Translate

Sabtu, 16 Juni 2012

Kehidupan Intelektual Indonesia Sesudah Pembakaran Buku


Kehidupan intelektual Indonesia Sesudah Pembakaran Buku
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta


Berita pembakaran buku bukan hal yang baru.  Kementerian Hukum dan HAM membakar buku-buku, media elektronik yang dinilai bertentangan dengan UU. Kategori buku-buku dan bahan elektronik yang dibakar apabila bernuansa pornografi dan pornoaksi.
Baru-baru ini PT Gramedia memusnahkan buku-buku yang diterjemahkan dari judul asli 5 Cities that Rule the World. Buku yang ditulis oleh Douglas Wilson dilaporkan oleh FPI kepada Mabes Polri tentang penemuan adanya penghinaan kepada Nabi Muhammad SAW.  Buku yang ditulis oleh seorang teolog konservasi Amerika Serikat diasumsikan dapat menyebabkan pergolakan dalam masyarakat sehingga sebaiknya dibakar.
Banyak kalangan menyayangkan PT Gramedia yang sangat kompromi dengan seruan kepolisian dengan mendapat konfirmasi dari MUI untuk segera membakar semua buku tersebut tanpa melalui upaya pengadilan.

Saya membaca versi buku ini dalam bahasa Inggeris bukan sebagai hasil terjemahan sehingga sangat sulit untuk saya melakukan penilaian tentang kebenaran bahwa ada rumusan terjemahan yang dengan sengaja menghina Nabi Muhammad SAW.

Secara garis besar, buku ini sebagaimana saya membaca dalam versi Inggerisnya bermaksud menjelaskan tentang pengaruh agama dalam kekuasaan. Pengaruh ini menyebabkan perang, penaklukan dan peminggiran kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dunia sejak jaman lalu sampai saat ini di Yerusalem, Athena, Roma, London dan New York.

Sejarah dunia adalah sejarah kepahitan. Kebanyakan kepahitan disebabkan karena manusia yang mengatasnamakan agama melakukan pemaksaan ajaran kepada kelompok-kelompok yang ditaklukan. Sejarah masa lalu dihadapi dalam perspektif dan pengalaman kehidupan masa sekarang, dimana tindakan-tindakan perampasan daerah dan pemaksaan manusia dari mereka yang ditaklukan sudah tidak lagi dipraktekkan.

Perang Dunia I dan II adalah perang kepahitan yang menyebabkan bangsa-bangsa berjanji secara bersama mengatasi permasalahan kekuasaan, teritori dan ideologi.  Agama sebelum Perang Dunia II adalah ideologi yang paling ampuh untuk menyatukan dan menceraiberaikan.  Pembentukan politik nation state atau negara bangsa berupaya untuk mengatasi kecenderungan praktek politik negara yang menggunakan agama melegitimasikan penyatuan suatu bangsa.

Jadi dengan mengaitkan sejarah masa lalu, penulis juga sering kali menghadirkan pengertian dan mengilustrasikan penjelasannya dengan menggunakan contoh-contoh sekarang.  Kota-kota yang dipilih terkait dengan berbagai tragedi kemanusiaan yang disebabkan karena perlakukan orang-orang beragama.

Target pembacanya adalah masyarakat Amerika Serikat. Ketika berbicara tentang Yerusalem sebagai kota suci dari tiga agama, Yahudi, Kristen dan Islam, penulis menghadirkan pandangan dari kerinduan warga Yahudi seperti mereka yang tinggal di Brooklyn New York terhadap Israel yang baru. Pada bagian lain penulis menunjukkan kemungkinan gerakan fundamentalisme menggunakan ajat-ajat tertentu dalam kitab suci baik di dalam Alkitab maupun Al Quran untuk mengklaim gerakan keagamaan yang dipercayai diwahyukan Allah.
Sekarang saya menulis tentang isu ini bukan untuk menjelaskan ulangan apa isi buku tersebut. Tulisan ini bermaksud untuk mengerti lebih jauh dampak dalam sejarah dunia dari  tindakan pemusnahan buku yang dikategorikan sebagai buku-buku non pornografi dan pornoaksi. Apabila kategori ini tidak dibuat, maka dengan mudah muncul anggapan bahwa buku-buku yang dibakar setara derajat kualitasnya dengan buku-buku terlarang yang dijelaskan dalam UU anti Pornografi dan Pornoaksi.

Peristiwa tertua terkait dengan pembakaran dan pemusnahan perpustakaan terjadi di Alexandria Mesir.  Menarik diamati ternyata buku menjadi target pemusnahan dimulai dari masa pendudukan Romawi dengan beberapa generasinya sejak Kaisar Julius Caesar sampai dengan masa Romawi Timur ketika Kekristenan menjadi agama negara diteruskan ke jaman Islam. Ada kira-kira empat  kekuasaan  yang berbeda menargetkan perpustakaan sebagai sasaran pertama pemusnahan manusia.

Ketika buku dimusnahkan manusia juga dimusnahkan. Pemusnahan ini adalah upaya menghapuskan sejarah pemikiran, sejarah intelektual, sejarah dialog dari pencarian diri manusia untuk mengerti dunia di sekitarnya. Saya ingat peristiwa yang sama juga dicatat baik dalam Alkitab maupun Al Quran tentang nabi Daniel.
Daniel adalah seorang dari para intelektual Israel yang dibawa ke Persia pada masa raja Darius.  Mereka adalah orang-orang terpilih yang pintar diselamat dari gerakan pemusnahan bangsa Israel, termasuk semua catatan sejarahnya. Penulis buku 5 Cities that Rule the World tidak menjelaskan tentang cerita yang lebih tua tentang negara-negara di sekitar Yerusalem yang berperang untuk menghancurkan masyarakat seperti tertulis dalam Kitab Suci umat Yahudi, Kristen dan Islam.
Tetapi Daniel ternyata selamat dari skenario pemusnahan ini, karena ternyata ia malahan bisa melewati ujian kesuciannya ketika dibuang bersama dengan teman-temannya dalam gua singa. Daniel bisa menjinaki singa karena dikatakan Ia takut kepada Allah. Singa-singa lapar itu melihat Daniel tapi mulut mereka tertutup.

Pembakaran buku adalah selangkah dari pemusnahan pemikiran, pembakaran manusia yang berbeda dalam keyakinan, pandangan dan praktek dengan mereka yang berkuasa.  Sebagai orang beriman, yang melakukan pembakaran atas dasar iman, mungkin adalah baik untuk berkaca apakah tindakan ini sudah sejalan dengan maksud ajaran iman yang dipercayainya.
Pertanyaan saya di atas terkait dengan upaya untuk mengerti bagaimana seseorang atau kelompok bisa melakukan sesuatu dengan mendasarkan motivasi dan tindakannya secara agamis, sementara terlihat jelas adanya kontradiksi dalam ajaran yang sebenarnya dipercayainya.  Sejak peristiwa pembakaran buku, saya melihat kembali tulisan A Common Word untuk mencoba mengerti Islam seperti yang dimaksudkan dalam undangan tersebut.
Satu ayat menarik dari Al Quran ingin saya kutip untuk mengundang dialog terbuka di antara pemerintah maupun FPI terhadap berbagai tindakan-tindakan yang meresahkan sedang terjadi di Indonesia.

www.acommonword.com

Dengan Nama Allah, yang Maha Pengasih, Penyayang,
Serulah (manusia) ke jalan (agama) Tuhanmu dengan kebijaksanaan dan pengajaran yang baik, dan berbantahlah (berdebatlah) dengan mereka dengan (jalan) yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui orang-orang yang sesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Kitab Suci Al Qur’an, An-Nahl, 16:125)

Saya ingin bertanya, apakah pembakaran buku merupakan petunjuk yang diterima dari Allah SWT?  Mengapakah tidak ada dialog untuk mencoba mengerti mengapa buku tersebut ditulis? Mengapa banyak tulisan yang terdiri dari angka-angka yang ada di departemen-departemen pemerintah yang terkait dengan pemalsuan dana-dana sebagai bukti korupsi tidak dibakar sebagai tanda Indonesia bertobat terhadap korupsi? Bukankah inilah sebenarnya petunjuk Allah SWT untuk Indonesia bertobat, bukan sebaliknya mencari upaya untuk membenarkan diri sendiri, dengan menggunakan kekuasaan dan kekerasan untuk melenyapkan upaya refleksi manusia supaya tidak tersesat lagi ke dalam jalan yang bukan dari Allah.
Sekarang pembakaran buku menjadi sejarah baru untuk kehidupan Indonesia! Apakah berarti kehidupan intelektual untuk merenungkan, berpikir dan bertindak dalam jalan Allah juga akan dihentikan? Saya merenungkan nabi Daniel, saya datang kepada Allah SWT yang memberikan sejarah dulu tertinggal dalam ingatan manusia seperti tertulis dalam kitab suci supaya ada harapan kepada kita semua.

Pembakaran buku  bukan akhir dari suatu kematian intelektual, tetapi inilah awal munculnya keberanian untuk mengundang dialog terbuka dengan mereka yang berbeda dari kita.  Semoga undangan saya ini disambut oleh pemerintah maupun mereka yang melakukan tindakan kekerasan termasuk membenarkan pembakaran buku. Ampunilah kami semua Allah karena kami tidak tahu apa yang sedang kami lakukan dan bawalah kami ke jalanMu sendiri! Amin.


2 komentar:

  1. Analisis yang sangat baik.

    Kita memerlukan pikiran yang jernih dan hati yang terbuka ketika membaca pengetahuan dari buku. Pikiran yang terpasung dalam "agama", membuat manusia tenggelam dalam kebodohan. Lihat sejarah galileo galilei!! Dia tahu bumi bulat dan BUKAN pusat tatasurya, tetapi karena "agama" tidak sependapat, kebenaran tersebut harus dipendam. Saya sangat setuju dengan kalimatmu "Ketika buku dimusnahkan manusia juga dimusnahkan. Pemusnahan ini adalah upaya menghapuskan sejarah pemikiran, sejarah intelektual, sejarah dialog dari pencarian diri manusia untuk mengerti dunia di sekitarnya"

    Semoga makin banyak penulis kritis seperti anda.
    Teruslah menulis untuk Indonesia.

    BalasHapus
  2. Terima kasih banyak untuk komentar anda. Meneguhkan dalam kata-kata yang bijak seperti menulis kembali pergumulan bersama. Marilah terus membaca dan berbagi untuk Indonesia. Salam solidaritas NKRI.

    BalasHapus