Translate

Jumat, 08 November 2013

Tulang Patah untuk Kehidupan Papua

(Indonesia)


Tulang Patah untuk Kehidupan Papua
Cerita dari Rumah Papua di Santa Barbara, California

Versi bahasa Inggeris dari artikel ini dimuat pada blog saya lainnya
http://farsijanaforpizza.blogspot.com/2013/11/english-breaking- bones-for-life-of.html
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

 

Saya menulis cerita ini dari Santa Barbara di ruang yang dipanggil "Papua" oleh teman-teman kami, Charles dan Katherine Farhardian pemilik rumah yang hangat dan penuh kasih sayang setelah tinggal selama pemulihan kami  dari kecelakaan mobil. Kami diundang oleh Westmont College untuk memberikan beberapa kuliah selama The week of awareness of interfaith activism  yang dicanangkan pada sekolah tsb.  Mereka telah menyiapkan hotel yang terbaik di Santa Barbara untuk kami tinggal, yaitu Mentecito Inn yang pernah kami tinggal di sana ketika mengunjungi Westmont College tahun 2006 untuk juga memberikan perkuliahan di sini. Tetapi kami memutuskan tinggal di rumah mereka karena selama saya sakit, pak Bernie yang bisa meneruskan komitmen menyampaikan perkuliahan.

Saya sebenarnya harus menunggu untuk menulis surat ini kepada keluarga dan teman-teman saya di Indonesia, di Amerika Serikat dan di mana-mana. Ketika saya masih di rumah sakit Ventura County Medical Center, Pak Bernie sudah berkomunikasi dengan keluarga dan gereja Presbyterian Church di Louisville, yang mendukung kerja kami di Indonesia. Pimpinan gereja telah menulis surat,  bertelepon untuk menyampaikan simpati dan dukungan mereka kepada kami.  Kemarin menjelang malam saya berbicara dengan Pdt Marry Ellen dari First Presbyterian Berkeley, California.  Saya juga telah membalas message dari Kurnia  Widiastuti, mahasiswi ICRS Yogya yang mengirimkan email dengan dokumen attachment terkait dengan dua makalah yang akan diuji pada komprehensif di ICRS Yogyakarta.  Saya menjawab berita pesan kepadanya bahwa saya belum bisa membaca dokumennya karena baru keluar dari rumah sakit sesudah kecelakaan mobil yang dikendali oleh suami saya, pak Bernie. Bu Nia Widiastuti kemudian menyebarkan pesan saya singkat kepada jejaring di ICRS Yogya. Teman-teman menelepon pak Bernie dan menulis surat dukungan simpati kepada kami.

Saya memutuskan menulis sepotong kepada teman-teman karena setiap perjalanan kami ke mana-mana selama saya mempunyai smartphone, saya posting di Facebook. Saya bisa duduk selama 30 menit tetapi harus segera berjalan mengintari rumah karena pada tubuh saya sekarang ini diberikan  tameng/perisai untuk menutup dari seluruh badan bagian atas.  Kekuatan untuk menulis datang terutama pagi ini ketika saya bangun.  Saya sadar kehidupan saya yang dilindungi Tuhan sungguh tidak seberapa dengan kematian yang terjadi di kalangan saudara/i saya di Papua. Sebelum tidur  tadi malam saya membaca buku The Testimony Project Papua yang disunting oleh Charles Farhardian.  Sangat sulit membaca buku dengan saya menggunakan bantal tipis di kepala. Ada dua tulang saya yang retak dipunggung belakang, pertama disebut T 11 yang berarti bagian hampir paling rendah dari bagian thoracic yaitu tulang punggung dan kedua disebut L 4 yang adalah singkatan dari lumbar spinal. Untuk jelasnya saya ikutkan keterangan dari wikipedia <Human Vertebral Colum>


atau bisa dibaca pada Post Accident Thoraco-Lumbar Spinal Disc Injuries T 11 – L 4


Sampai sekarang di tangan kiri saya ada laminating hospital braclet yang mencantumkan nama saya ketika di bawa ke rumah sakit  Ventura County Medical Center, Pusat trauma pada jam  23:12 AM pada tanggal 4  November 2013. Mobil yang dikendarai pak Bernie dengan saya yang sedang tertidur di sampingnya mengalami kecelakaan kira-kira jam 10 malam. Ketika itu kami baru selesai mengajar di kelas Prof. Roberta King terkait dengan musik perdamaian yang menghimpun Kristen dan Islam terlibat dalam perdamaian di Indonesia. Beberapa tahun lalu, Roberta King melakukan workshop tentang Islam dan Kristen untuk perdamaian melalui music dan lagu yang bekerja sama dengan ICRS Yogya


Pada hari Senin itu memang kegiatan kami sangat padat, selain pertemuan dengan pemimpinan Universitas dan Dekan Fakultas Teologi, pak Bernie memberikan kuliah untuk S3 dan S2 di Fuller Theological Seminary. Malam-malam kami memutuskan menuju ke Santa Barbara, karena besok paginya kami harus memberikan kuliah di Westmont College. Dan malam itu, kecelakaan terjadi. Mobil kami menabrak pembatas jalan di high way yang berakibatkan mobil berguling berputar sebelum akhirnya menambrak gundukan tanah diseberang jalan tsb. Saya tidak ingat apa-apa, kecuali diceritakan pak Bernie kembali sesudah kejadian tersbt karena pada saat itu saya sedang tertidur mendalam. Saya dibangunkan dengan suara pak Bernie dan elusan di tangan saya katanya: “Honey we have to get out because there is a fire under our car”. Pak Bernie membantu melepaskan seat belt saya kemudian bertanya di mana kacamatanya. Saya menunjukkan kacamata yang ada dibawah tempat duduk sopir, ternyata itu adalah kacamata saya. Pak Bernie tinggalkan mobil kami tanpa kacamatanya.

Kami kemudian ditemanin oleh dua orang pemuda gagah  yang bertubuh kekar berhenti dengan trucknya untuk mengingatkan kami keluar dari mobil dan menemani kami sampai Polisi, Fireman dan Ambulance yang ditelpon mereka datang. Saya minta air dari mereka yang kemudian memberikannya kepada saya.  Tidak ada kecelakaan lain karena jalan sepi. Polisi memeriksa dengan teliti pak Bernie dan tidak ada yang dipersoalkan. Syukur kepada Tuhan, ketika mobil disewa, pak Bernie mengubah pembayaran dengan credit card yang memberikan asuransi kepada mobil yang disewa. Sekarang kami dalam pengurusan dengan agensi mobil dan asuransi sehingga mobil tersebut bisa dibayar dari fasilitas Citibank. Perawatan di rumah sakit dan kamar darurat juga ditangani oleh asuransi.

Dokter kepala tim operasi datang kepada saya mengatakan bahwa mereka tidak punya obat untuk menyembuhkan saya sesudah brace dipasang. Dokter datang jam 7 malam dan katakan saya bisa pulang untuk istirahat lebih baik.  Dalam dua hari setengah sejak di kamar darurat, saya dilayani dengan sangat cepat dan baik sekali. Tiga macam CTScan dilakukan dan beberapa foto rotgen serta test darah. Indikasi tentang Pankreas yang kena luka dari kecelakaan tidak terbukti sesudah test darah. Syukur saya dalam kondisi sehat ketika kecelakaan terjadi. Dokter dan terapis sangat optimis dengan kecepatan dari kesembuhan tubuh saya karena  saya tidak merokok dan minum minuman keras. Mereka sangat bersyukur karena saya punya kemauan untuk melatih diri saya sesudah brace siap dan dipasang pada tubuh saya. Manfaat dari jogging, latihan olah otot dan yoga yang saya lakukan setiap hari terasa sekarang karena saya harus kuatkan tulang belakang saya untuk berada dalam posisi tegak juga ketika harus ke kamar kecil. Lutut yang dibengkokan harus dijaga secara seimbang sehingga tubuh saya tidak dalam keadaan membungkuk.  Tubuh saya sangat ringan ketika saya dibawa oleh perawat masuk ke CT Scanner atau dipindahkan ke atas tempat tidur di ruangan rumah sakit.

Dokter datang memberitahu saya bisa pulang sesudah dua hari di rumah sakit


Tetapi pada tubuh kecil munggil ini ada kekuatan dari Tuhan Yesus Kristus yang tidak pernah meninggalkan saya. Kekuatan saya adalah kekuataan dariNya. Menghayati petaka dan tragedi dari kacamata iman, saya sungguh melihat penderitaan orang lain yang kesaksiannya saya tidak pernah tahu sampai akhirnya saya membaca di ruang Papua di rumah ini.

Sekarang penderitaan itu, tulang yang remuk ada pada diri saya, seperti orang Papua yang sudah banyak meninggal. Ketika seorang therapis datang untuk menggambar brace saya, ia harus mengambil ukuran tubuh saya. Saya dibaringkan di atas tempat tidur di temanin oleh seorang jururawat dan suami. Ia mengambil secara terperinci ukuran tsb yang darinya sebuah brace dibuat. Ketika saya sedang diambilkan ukuran saya katakan kepadanya bahwa enam bulan lalu saya mengambil ukuran tubuh sendiri untuk membuat karya seni berjudul Penari Keadilan. Karya tersebut dipamerkan pada tanggal 21-29 Mei 2013 di Bentara Budaya Yogya. Penari Keadilan adalah karya seni saya yang dibuat dari wire. Penari Kehidupan menari dengan kaca pada bagian muka dan belakang dari kedua tangannya.  Pada bagian depan dari posisi jantung saya letakkan kaca dan juga dibelakangnya. Pada bagian yang paling bawah dari pinggiran roknya saya pasangkan simbol perdamaian. Penari Keadilan tidak punya muka, baik bagian depan dan belakang sama.  Penari kehidupan menari sedang selendang wire yang tidak terputus membentuk gelombang keadilan untuk semua orang tahu tentang keprihatinan dalam dirinya.

Silahkan lihat

Dancer of Justice
http://www.pinterest.com/pin/535083999447586334

Saya keluar dari rumah sakit menggunakan tameng (brace)


 

Sekarang saya sedang menggunakan brace.
Tentang brace bisa dilihat pada penjelasan yang tersedia
"Orthosis" (brace) http://en.wikipedia.org/wiki/Kyphosis

Bertubuh brace saya merasa seperti sedang melakonkan ketidakadilan yang sedang dialami oleh orang-orang asli Papua karena tanah mereka yang kaya tetapi jiwa-jiwa mereka sengaja dipinggirkan dimatikan untuk kehidupan yang disebut pembangunan dan kemajuan.

Tubuh saya sekarang ini bukan hanya suatu karya seni tetapi tubuh yang retak dan rapuh seperti tubuh dari saudara/i Papua saya yang berada dalam kesakitan lama. Tuhan sedang mempersiapkan saya di rumah Papua di California untuk bersama dengan mereka disembuhkan oleh Tuhan Yesus sendiri seperti dikatakan dalam Kitab Titus 3:5 “Tuhan menyelamatkan kami bukan karena  kebenaran apa yang sudah kita lakukan, tetapi karena kemurahanNya sendiri. Tuhan menyelamatkan kami  dengan membasuh kelahiran baru  dan pembaharuan Roh Kudus yang dicurahkan kepada kita dengan sangat kebaikan yang luar biasa melalui Yesus Kristus, penyelamat kami.

Besok kami pulang ke Boston. Sejak kemarin saya berlatih menggunakan brace selama 4 jam, hari ini saya bersyukur saya bisa menambah sampai 7-8 jam supaya perjalanan dengan pesawat ke Boston bisa dilakukan karena saya sudah berlatih diri untuk waktu lama bernafas dengan brace. Saya mohon doa dari keluarga dan teman-teman sehingga perjalanan pulang diberkati Tuhan dan saya dikuatkan dalam ketenangan dan ucapan syukur untuk peristiwa yang menimpa saya saat ini.  Baik pak Bernie dan saya berterima kasih kepada keluarga dan teman-teman untuk dukungan simpati kepada kami. Kiranya pengalaman iman saya bisa juga menguatkan kita semua untuk tetap berjalan setia dengan Tuhan dalam penderitaan yang kita hadapi.

Salam kasih dan doa

Farsijana Adeney-Risakotta

 
Catatan:
Tulisan yang sama dengan judul 

Breaking Bones for the life of Papua. A story from Home of Papua in Santa Barbara, California
bisa dilihat pada blog saya yang berjudul
PIZZA (Peace Incredible Zoom Zone Authenticity)
http://farsijanaforpizza.blogspot.com/2013/11/english-breaking-bones-for-life-of.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar