu,. untuk penulis artikel diatas, tulisannya bagus sekali,. mencoba mengangkat sisi lain dari Papua. Selain anda melihat dari sisi tersebut yang anda bahas diatas, pernahkah anda menginjakkan kaki di Papua? atau mencoba meneliti lebih dalam tentang situasi di Papua?

    BalasHapus
  4. Salam sejahtera bapak/ibu Modus Capua. Terima kasih banyak untuk pembacaan dan komentarnya. Mungkin anda sebagai pembaca kurang teliti karena saya menjelaskan bahwa saya ke Papua, termasuk mengunjungi rumah panggung di mana nenek dan kakek saya pernah tinggal di Serui, tempat ibunda saya dilahirkan. Papua sudah di hati saya sejak masih kecil karena banyak cerita yang sangat menawan dituturkan oleh kakek dan nenek sebagai cerita sebelum tidur malam. Sudah hampir dua tahun saya bersama-sama dengan sesama warganegara NKRI melakukan gerakan yang bernama Petisi Warganegara NKRI untuk Papua. Tulisan ini adalah bagian dari artikel yang diposting di Forum Petisi Warganegara NKRI untuk Papua . Semoga penjelasan saya berkenaan untuk anda. Salam amalulukee.

    BalasHapus