Krisis Kacamata dan Krisis Sinta
Oleh: Farsijana Adeney-Risakotta
Menulis mungkin sudah menjadi daging dalam diri saya. Tetapi saya memutuskan mempertimbangkan setiap kata-kata saya sebelum menjadi tulisan. Tulisan bukan hasil dari unjuk kemampuan berpikir dan penguasaan pengetahuan. Ketika saya berpikir seperti ini, saya malahan kehilangan inspirasi dan passion tentang apa yang akan ditulis. Menulis untuk saya bukanlah tampilan suatu kekuasaan. Saya ingin mendialogkan pemikiran yang tampil sebagai kegelisahan dari pengalaman yang pernah terjadi.
Kegelisahan itu bisa berhubungan dengan suatu ajaran yang sangat dihormati oleh masyarakat tertentu. Kalau saya menulis tentangnya bukan karena saya meremehkannya. Saya menulis untuk menunjukkan apa yang saya lihat dalam diri saya. Saya harap orang lain juga melihat hal yang sama.
Ini tentang pengalaman di Pura Uluwatu. Bali bukan hanya pulau dengan keindahan yang rumit. Bali adalah kehidupan menyatu terintegrasi antara manusia, alam dan Sang Pencipta yang dipercayainya. Mendengar penjelasan dari oraganizer tur bahwa kami akan ke Pura Uluwatu, saya membayangkan mengunjungi pura-pura lain seperti pura Ulun Danu di Bedugul yang menjadi salah satu pura favourite saya. Saya ingat sesudah suami melakukan parasailing mengelilingi danau, kami menikmati keteduhan di pura ini.
Tiba di Uluwatu kami diberitahu oleh pengelola pura yang memberikan ikat pinggang bagi mereka yang berpakaian dengan rok atau celana panjang dan kain bersarung biru untuk melilit tubuh mereka yang menggunakan celana selutut. Suami saya harus menggunakan kain dari pura sebelum memasuki kompleksnya yang luas. Kompleks pura terletak di ujung tebing Uluwatu. Lokasi Uluwatu adalah di bagian selatan pulau Bali. Mungkin berlayar menyusuri tepian pesisir selatan akan lebih cepat dari pada berkendaraan berkelok-kelok menanjaki bukit seperti pengalaman menyusur dari Bali Selatan melalui Bali Tengah ke pantai Utara, Lovina melewati Singaraja, Buleleng.
Uluwatu di desa Pecatu termasuk kecamatan Kuta bagian selatan. Pantai bertebing memperlihatkan proses sedimentasi pulau Bali dari pantai berpasir halus, warna hitam seperti di Seminyak, ke timur di Kuta ke makin timur New Kuta di Dream Land yaitu tanah beratus hektar yang dikuasai oleh Tommy Soeharto ke makin timur daerah bertebing di Uluwatu sampai ke Amed di Bali Timur. Makin ke timur pasirnya memutih sebagai pecahan dari ribuan tahun karang-karang yang terlepas dari tebing-tebing di sekitar daerah Bali timur.
Tiba di situ mengingatkan saya kepada tebing seperti di Alas Wegode di Parangtritis yang mengingtari pantai selatan ke bagian timur dari Yogyakarta. Saya berjalan dengan keriangan hati seolah-olah kesamaan pencirian pantai akan memberikan pengalaman penerimaan yang indah. Perasaan ini tetap saya pupuk sekalipun di rumah penjaga pura di mana kami menerima tali tanda memasuki daerah suci, sudah diperingatkan supaya kami mewaspadai monyet-monyet. Dikatakan bahwa monyet-monyet di sana nakal. Mereka bisa mengambil dengan cepat kaca mata, anting, kalung, bahkan jam tangan, gelang dan juga sepatu. Mereka tidak mau mengambil kamera. Kami semua diminta menyimpan barang-barang yang bisa menggoda monyet berlaku jahat. Apabila pengunjung takut bisa menyewa pawang dengan harga $US 7 per jam.
Pura Luhur Uluwatu, demikian nama aslinya akan ditemukan sesudah melewati hutan di atas tanah berkarang dan berkapur. Hutan ini disebut Kekeran yang dipercayai akan memberikan kesucian bagi pura Luhur Uluwatu itu.
Jadi kami melewati hutan kekeran mendekat ke tebing di mana pura Luhur Uluwatu berdiri. Ada beberapa pohon dekat dengan pagar tembok setinggi semeter yang melindungi kami dari kemungkinan terperosok ke tebing. Di sini ketika kami sedang menonton laut, tiba-tiba dengan sangat cepat, seekor monyet datang dari barat dan belakang suami saya langsung mencopot kacamatanya. Monyet itu dengan sangat cepat pula, meloncat ke tebing meninggalkan suami yang terperana ketakutan karena mungkin ia akan sukar menikmati perjalanan tanpa kaca mata. Saya sedang menghibur suami dan dengan perasaan seolan-olah akan menolongnya kemudian dikagetkan dengan tarikan tiba-tiba yang membawa pergi kaca mata saya. Seekor monyet lain sedang berlari menurun tebing sambil menggigit kaca mata saya.
Dalam situasi panik, kami kemudian mendengar seorang teman dari Indonesia, Lely, yang kacamatanya diambil paksa oleh seekor monyet lain. Juga seorang teman dari USA, Julianne yang sedang berdiri di bawa pohon jarak, kaca matanya diambil oleh monyet yang diam-diam memanjat pohon untuk mengambil kaca mata dari batang pohon yang lebih tinggi dibandingkan Julianne. Julianne tingginya hampir setinggi suami saya, kira-kira 1.90 meter.
Tiba-tiba muncul seseorang yang di tangannya ada snack masih terbungkus plastik. Lelaki ini mengulurkan snack yang bergambar coklat. Kera memperhatikan cermat! Tangannya masih menggegam kaca mata yang dengan jerih payah sedang dicoba mengunyahnya. Saya semakin pasrah. Cuma merasa iba bagaimana dengan kaca mata suami. Kerabunannya lebih rawan daripada saya! Syukurlah, lelaki bergiwang itu berhasil membujuk kera sehingga mau menukarkan kaca mata dengan snack. Mulanya ia mengembalikan kaca mata suami, kemudian saya, dan terakhir Yulianne. Hanya kaca mata mba Lely, isteri mas Ipung yang tidak pernah dipulangkannya.
Lely masih dibuntuti seekor kera yang menarik-narik sandalnya. Seorang turis perempuan dari Jepang juga menjadi incaran kera karena salah satu sandal kirinya diambil. Bahkan untuk kera ini, ia bisa membandingkan antara dua jenis makanan yang diberikan oleh seorang penjaga perempuan di pura, yaitu roti atau rambutan. Ternyata mengembalikan sandal perempuan Jepang ini, perempuan penjaga harus bolak balik dua kali ke bale yang ia sedang duduk untuk mengambil rambutan, karena monyet tidak suka roti.
Pura Luhur Uluwatu yang berarti tempat dengan nilai keluhuran yang tinggi malahan menimbulkan kesedihan, kejengkelan, kemarahan dari kami semua. Dijelaskan oleh organizer tur kami, bahwa perubahan perilaku kera ini kira-kira sudah berjalan sejak 2-3 tahun lalu. Dulunya tidak ada kejadian seperti begitu. Monyet-monyet yang saya temui di Sangeh dan juga di the Monkey Forest di Ubud juga sangat baik dan bersahaja. Memang kadang-kadang ada monyet yang agresif. Tetapi pada umumnya masih terkendali. Tetapi di Uluwati, kera mencuri barang pengunjung yang kemudian ditukarkan dengan makanan. Lelaki penolong kami itu juga minta supaya kami memberikan uang kepadanya untuk membeli makanan kera. Bisa dibayangkan dalam sehari berapa uang yang diperolehnya dari aksi pembebasan barang-barang pengunjung yang disandera oleh kera-kera di sana.
Kera dalam tradisi Hindu mencerminkan sesuatu yang mendekat dengan diri kita,sesuatu yang terkait dengan "desire", yang meyebabkan seseorang terobsesi. Kera dipelihara, tidak boleh disakiti karena dianggap pernah menolong Rama, seorang figur dewa yang ada dalam tradisi Hindu.
Jadi krisis kaca mata sebenarnya menjelaskan tentang krisis diri dari para penjaga pura Luhur Uluwatu. Proses pembiaran kera menjadi pencuri harusnya dapat dicegah oleh pengelola pura Luhur Uluwatu. Tetapi upaya ke sana sepertinya tidak terlihat. Bukan karena pawang-pawang kera sulit menghadapi perilaku liar kera tetapi kelihatan sengaja dibiarkan saja. Seolah-olah kera-kera tersebut terlahir seperti itu. Padahal kera-kera tersebut dengan sengaja diprogramkan untuk membentuk perilaku liar sebagai pencuri yang hanya bisa dijinaki oleh para pawangnya. Mereka, kera dan pawangnya seperti sedang bermain sandiwara dengan mengorbankan perasaan dan barang-barang pengunjung.
Gambaran kera yang rakus, lapar mungkin sebenarnya gambaran diri dari mereka yang ada di sekitar pura itu sendiri. Mungkin dalam benak mereka, perilaku mencuri dari kera akan memberikannya makanan dan sekaligus kepada petugas sejumlah uang sebagai pembayaran atas jasanya mendapatkan kembali barang-barang yang diambil oleh kera-kera itu.
Krisis kaca mata adalah krisis nilai yang terjadi di Bali saat ini. Ada kekuatiran bahwa Monyet pun bisa dilatih untuk melakukan kekerasan yang sebenarnya dibalik tindakan ada pesan dari seorang manusia. Mereka, para penjaga perlu uang. Mendapatkan uang dengan cara membuat pengunjung tidak aman seolah-olah hal yang biasa saja.
Ketika kami harus meninggalkan pura Luhur Uluwatu, saya masih bertanya-tanya apa yang sedang terjadi dengan turisme di Bali saat ini. Seolah-olah kesucian dari nilai diri makin menipis.
Kami menuju ke Blue Point di kawasan tebing yang mempunyai akses langsung ke laut. Di sini banyak turis mancanegara yang melakukan surfing. Saya turun ke pantai membuang rasa resah dari Pura Luhur Uluwatu. Ada banyak yang belum terjawab dalam permenungan saya. Tetapi saya harus melewatinya.
Malam itu, di sekitar Tanah Lot, yang terletak masih di sepanjang pesisiran tebing Bali selatan, sesudah mentari terbenam, kami berkesempatan menonton tarian kecak. Ini tarian tentang Ramayana dengan versi Hindu Bali. Saya harap teman-teman sudah pernah membaca tentang cerita Ramayana. Ini cerita yang sangat penting dalam agama Hindu. Ramayana dimainkan sebagai pertunjukkan dalam ruangan dan juga outdoor yang dipentaskan pada musim panas sekitar bulan Juli dan Agustus setiap tahun di areal candi Prambanan di Yogyakarta.
Ramayana bercerita tentang Rama yang kehilangan isterinya, dewi Sinta yang dijebak oleh Rahwana, raja Lenka. Dalam penyamarannya sebagai seorang tua, raja Lenka ini bisa menangkap Sinta untuk memaksanya menikahinya. Tetapi Sinta akhirnya bisa dibebaskan oleh seekor kera yang dipercayai titisan dari para dewa. Kera putih ini bernama Hanoman. Ia dianggap adalah titisan para dewa.
Kehadiran Hanoman dalam epik Kecak seolah-olah menguatkan saya kembali tentang pencitraan diri yang baik dalam kehidupan seorang manusia seperti Rama. Hatinya yang tulus bisa tertangkap oleh Hanoman, sehingga ia dengan sukarela ingin membantu Rama untuk membebaskan isterinya, dewi Sinta dari perangkap raja Lenka. Hanoman adalah representasi dari keinginan Rama untuk memiliki Sinta kembali. Krisis kehilangan Sinta adalah krisis yang paling besar dalam hidupnya.
Ujian untuk mendapat Sinta kembali adalah dengan merelakannya mengalami kejadian-kejadian yang dasyat untuk menguji jati diri Sinta sendiri. Sinta mudah terkecok dengan penampilan orang tua, pertapa, kecantikan kancil yang berlari-lari di hutan. Tipu daya Rahwana yang memerangkap Sinta baik secara emosi dan fisik pelan-pelan dapat dimentahkan oleh Hanoman. Untuk saya, Hanoman adalah bukti dari upaya Rama untuk melepaskan kemilikannya atas Sinta.
Dengan melepaskan "desire" kepada Sinta, Rama akhirnya menerimanya kembali dengan kualitas perubahan jati diri yang mendalam. Untuk mendapatkan Sinta kembali, Rama membebaskan dirinya dari keinginan memiliki uang misalkan. Dirinya sendiri adalah alat untuk bertarung menegakkan dan menguji kesatrian sejati dengan apa yang juga terlihat sebagai kemampuan dari Rahwana. Rahwana akhirnya terperangkap dengan kerakusannya sendiri. Istananya dihancurkan oleh anak buah Hanoman. Sinta kemudian dibebaskan Hanoman dan dipertemukan dengan Rama.
Harapan inilah yang membuat saya menutup hari Jumat, 27 Mei 2011 itu dengan rasa lega!. Hari itu dibuka dengan kekecewaan tetapi kemudian ditutupi dengan ucapan syukur. Warga Bali masih bisa bangkit untuk memeriksa dirinya secara jujur dengan berefleksi mendalam demi pembentukan kembali pencitraan diri yang membebaskan seperti tercermin dalam cerita Hanoman. Kekuatan dalam tradisi agamanya merupakan inspirasi untuk memelihara kualitas kehidupan individu maupun masyarakat di sana. Di sinilah daya tarik Bali bukan hanya alamnya, tetapi manusia Bali yang mendalam dan tulus seperti Rama dan representasi dirinya bisa terlihat dalam perilaku kera putih, Hanoman.
Translate
Senin, 30 Mei 2011
Minggu, 29 Mei 2011
Turisme dan Konservasi Alam Tantangan Pembangunan Ekonomi
Turisme dan Konservasi Alam Tantangan Pembangunan Ekonomi
Oleh: Farsijana Adeney-Risakotta
Ide untuk menulis dengan judul “turisme dan konservasi alam tantangan pembangunan ekonomi” muncul ketika kami sedang di pulau Penyu pada hari Sabtu pagi, 28 Mei 2011. Mencapai Pulau Penyu harus melalui Nusa Dua yang terletak di tanjung di sebelah selatan pulau Bali. Di Nusa Dua, industri wisata air mulai dikembangkan terutama sesudah tragedi bom di Bali pertama tahun 2002 dan Bali kedua tahun 2005. Organiser tur kami bekerjasama dengan pemilik water sport yang dulunya mempunyai bisnis biro perjalanan. Bom Bali mengubah dan menciptakan orientasi bisnis baru. Pemilik water sport, ketika memutuskan mengubah haluan usahanya, terinspirasi dengan kata kebangkitan Bali. Bali yang dihancurkan akan bangun lagi.
Saya ingat bencana tsunami di Aceh yang juga berdampak bagi turisme di Phuket, Thailand, menyebabkan salah satu kegiatan pertemuan internasional meminta saya untuk mengorganiser kegiatannya di Bali. Semula kegiatan mereka direncanakan dilaksanakan di Phuket, Thailand. Saya menyanggupi, kemudian kami mempersiapkannya di Bali pada bulan Maret 2005. Jadi pelaksanaannya jauh sebelum terjadi lagi bom Bali kedua, pada bulan Oktober 2005.
Namun suasana dari dampak bom Bali pertama, 2002 masih terasa di tahun 2005 ketika kami kembali ke Bali. Turisme masih terpuruk. Suasana lenggang terasa di mana-mana. Hotel-hotel harus memberikan harga promosi untuk menarik minat turis domestik. Saya pikir upaya itu cukup berhasil karena minat turis domestik meningkat sesudah bom Bali pertama. Banyak orang ingin tahu ada apa dengan Bali.
Turisme merupakan andalan Bali yang paling utama, termasuk juga primadona pendapatan nasional untuk Indonesia. Dalam laporan PBB (2009) tentang turisme di dunia, Bali dikategorikan sebagai leisure travel dan wisata daerah tropis. Alam, budaya, praktek kehidupan sehari-hari orang Bali menjadi nilai tambah tujuan wisata orang dari seluruh dunia. Kadang-kadang nama Bali lebih terkenal dari nama Indonesia. Penerbangan langsung ke Bali bisa jadi menyebabkan banyak turis menyangka Bali adalah negari sendiri di dalam NKRI.
Sejarah Bali sebagai pulau dengan keunikan agama Hindu bercampur dengan kepercayaan pada nenek moyangnya menjadi daya tarik bagi turis. Turis ingin belajar sesuatu yang berbeda dari kehidupannya sendiri, entah alamnya, manusia, makanannya, bahasanya, ritual agamanya atau apa saja yang menyebabkan terlihat ada perbedaan dengan dirinya sendiri. Pertama kali saya ke Bali ketika masih remaja. Saya menghabiskan masa remaja di Yogya sebagai kota yang sederhana. Romantisme Yogya di era 80-an dengan banyaknya penduduk bersepeda membentuk diri saya.
Jadi sesudah mengunjungi Bali dengan kompleksitas budaya dan keramaian arsitekturnya, saya harus belajar lama sebelum bisa merasa damai dalam diri sendiri. Saya pikir pada saat pertama kali berjumpa dengan kehidupan masyarakat dan alam di Bali, keresahan saya menandakan bahwa saya pada waktu cukup shok. Mungkin karena tur yang saya ikut adalah tur sekolahan sehingga kami dibawa di jalan-jalan yang sibuk dan ramai.
Satu dekade kemudian saya memutuskan kembali lagi ke Bali bukan pertama-tama sebagai turis tetapi sebagai seorang pengembang masyarakat yang mau belajar dari masyarakat Bali. Pada waktu itu saya masih kerja di pelosok pulau Halmahera, di Tobelo. Bos saya seorang Belgia dan bekerja dengan Pusat Pengkajian Pengembangan Pedesaan di Tobelo hanya setiap 3 bulan untuk waktu seminggu di Tobelo sisa waktunya di Bali di mana kantor FADO berada. Sesudah masa ini saya mulai sering mengunjungi Bali untuk terus belajar darinya.
Bos saya ini mendorong saya belajar sistem perekonomian rakyat di Bali. Saya memutuskan untuk tinggal di desa Kapal untuk belajar tentang Bank Perkreditan Rakyat sebagai salah satu sistem ekonomi akar rumput yang berhasil karena pro poor dalam mengimplementasi kebijakan turisme. Hasil dari studi banding inilah yang kemudian membantu saya menerapkan kegiatan mikro fund melalui kredit union di Tobelo ketika saya masih bekerja di sana.
Kembali kepada persentuhan dengan Bali yaitu memulai pengenalan saya dari dalam masyarakat sendiri, saya mulai terbuka untuk mengerti strategi dan mekanisme pasar yang harus dihadapi masyarakat supaya mereka bisa terus menjalankan kehidupannya secara mandiri. Saya ingat tulisan Clifford Geertz tentang cookfight dan bagaimana sebenarnya maksudnya bagi masyarakat Bali. Cookfight merupakan mekanisme pertahanan ekonomi lokal untuk menjaga supaya dana yang berada dalam masyarakat tidak dibawa keluar tetapi cukup beredar di kalangan mereka sendiri. Kesatuan dalam komunitas menjadi satu pencirian solidaritas masyarakat di sana.
Tetapi analisis Geertz di era tahun 1960an juga Margaret Mead cs harus dikaji kembali. Relasi sosial terbangun dari setiap partisipasi anggota masyarakat dalam desa adat mereka yang sedang mengubah karena posisi Bali sebagai pulau target industri turisme dunia. Pencarian saya untuk mengerti tentang Bali mendapat banyak pertolongan dari Frederik Bart yang menulis buku tentang Balinese Worlds.
Melalui buku ini, saya dibantu untuk mengerti kompleksitas struktur masyarakat Bali. Bali tampil dengan berbagai lapisan peradaban yang tidak bisa disederhanakan hanya sebagai suatu sistem budaya yang berbagai bagian yang dapat dijelaskan secara terpisah-pisah. Menurut Bart, sumber budaya di Bali terbentuk dari individu-individu yang mengkonstruksikan makna dan tampilan praktek simbol sekaligus memberikan interpretasi kepadanya. Proses ini melibatkan interaksi antara ingatan dengan relasi sosial yang mendalam untuk membangun suatu pengetahuan yang baru yang menyifati kedinamisan dalam konteks yang mengubah karena keterikatannya dengan berbagai dunia di luar dirinya.
Lokasi penelitian Bart di Bali Utara, daerah Buleleng memang menunjukkan kejalinan Bali sebagai bagian dari struktur para raja yang kemudian berhadapan dengan pedagang luar seperti Portugis dan kemudian Belanda. Upaya kolonialisasi yang dilakukan oleh Belanda misalkan berdampak pada peristiwa yang sangat penting dalam ingatan bersama orang Bali, yaitu “bunuh diri masal Puputan”. Peristiwa ini terjadi di Sanur pada tahun 1906 ketika Belanda memulai intervensi kekuasaannya di Bali. Dibandingkan dengan daerah lain di East Indies waktu itu, Bali cukup kuat bertahan terhadap invasi Belanda. Saya ingat tahun lalu bertemu dengan salah seorang bangsawan dari Puri dalem Kerambitan di Tabanan yang dengan bangganya menjelaskan tentang jati diri orang Bali. Sebagai keturunan dari Majapahit, orang Bali bangga bahwa ia bisa sampai saat ini bebas dari penindasan budaya lain yang ingin mengubah diri mereka.
Banyak analisis menginterpretasi bom Bali sebagai peringatan bagi orang Bali karena mereka seolah-olah dijajah oleh turisme. Pembelaan dari pelaku bom Bali sendiri sebagaimana disampaikan dalam berbagai analisis tersebut terkait dengan upaya mereka untuk membayar rasa harga diri Indonesia yang sudah dihilangkan oleh kapitalisme turisme dunia yang menggerogoti Bali. Mencermati Bali memang tidak bisa hanya berhenti di Kuta, Legian sebagai pusat keramaian turis.
Walaupun demikian, pemimpin berbagai agama yang berada di Bali, di tahun 2005 ketika kami bertemu mereka, mengakui bahwa peristiwa bom Bali terjadi karena Bali sudah kehilangan keseimbangan. Suami saya menilai perbedaan cara refleksi dari peristiwa bom yang terjadi di Bali dibandingkan dengan paska September eleven di Amerika Serikat sangat menarik dicermati. Sesudah September eleven, sikap AS adalah keluar mencari musuhnya yang membawa bencana ke sana. Tetapi pemuka agama-agama di Bali (terdiri dari Hindu, Islam dan Kristen) melakukan refleksi untuk menguji jati diri mereka.
Secara historis terlihat juga keberadaan resistensi dalam masyarakat Bali terhadap kedatangan kekuasaan dari luar masih sangat kuat. Misalkan di sekitar danau Batur, kita bisa bertemu masyarakat Bali yang berperilaku berbeda dari orang Bali kebanyakan. Mereka inilah orang asli, menggunakan istilah suku Indian Amerika Utara, the first nation of Bali. Mereka menolak dikuasai oleh pelarian kaum bangsawan Majapahit dari Jawa Timur sesudah didesak oleh Mataram Islam di awal abad 12, sehingga bangsawan Majapahit ini berbondong-bondong pindah ke daerah koloninya pada waktu itu yaitu pulau Bali. Kedatangan ini malahan mendesakan pendudukan asli dan mereka dibiarkan menjadi dirinya sendiri seperti bisa terlihat di desa Trunyan di sekitar danau Batur.
Dari penjelasan di atas saya lihat kekuatan diri orang Bali untuk mengambil jarak dari kegemerlapan turisme dan tidak membiarkan dirinya menjadi budak dari industri turisme. Kemampuannya untuk merefleksikan diri tanpa harus menyalahkan orang lain merupakan modal utama untuk kebangkitan Bali. Di kalangan generasi muda Bali terutama dari lingkungan bangsawan, keterbukaan untuk mengoreksi falsafah diri yang berhubungan dengan budaya dogma yang sengaja ditanamkan oleh para bangsawan Bali supaya rakyat jelata tidak perlu memamerkan dirinya yaitu de ngaden awak bisa yang berarti tidak memamerkan kemampuannya. Koreksi ini diperlukan supaya seluruh lapisan masyarakat Bali bisa berani tampil memberikan argumentasi dalam pertarungan wacana terhadap berbagai kebijakan yang datang dari luar atas nama pembangunan dan pengembangan turisme. Komitmen ini disampaikan oleh presiden dari Sukarno Center, Drs. Shri. I Gusti Ngurah Arya Wedakarna, seperti yang dipaparkan pada tabloid Tokoh (29 Mei - 4 Juni 2011, hal.5).
Ketakutan tentang hilangnya jati diri orang Bali di kalangan banyak analisis sebenarnya terlalu dilebih-lebihkan. Saya sendiri memandang Bali dalam perspektif analisis Bart yang menempatkan perkembangan kedinamisan diri Bali dalam ingatan sejarah kolektif sebagai inspirasi untuk reinterpretasi dan reorientasi. Dalam hal kontektualisasi budaya Bali, saya berpendapat Bali mampu menghadapi sepak terjang gurita kapitalisme turisme tanpa tercabut dari akar budayanya sendiri. Proses ini malahan hilang dari beberapa daerah di Indonesia yang melupakan kebijakan dalam tradisinya dan lebih mengambil ide-ide pengembangan turisme seperti Disney land yang akan diterapkan di Makassar seperti di laporkan beberapa minggu lalu dalam tulisan wartawan Kompas, Maria Hartiningsih.
Tetapi ketika saya di pulau Penyu, saya makin sadar tentang cela dalam terapan turisme di Bali yang mungkin belum tergarap mendalam sebagai pemikiran dari strategi budaya mereka. Di Facebook, saya post foto-foto tentang konservasi penyu yang dilakukan dengan mendapat izin dari Departemen Kehutanan, Direktorat Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali. Turtle park yang kami kunjungi memasang aturan konservasi dari Departemen Kehutanan, tetapi dalam pelaksanaannya, malahan pawangnya sendiri menyeret mother penyu keluar dari penakarannya supaya bisa disentuh dan difoto bareng oleh pengunjung. Saya juga melihat ada seorang pengunjung yang tanpa bersalah mengangkat penyu yang ada di bak sambil tertawa-tawa ketika difoto oleh anggota keluarga/teman lainnya.
Perilaku mengeksplotasi penyu seharusnya tidak terjadi apabila dalam sistem budaya Bali, pemahaman konservasi penyu dimasukan sebagai bagian dari konsep budayanya. Memang penyu bukan binatang suci di Bali. Binatang suci adalah sapi. Di Cina, Xian ketika kami ke sana, saya baru sadar bahwa penyu dianggap suci karena mempunyai kemampuan tinggal di dasar lautan. Karena itu dalam mitologi Cina, penyu adalah penggendong bumi, bukan seperti yang dimengerti di dalam mitologi barat, penggendong bumi adalah Atlas.
Salah satu cara untuk menghindari perlakuan eksploitasi pada penyu dengan tetap memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk mengekspresikan dirinya bersama penyu dalam foto adalah membuat patung penyu raksasa di pulau penyu. Mungkin dengan adanya patung penyu raksasa, godaan pengunjung untuk berfoto langsung dengan penyu bisa terobati. Di Kopenhagen, di pantai tertentu dibuatkan patung putri duyung karena mitologi terkenal di dunia barat tentang putri duyung, ceritanya dipopulerkan oleh Christian Anderson, penulis legendaris dari Kopenhagen, Denmark.
Turisme memang mendatangkan uang bagi berbagai jaringan lapisan masyarakat di Bali. Tetapi membangun pemahaman turisme yang berkelanjutan dan ramah pada lingkungan juga merupakan cara untuk memelihara keberlanjutan kehidupan dari berbagai habitat di Bali. Turisme pertualangan binatang masih baru di Bali, karena itu masih dapat dibangunkan sistem penanganannya yang masuk dalam hati orang Bali. Seperti konservasi hutan, air, burung-burung yang sudah berjalan baik di Bali, bahan menjadi bagian dari sistem budaya masyarakat.
Walaupun saya juga sadar ada banyak pengalihan lahan-lahan rakyat demi pembangunan hotel dan resort sehingga tanah kosong bukan berarti tanah yang belum digarap, tetapi menunggu proses pembangunan. Contoh seperti tanahnya Tommy Soeharto, dengan cerita miring tentang pemaksaan pelepasan tanah yang pelaksanaannya pada jam Soeharto masih berkuasa. Sekarang ia memiliki areal yang disebut Dream Land beratus hektar. Pembangunannya sempat terhenti paska reformasi,tetapi sejak beberapa tahun lalu mulai diteruskan perencanaan pembangunan resort ini. Namun sistem pengaturan penggunaan tanah dan bangunan di Bali dikaitkan dengan kepentingan penjagaan daerah-daerah suci sebagai bagian dari teritori Pura kiranya akan mengontrol kebijakan pembangunan yang berorientasi bisnis semata.
Di atas semuanya, bagi saya, konservasi binatang dan alam di bawah air memang masih merupakan pekerjaan rumah yang sangat besar. Kebanggaan daerah untuk snorking dan diving makin sempit di Bali. Bali tidak bisa saja menjadi pusat pengembangan daerah discovery baru dengan membuka perluasan ruang bawah laut di pulau-pulau di sekitar tiga Gili di Lombok, atau ke Sulawesi Utara (Bunaken), ke Wakatobi (Sulawesi Tenggara) atau ke Raja Ampat di Papua. Bagaimanapun kehancuran alam bawah laut di perairan Bali harus menjadi tanggungjawab pemerintah, swasta (hotel dan biro-biro perjalanan) serta masyarakat luas. Melibatkan inventor asing dalam bisnis turisme memang tidak bisa dihindari, tetapi infrastruktur daerah dalam bentuk produk hukum untuk melindungi aset sumber daya lokal harus dipersiapkan dengan baik.
Saya mengamati aturan konservasi alam bawah laut ketika berada di Gili Trawangan. Ketentuannya adalah setiap hotel yang berada langsung di depan pantai berkewajiban untuk melakukan pemulihan kembali kehidupan terumbu karang dengan mengalirkan aliran listrik lemah untuk menghangatkan proses pertumbuhan dan perkembangbiakan ekosistem laut di sana. Upaya ini masih belum terlihat di Bali. Di Gili Trawangan bahkan masyarakat mengatur supaya tidak ada kendaraan berbensin berkeliaran di pulau ini. Sepeda, andong dan kereta tarik merupakan alat transportasi ramah lingkungan yang sangat menarik banyak turis ke sana.
Saya ngak tahu apakah suara saya didengar oleh pemerintah Bali. Saya juga ngak yakin kalau tulisan ini dibaca oleh orang-orang yang langsung berkepentingan dengan isu yang saya jelaskan. Tetapi saya percaya teman-teman saya di Facebook yang tinggal di Bali, apabila tertarik dengan keprihatinan saya ini bisa melakukan sesuatu di sana. Bali hanya bisa diselamatkan oleh orang Bali dan orang Indonesia, yang cinta Bali. Supaya Bali tidak menjadi korban dari kapitalisme turisme dunia. Inilah harapan saya dan sekarang saya lega sesudah mengakhiri tulisan ini.
Oleh: Farsijana Adeney-Risakotta
Ide untuk menulis dengan judul “turisme dan konservasi alam tantangan pembangunan ekonomi” muncul ketika kami sedang di pulau Penyu pada hari Sabtu pagi, 28 Mei 2011. Mencapai Pulau Penyu harus melalui Nusa Dua yang terletak di tanjung di sebelah selatan pulau Bali. Di Nusa Dua, industri wisata air mulai dikembangkan terutama sesudah tragedi bom di Bali pertama tahun 2002 dan Bali kedua tahun 2005. Organiser tur kami bekerjasama dengan pemilik water sport yang dulunya mempunyai bisnis biro perjalanan. Bom Bali mengubah dan menciptakan orientasi bisnis baru. Pemilik water sport, ketika memutuskan mengubah haluan usahanya, terinspirasi dengan kata kebangkitan Bali. Bali yang dihancurkan akan bangun lagi.
Saya ingat bencana tsunami di Aceh yang juga berdampak bagi turisme di Phuket, Thailand, menyebabkan salah satu kegiatan pertemuan internasional meminta saya untuk mengorganiser kegiatannya di Bali. Semula kegiatan mereka direncanakan dilaksanakan di Phuket, Thailand. Saya menyanggupi, kemudian kami mempersiapkannya di Bali pada bulan Maret 2005. Jadi pelaksanaannya jauh sebelum terjadi lagi bom Bali kedua, pada bulan Oktober 2005.
Namun suasana dari dampak bom Bali pertama, 2002 masih terasa di tahun 2005 ketika kami kembali ke Bali. Turisme masih terpuruk. Suasana lenggang terasa di mana-mana. Hotel-hotel harus memberikan harga promosi untuk menarik minat turis domestik. Saya pikir upaya itu cukup berhasil karena minat turis domestik meningkat sesudah bom Bali pertama. Banyak orang ingin tahu ada apa dengan Bali.
Turisme merupakan andalan Bali yang paling utama, termasuk juga primadona pendapatan nasional untuk Indonesia. Dalam laporan PBB (2009) tentang turisme di dunia, Bali dikategorikan sebagai leisure travel dan wisata daerah tropis. Alam, budaya, praktek kehidupan sehari-hari orang Bali menjadi nilai tambah tujuan wisata orang dari seluruh dunia. Kadang-kadang nama Bali lebih terkenal dari nama Indonesia. Penerbangan langsung ke Bali bisa jadi menyebabkan banyak turis menyangka Bali adalah negari sendiri di dalam NKRI.
Sejarah Bali sebagai pulau dengan keunikan agama Hindu bercampur dengan kepercayaan pada nenek moyangnya menjadi daya tarik bagi turis. Turis ingin belajar sesuatu yang berbeda dari kehidupannya sendiri, entah alamnya, manusia, makanannya, bahasanya, ritual agamanya atau apa saja yang menyebabkan terlihat ada perbedaan dengan dirinya sendiri. Pertama kali saya ke Bali ketika masih remaja. Saya menghabiskan masa remaja di Yogya sebagai kota yang sederhana. Romantisme Yogya di era 80-an dengan banyaknya penduduk bersepeda membentuk diri saya.
Jadi sesudah mengunjungi Bali dengan kompleksitas budaya dan keramaian arsitekturnya, saya harus belajar lama sebelum bisa merasa damai dalam diri sendiri. Saya pikir pada saat pertama kali berjumpa dengan kehidupan masyarakat dan alam di Bali, keresahan saya menandakan bahwa saya pada waktu cukup shok. Mungkin karena tur yang saya ikut adalah tur sekolahan sehingga kami dibawa di jalan-jalan yang sibuk dan ramai.
Satu dekade kemudian saya memutuskan kembali lagi ke Bali bukan pertama-tama sebagai turis tetapi sebagai seorang pengembang masyarakat yang mau belajar dari masyarakat Bali. Pada waktu itu saya masih kerja di pelosok pulau Halmahera, di Tobelo. Bos saya seorang Belgia dan bekerja dengan Pusat Pengkajian Pengembangan Pedesaan di Tobelo hanya setiap 3 bulan untuk waktu seminggu di Tobelo sisa waktunya di Bali di mana kantor FADO berada. Sesudah masa ini saya mulai sering mengunjungi Bali untuk terus belajar darinya.
Bos saya ini mendorong saya belajar sistem perekonomian rakyat di Bali. Saya memutuskan untuk tinggal di desa Kapal untuk belajar tentang Bank Perkreditan Rakyat sebagai salah satu sistem ekonomi akar rumput yang berhasil karena pro poor dalam mengimplementasi kebijakan turisme. Hasil dari studi banding inilah yang kemudian membantu saya menerapkan kegiatan mikro fund melalui kredit union di Tobelo ketika saya masih bekerja di sana.
Kembali kepada persentuhan dengan Bali yaitu memulai pengenalan saya dari dalam masyarakat sendiri, saya mulai terbuka untuk mengerti strategi dan mekanisme pasar yang harus dihadapi masyarakat supaya mereka bisa terus menjalankan kehidupannya secara mandiri. Saya ingat tulisan Clifford Geertz tentang cookfight dan bagaimana sebenarnya maksudnya bagi masyarakat Bali. Cookfight merupakan mekanisme pertahanan ekonomi lokal untuk menjaga supaya dana yang berada dalam masyarakat tidak dibawa keluar tetapi cukup beredar di kalangan mereka sendiri. Kesatuan dalam komunitas menjadi satu pencirian solidaritas masyarakat di sana.
Tetapi analisis Geertz di era tahun 1960an juga Margaret Mead cs harus dikaji kembali. Relasi sosial terbangun dari setiap partisipasi anggota masyarakat dalam desa adat mereka yang sedang mengubah karena posisi Bali sebagai pulau target industri turisme dunia. Pencarian saya untuk mengerti tentang Bali mendapat banyak pertolongan dari Frederik Bart yang menulis buku tentang Balinese Worlds.
Melalui buku ini, saya dibantu untuk mengerti kompleksitas struktur masyarakat Bali. Bali tampil dengan berbagai lapisan peradaban yang tidak bisa disederhanakan hanya sebagai suatu sistem budaya yang berbagai bagian yang dapat dijelaskan secara terpisah-pisah. Menurut Bart, sumber budaya di Bali terbentuk dari individu-individu yang mengkonstruksikan makna dan tampilan praktek simbol sekaligus memberikan interpretasi kepadanya. Proses ini melibatkan interaksi antara ingatan dengan relasi sosial yang mendalam untuk membangun suatu pengetahuan yang baru yang menyifati kedinamisan dalam konteks yang mengubah karena keterikatannya dengan berbagai dunia di luar dirinya.
Lokasi penelitian Bart di Bali Utara, daerah Buleleng memang menunjukkan kejalinan Bali sebagai bagian dari struktur para raja yang kemudian berhadapan dengan pedagang luar seperti Portugis dan kemudian Belanda. Upaya kolonialisasi yang dilakukan oleh Belanda misalkan berdampak pada peristiwa yang sangat penting dalam ingatan bersama orang Bali, yaitu “bunuh diri masal Puputan”. Peristiwa ini terjadi di Sanur pada tahun 1906 ketika Belanda memulai intervensi kekuasaannya di Bali. Dibandingkan dengan daerah lain di East Indies waktu itu, Bali cukup kuat bertahan terhadap invasi Belanda. Saya ingat tahun lalu bertemu dengan salah seorang bangsawan dari Puri dalem Kerambitan di Tabanan yang dengan bangganya menjelaskan tentang jati diri orang Bali. Sebagai keturunan dari Majapahit, orang Bali bangga bahwa ia bisa sampai saat ini bebas dari penindasan budaya lain yang ingin mengubah diri mereka.
Banyak analisis menginterpretasi bom Bali sebagai peringatan bagi orang Bali karena mereka seolah-olah dijajah oleh turisme. Pembelaan dari pelaku bom Bali sendiri sebagaimana disampaikan dalam berbagai analisis tersebut terkait dengan upaya mereka untuk membayar rasa harga diri Indonesia yang sudah dihilangkan oleh kapitalisme turisme dunia yang menggerogoti Bali. Mencermati Bali memang tidak bisa hanya berhenti di Kuta, Legian sebagai pusat keramaian turis.
Walaupun demikian, pemimpin berbagai agama yang berada di Bali, di tahun 2005 ketika kami bertemu mereka, mengakui bahwa peristiwa bom Bali terjadi karena Bali sudah kehilangan keseimbangan. Suami saya menilai perbedaan cara refleksi dari peristiwa bom yang terjadi di Bali dibandingkan dengan paska September eleven di Amerika Serikat sangat menarik dicermati. Sesudah September eleven, sikap AS adalah keluar mencari musuhnya yang membawa bencana ke sana. Tetapi pemuka agama-agama di Bali (terdiri dari Hindu, Islam dan Kristen) melakukan refleksi untuk menguji jati diri mereka.
Secara historis terlihat juga keberadaan resistensi dalam masyarakat Bali terhadap kedatangan kekuasaan dari luar masih sangat kuat. Misalkan di sekitar danau Batur, kita bisa bertemu masyarakat Bali yang berperilaku berbeda dari orang Bali kebanyakan. Mereka inilah orang asli, menggunakan istilah suku Indian Amerika Utara, the first nation of Bali. Mereka menolak dikuasai oleh pelarian kaum bangsawan Majapahit dari Jawa Timur sesudah didesak oleh Mataram Islam di awal abad 12, sehingga bangsawan Majapahit ini berbondong-bondong pindah ke daerah koloninya pada waktu itu yaitu pulau Bali. Kedatangan ini malahan mendesakan pendudukan asli dan mereka dibiarkan menjadi dirinya sendiri seperti bisa terlihat di desa Trunyan di sekitar danau Batur.
Dari penjelasan di atas saya lihat kekuatan diri orang Bali untuk mengambil jarak dari kegemerlapan turisme dan tidak membiarkan dirinya menjadi budak dari industri turisme. Kemampuannya untuk merefleksikan diri tanpa harus menyalahkan orang lain merupakan modal utama untuk kebangkitan Bali. Di kalangan generasi muda Bali terutama dari lingkungan bangsawan, keterbukaan untuk mengoreksi falsafah diri yang berhubungan dengan budaya dogma yang sengaja ditanamkan oleh para bangsawan Bali supaya rakyat jelata tidak perlu memamerkan dirinya yaitu de ngaden awak bisa yang berarti tidak memamerkan kemampuannya. Koreksi ini diperlukan supaya seluruh lapisan masyarakat Bali bisa berani tampil memberikan argumentasi dalam pertarungan wacana terhadap berbagai kebijakan yang datang dari luar atas nama pembangunan dan pengembangan turisme. Komitmen ini disampaikan oleh presiden dari Sukarno Center, Drs. Shri. I Gusti Ngurah Arya Wedakarna, seperti yang dipaparkan pada tabloid Tokoh (29 Mei - 4 Juni 2011, hal.5).
Ketakutan tentang hilangnya jati diri orang Bali di kalangan banyak analisis sebenarnya terlalu dilebih-lebihkan. Saya sendiri memandang Bali dalam perspektif analisis Bart yang menempatkan perkembangan kedinamisan diri Bali dalam ingatan sejarah kolektif sebagai inspirasi untuk reinterpretasi dan reorientasi. Dalam hal kontektualisasi budaya Bali, saya berpendapat Bali mampu menghadapi sepak terjang gurita kapitalisme turisme tanpa tercabut dari akar budayanya sendiri. Proses ini malahan hilang dari beberapa daerah di Indonesia yang melupakan kebijakan dalam tradisinya dan lebih mengambil ide-ide pengembangan turisme seperti Disney land yang akan diterapkan di Makassar seperti di laporkan beberapa minggu lalu dalam tulisan wartawan Kompas, Maria Hartiningsih.
Tetapi ketika saya di pulau Penyu, saya makin sadar tentang cela dalam terapan turisme di Bali yang mungkin belum tergarap mendalam sebagai pemikiran dari strategi budaya mereka. Di Facebook, saya post foto-foto tentang konservasi penyu yang dilakukan dengan mendapat izin dari Departemen Kehutanan, Direktorat Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali. Turtle park yang kami kunjungi memasang aturan konservasi dari Departemen Kehutanan, tetapi dalam pelaksanaannya, malahan pawangnya sendiri menyeret mother penyu keluar dari penakarannya supaya bisa disentuh dan difoto bareng oleh pengunjung. Saya juga melihat ada seorang pengunjung yang tanpa bersalah mengangkat penyu yang ada di bak sambil tertawa-tawa ketika difoto oleh anggota keluarga/teman lainnya.
Perilaku mengeksplotasi penyu seharusnya tidak terjadi apabila dalam sistem budaya Bali, pemahaman konservasi penyu dimasukan sebagai bagian dari konsep budayanya. Memang penyu bukan binatang suci di Bali. Binatang suci adalah sapi. Di Cina, Xian ketika kami ke sana, saya baru sadar bahwa penyu dianggap suci karena mempunyai kemampuan tinggal di dasar lautan. Karena itu dalam mitologi Cina, penyu adalah penggendong bumi, bukan seperti yang dimengerti di dalam mitologi barat, penggendong bumi adalah Atlas.
Salah satu cara untuk menghindari perlakuan eksploitasi pada penyu dengan tetap memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk mengekspresikan dirinya bersama penyu dalam foto adalah membuat patung penyu raksasa di pulau penyu. Mungkin dengan adanya patung penyu raksasa, godaan pengunjung untuk berfoto langsung dengan penyu bisa terobati. Di Kopenhagen, di pantai tertentu dibuatkan patung putri duyung karena mitologi terkenal di dunia barat tentang putri duyung, ceritanya dipopulerkan oleh Christian Anderson, penulis legendaris dari Kopenhagen, Denmark.
Turisme memang mendatangkan uang bagi berbagai jaringan lapisan masyarakat di Bali. Tetapi membangun pemahaman turisme yang berkelanjutan dan ramah pada lingkungan juga merupakan cara untuk memelihara keberlanjutan kehidupan dari berbagai habitat di Bali. Turisme pertualangan binatang masih baru di Bali, karena itu masih dapat dibangunkan sistem penanganannya yang masuk dalam hati orang Bali. Seperti konservasi hutan, air, burung-burung yang sudah berjalan baik di Bali, bahan menjadi bagian dari sistem budaya masyarakat.
Walaupun saya juga sadar ada banyak pengalihan lahan-lahan rakyat demi pembangunan hotel dan resort sehingga tanah kosong bukan berarti tanah yang belum digarap, tetapi menunggu proses pembangunan. Contoh seperti tanahnya Tommy Soeharto, dengan cerita miring tentang pemaksaan pelepasan tanah yang pelaksanaannya pada jam Soeharto masih berkuasa. Sekarang ia memiliki areal yang disebut Dream Land beratus hektar. Pembangunannya sempat terhenti paska reformasi,tetapi sejak beberapa tahun lalu mulai diteruskan perencanaan pembangunan resort ini. Namun sistem pengaturan penggunaan tanah dan bangunan di Bali dikaitkan dengan kepentingan penjagaan daerah-daerah suci sebagai bagian dari teritori Pura kiranya akan mengontrol kebijakan pembangunan yang berorientasi bisnis semata.
Di atas semuanya, bagi saya, konservasi binatang dan alam di bawah air memang masih merupakan pekerjaan rumah yang sangat besar. Kebanggaan daerah untuk snorking dan diving makin sempit di Bali. Bali tidak bisa saja menjadi pusat pengembangan daerah discovery baru dengan membuka perluasan ruang bawah laut di pulau-pulau di sekitar tiga Gili di Lombok, atau ke Sulawesi Utara (Bunaken), ke Wakatobi (Sulawesi Tenggara) atau ke Raja Ampat di Papua. Bagaimanapun kehancuran alam bawah laut di perairan Bali harus menjadi tanggungjawab pemerintah, swasta (hotel dan biro-biro perjalanan) serta masyarakat luas. Melibatkan inventor asing dalam bisnis turisme memang tidak bisa dihindari, tetapi infrastruktur daerah dalam bentuk produk hukum untuk melindungi aset sumber daya lokal harus dipersiapkan dengan baik.
Saya mengamati aturan konservasi alam bawah laut ketika berada di Gili Trawangan. Ketentuannya adalah setiap hotel yang berada langsung di depan pantai berkewajiban untuk melakukan pemulihan kembali kehidupan terumbu karang dengan mengalirkan aliran listrik lemah untuk menghangatkan proses pertumbuhan dan perkembangbiakan ekosistem laut di sana. Upaya ini masih belum terlihat di Bali. Di Gili Trawangan bahkan masyarakat mengatur supaya tidak ada kendaraan berbensin berkeliaran di pulau ini. Sepeda, andong dan kereta tarik merupakan alat transportasi ramah lingkungan yang sangat menarik banyak turis ke sana.
Saya ngak tahu apakah suara saya didengar oleh pemerintah Bali. Saya juga ngak yakin kalau tulisan ini dibaca oleh orang-orang yang langsung berkepentingan dengan isu yang saya jelaskan. Tetapi saya percaya teman-teman saya di Facebook yang tinggal di Bali, apabila tertarik dengan keprihatinan saya ini bisa melakukan sesuatu di sana. Bali hanya bisa diselamatkan oleh orang Bali dan orang Indonesia, yang cinta Bali. Supaya Bali tidak menjadi korban dari kapitalisme turisme dunia. Inilah harapan saya dan sekarang saya lega sesudah mengakhiri tulisan ini.
Berlibur bersama untuk merawat cinta kasih dan hidup bersama antar agama. Pengalaman ICRS Yogya
Berlibur bersama untuk merawat cinta kasih dan hidup bersama antar agama. Pengalaman ICRS Yogya
Oleh: Farsijana Adeney-Risakotta
Akhir pekan lalu, tanggal 26 – 29 Mei 2011, ICRS Yogya melakukan hayatan liburan bareng pengelola, staf dan keluarganya masing-masing. Teman-teman di ICRS Yogya lebih senang menyebutnya “working retreat”, seperti komentar yang saya dengar dari mba Ingrid.
Mungkin teman-teman sudah pernah tahu atau belum. Saya ingin menjelaskan sedikit tentang ICRS Yogya. ICRS Yogya adalah singkatan dari Indonesian Consortium for Religious Studies. Nama merknya yang terkenal hanya ICRS Yogya. Yogya menjadi tempat yang paling unik untuk menghasilkan Konsorsium seperti ICRS setidak itulah yang pernah diakui banyak kalangan ketika ICRS Yogya mulai dirintis. Keunikan Yogya sebagai kota pluralis turut membidani kelahiran ICRS Yogya.
ICRS Yogya adalah program S3 yang didirikan oleh tiga perguruan tinggi di Yogyakarta yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Universitas Kristen Duta Wacana. Peresmian ICRS Yogya dilakukan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang disaksikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Gubernur DI. Yogyakarta pada saat penandatanganan MOU oleh ketiga Rektor pada tanggal 6 Oktober 2006.
Sebagai konsorsium dari tiga universitas, ICRS Yogya mungkin adalah satu-satunya program S3 yang keunikannya tiada taranya di dunia. ICRS Yogya membangun tradisi akademik dalam proses pembelajaran dan penelitian berdasarkan basis tradisi ilmu dan metodologi ilmu sosial (UGM), tradisi Islam (UIN Sunan Kalijaga) dan tradisi Kristen (UKDW). Diharapkan ICRS Yogya dapat menghadirkan ruang keterbukaan, ketulusan dalam mengkaji agama-agama dari berbagai tradisi ilmu dan iman yang dilakukan secara kritis untuk menguatkan pemahaman agama bagi kehidupan di muka bumi. Dijamin mengikuti perkuliahan di ICRS Yogya, iman dan spiritualitas beragama dari mahasiswa S3 yang adalah pemimpin masyarakat dan agama malahan makin diteguhkan. ICRS Yogya menempati Kantor Paska Sarjana UGM Yogyakarta dan diregistrasi sebagai salah satu prodi dari Sekolah Paska Sarjana UGM.
Persiapan pendirian ICRS Yogya difasilitasi oleh pak Bernie (dari UKDW), yang sekaligus menjabat sebagai direktur pertama ICRS Yogya dengan wakil direktur adalah ibu Siti Syamsiatun (dari UIN Sunan Kalijaga). ICRS Yogya mempunyai organisasi yang unik karena melibatkan majelis konsorsium dari ketiga universitas dan dewan akademik yang keanggotaannya terdiri dari dosen-dosen yang mengajar di ICRS Yogya. Sesudah perjalanan ICRS Yogya untuk empat tahun pertama, sekarang ICRS Yogya dipimpin oleh Ibu Siti Syamsiatun sebagai direktur dan wakil direktur adalah ibu Wening (dari UGM).
Sekarang ini ICRS Yogya mempunyai mahasiswa dari berbagai negara dan juga dari seluruh Indonesia. Program S3 ini diselenggarakan dalam bahasa Inggeris. Keunikan pengajaran dan pembimbingan kepada mahasiswa S3 adalah setiap seminar difasilitasi oleh dua orang pengajar yang berbeda agama sekaligus mempertimbangkan keseimbangan jender. Misalkan pak Heddy Ahimsa dari Fakultas Antropologi UGM mengajar bersama saya dari program studi S2 Perdamaian dan Rekonsiliasi Konflik UKDW untuk mengasuh matakuliah seminar “Pendekatan Sejarah dan Budaya dalam pembelajaran agama” (Historical and Cultural Approaches to study Religions)”. Penawaran matakuliah dilakukan secara bervariasi dan hampir setiap semester bisa berbeda-beda.
Bagi teman-teman yang berminat mendapat informasi lebih lanjut bisa lihat website ICRS Yogya, juga ada akunnya di Facebook.
Website ICRS Yogya www.icrs.ugm.ac.id
Nah sekarang kembali ke topik tulisan saya. Berlibur bersama ICRS Yogya kemarin akhir pekan adalah untuk merayakan dan mensyukuri kebersamaan ICRS Yogya sejak proses perintisannya hingga saat ini.
Kehadiran saya di Bali bersama ICRS Yogya dalam status saya sebagai isteri dari pak Bernie, suami saya. Liburan ICRS Yogya kemarin adalah sekaligus sebagai tanda terima kasih ICRS Yogya kepada seluruh pengelola, staf dan keluarganya masing-masing yang turut merawat kualitas kebersamaan hubungan antar agama, manusia dan akademik dari ICRS Yogya. Seorang staf ICRS Yogya, mba Cendy adalah organizer dari liburan tersebut. Mba Cendy, sebelum bergabung dengan ICRS Yogya pernah selama 14 bulan bekerja di salah satu Resto dan Art Gallery di Bali.
Untuk saya kembali ke Bali, berkali-kali, tetapi selalu berbeda-beda. Tur yang diorganiser mba Cendy membawa saya melihat hal-hal yang mungkin untuk maksud tur pribadi dan keluarga bukan pilihan. Tetapi saya bisa belajar banyak dari pengalaman-pengalaman baru ini yang proses permenungannya mendorong saya menuliskan untuk teman-teman saya di Facebook.
Saya bersyukur bisa bersama-sama dengan ICRS Yogya dan keluarga-keluarga masing-masing teman-teman. Kehidupan bersama tiga hari menghadirkan perenungan baru tentang interaksi-interaksi langsung dan spontan dari masing-masing kami sebagai manusia. Tantangan pertama adalah krisis kacamata di pura Uluwatu. Ulasan tentangnya akan menjadi bagian kedua dari tulisan ini. Tulisan ketiga terkait dengan turisme dan konservasi tantangan Indonesia dalam pembangunan ekonomi. Tulisan ketiga, merenungkan pluralitas dan Pancasila dari Bali.
Mungkin inilah oleh-oleh saya kepada teman-teman saya setia. Saya menikmati Bali karena saya bisa berlari di sepanjang pantai Legian. Pantai Legian adalah terusan dari pantai Kuta dan Seminyak yang letaknya di bagian selatan pulau Bali. Ini daerah yang sangat padat di seantero Bali.
Berkali-kali ke Bali, membaringkan diri di pantai dan menukikkan diri di bawah gulungan ombak seolah-olah adalah memberikan kekuatan baru untuk meneruskan aktivitas saya di Yogya, melayani keluarga, mahasiswa, anak-anak dan perempuan yang dengannya saya berbagi kehidupan ini. Mungkin semua orang mau ke Bali untuk mengisi energi lagi. Saya senang dengan liburan singkat ini karena bisa bersama dengan suami sesudah sakit hampir dua minggu, mondok di Panti Rapih kemudian dalam proses penyembuhan segera terbang ke Jepang. Di pantai saya senang melihat suami saya bisa berenang lagi termasuk agak kuatir ketika ia terbawa arus menjauh dari payung yang ditanjapkan sebagai tanda sandal dan sepatu lari kami berada.
Kami semua perlu waktu untuk berlibur. Terima kasih ICRS Yogya, terima kasih bu Siti, bu Wening untuk kepemimpinannya. Teman-teman dan anggota keluarga, saya sungguh bersyukur bisa mengenal dekat semuanya. Tanpa Lofly dan Nauval liburan itu mungkin akan sepi dari tawa lepas kita semua karena kepolosan anak-anak yang lucu. Makasih bu Wening untuk berbagi si lucu Lofly. Saya pasti kangen Lofly selalu. Saya juga setuju dengan mba Elis, yang menikmati liburan khusus dengan Nauval. Saya bisa lihat kedekatan Nauval dengan ibunya. Bersyukurlah teman-teman dengan anak-anaknya yang lucu dan sehat.
Tahun lalu, suami dan saya membawa keluarga, anak-anak, adik-adik dan oma ke Bromo, Amed (Bali Timur), Lombok dan kembali ke Bali. Cerita menarik, Hanna sesudah kembali ke Yogya melukis gunung Rinjani. Versi pertama lukisannya menggambarkan Rinjani dalam pewajahan hijau ditutupi rerumputan. Kelihatan sangat romatis. Tetapi sesudah lukisan itu siap, Hanna merasa Rinjani dalam lukisan bukan seperti Rinjani sebenarnya. Rinjani sebenarnya adalah angker. Karena pada saat mereka mendaki, yi suami saya, oom John (adik saya), Tirza dan Hanna, pada malam itu di tenda mereka terbaring kaku mayat dari seorang turis perempuan, seorang Perancis. Ia jatuh ke dalam jurang dan meninggal. Karena itu, Hanna kemudian mengubah warna dari lukisan yang sama dengan warna-warna merah, seolah-olah gunung ini berdarah.
Bali, di Seminyak, di pantai anak-anak bisa beristirahat, suami dan adik-adik bisa melepaskan kembali perasaan lelah terbawa melaut dan diberikan dari ombak kekuatan baru untuk kami semua meneruskan perjalanan pulang melewati pegunungan di Utara Bali balik ke Yogya. Di sini setahun lalu kami menonton world cup dengan pertandingan antara Jerman dan Belanda. Kemarin, sekali lagi menuntun MU dengan Barcelona. Syukur itu selesai sebelum berkemas mengejar pesawat balik ke Yogya. Liburan mengajarkan pengalaman mendalam tentang kehidupan kepada diri sendiri dan sesama, pertama-tama keluarga terdekat kemudian dengan orang lain yang dijumpai dalam ziarah yang sama.
Ketika pesawat mendarat di Adisucipto, mba Ingrid katakan, "Sekarang kami kembali ke”real life”! Betul. Kami menyimpan kenangan dan cerita untuk mendorong terus perjalanan pekerjaan ke depan. Selamat bekerja lagi dengan semangat teman-teman!
Oleh: Farsijana Adeney-Risakotta
Akhir pekan lalu, tanggal 26 – 29 Mei 2011, ICRS Yogya melakukan hayatan liburan bareng pengelola, staf dan keluarganya masing-masing. Teman-teman di ICRS Yogya lebih senang menyebutnya “working retreat”, seperti komentar yang saya dengar dari mba Ingrid.
Mungkin teman-teman sudah pernah tahu atau belum. Saya ingin menjelaskan sedikit tentang ICRS Yogya. ICRS Yogya adalah singkatan dari Indonesian Consortium for Religious Studies. Nama merknya yang terkenal hanya ICRS Yogya. Yogya menjadi tempat yang paling unik untuk menghasilkan Konsorsium seperti ICRS setidak itulah yang pernah diakui banyak kalangan ketika ICRS Yogya mulai dirintis. Keunikan Yogya sebagai kota pluralis turut membidani kelahiran ICRS Yogya.
ICRS Yogya adalah program S3 yang didirikan oleh tiga perguruan tinggi di Yogyakarta yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Universitas Kristen Duta Wacana. Peresmian ICRS Yogya dilakukan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang disaksikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Gubernur DI. Yogyakarta pada saat penandatanganan MOU oleh ketiga Rektor pada tanggal 6 Oktober 2006.
ICRS Yogya, Consorsium Tiga Universitas: Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Universitas Kristen Duta Wacana |
Sebagai konsorsium dari tiga universitas, ICRS Yogya mungkin adalah satu-satunya program S3 yang keunikannya tiada taranya di dunia. ICRS Yogya membangun tradisi akademik dalam proses pembelajaran dan penelitian berdasarkan basis tradisi ilmu dan metodologi ilmu sosial (UGM), tradisi Islam (UIN Sunan Kalijaga) dan tradisi Kristen (UKDW). Diharapkan ICRS Yogya dapat menghadirkan ruang keterbukaan, ketulusan dalam mengkaji agama-agama dari berbagai tradisi ilmu dan iman yang dilakukan secara kritis untuk menguatkan pemahaman agama bagi kehidupan di muka bumi. Dijamin mengikuti perkuliahan di ICRS Yogya, iman dan spiritualitas beragama dari mahasiswa S3 yang adalah pemimpin masyarakat dan agama malahan makin diteguhkan. ICRS Yogya menempati Kantor Paska Sarjana UGM Yogyakarta dan diregistrasi sebagai salah satu prodi dari Sekolah Paska Sarjana UGM.
Persiapan pendirian ICRS Yogya difasilitasi oleh pak Bernie (dari UKDW), yang sekaligus menjabat sebagai direktur pertama ICRS Yogya dengan wakil direktur adalah ibu Siti Syamsiatun (dari UIN Sunan Kalijaga). ICRS Yogya mempunyai organisasi yang unik karena melibatkan majelis konsorsium dari ketiga universitas dan dewan akademik yang keanggotaannya terdiri dari dosen-dosen yang mengajar di ICRS Yogya. Sesudah perjalanan ICRS Yogya untuk empat tahun pertama, sekarang ICRS Yogya dipimpin oleh Ibu Siti Syamsiatun sebagai direktur dan wakil direktur adalah ibu Wening (dari UGM).
Sekarang ini ICRS Yogya mempunyai mahasiswa dari berbagai negara dan juga dari seluruh Indonesia. Program S3 ini diselenggarakan dalam bahasa Inggeris. Keunikan pengajaran dan pembimbingan kepada mahasiswa S3 adalah setiap seminar difasilitasi oleh dua orang pengajar yang berbeda agama sekaligus mempertimbangkan keseimbangan jender. Misalkan pak Heddy Ahimsa dari Fakultas Antropologi UGM mengajar bersama saya dari program studi S2 Perdamaian dan Rekonsiliasi Konflik UKDW untuk mengasuh matakuliah seminar “Pendekatan Sejarah dan Budaya dalam pembelajaran agama” (Historical and Cultural Approaches to study Religions)”. Penawaran matakuliah dilakukan secara bervariasi dan hampir setiap semester bisa berbeda-beda.
Bagi teman-teman yang berminat mendapat informasi lebih lanjut bisa lihat website ICRS Yogya, juga ada akunnya di Facebook.
Website ICRS Yogya www.icrs.ugm.ac.id
Nah sekarang kembali ke topik tulisan saya. Berlibur bersama ICRS Yogya kemarin akhir pekan adalah untuk merayakan dan mensyukuri kebersamaan ICRS Yogya sejak proses perintisannya hingga saat ini.
Kehadiran saya di Bali bersama ICRS Yogya dalam status saya sebagai isteri dari pak Bernie, suami saya. Liburan ICRS Yogya kemarin adalah sekaligus sebagai tanda terima kasih ICRS Yogya kepada seluruh pengelola, staf dan keluarganya masing-masing yang turut merawat kualitas kebersamaan hubungan antar agama, manusia dan akademik dari ICRS Yogya. Seorang staf ICRS Yogya, mba Cendy adalah organizer dari liburan tersebut. Mba Cendy, sebelum bergabung dengan ICRS Yogya pernah selama 14 bulan bekerja di salah satu Resto dan Art Gallery di Bali.
Untuk saya kembali ke Bali, berkali-kali, tetapi selalu berbeda-beda. Tur yang diorganiser mba Cendy membawa saya melihat hal-hal yang mungkin untuk maksud tur pribadi dan keluarga bukan pilihan. Tetapi saya bisa belajar banyak dari pengalaman-pengalaman baru ini yang proses permenungannya mendorong saya menuliskan untuk teman-teman saya di Facebook.
Saya bersyukur bisa bersama-sama dengan ICRS Yogya dan keluarga-keluarga masing-masing teman-teman. Kehidupan bersama tiga hari menghadirkan perenungan baru tentang interaksi-interaksi langsung dan spontan dari masing-masing kami sebagai manusia. Tantangan pertama adalah krisis kacamata di pura Uluwatu. Ulasan tentangnya akan menjadi bagian kedua dari tulisan ini. Tulisan ketiga terkait dengan turisme dan konservasi tantangan Indonesia dalam pembangunan ekonomi. Tulisan ketiga, merenungkan pluralitas dan Pancasila dari Bali.
Mungkin inilah oleh-oleh saya kepada teman-teman saya setia. Saya menikmati Bali karena saya bisa berlari di sepanjang pantai Legian. Pantai Legian adalah terusan dari pantai Kuta dan Seminyak yang letaknya di bagian selatan pulau Bali. Ini daerah yang sangat padat di seantero Bali.
Berkali-kali ke Bali, membaringkan diri di pantai dan menukikkan diri di bawah gulungan ombak seolah-olah adalah memberikan kekuatan baru untuk meneruskan aktivitas saya di Yogya, melayani keluarga, mahasiswa, anak-anak dan perempuan yang dengannya saya berbagi kehidupan ini. Mungkin semua orang mau ke Bali untuk mengisi energi lagi. Saya senang dengan liburan singkat ini karena bisa bersama dengan suami sesudah sakit hampir dua minggu, mondok di Panti Rapih kemudian dalam proses penyembuhan segera terbang ke Jepang. Di pantai saya senang melihat suami saya bisa berenang lagi termasuk agak kuatir ketika ia terbawa arus menjauh dari payung yang ditanjapkan sebagai tanda sandal dan sepatu lari kami berada.
Kami semua perlu waktu untuk berlibur. Terima kasih ICRS Yogya, terima kasih bu Siti, bu Wening untuk kepemimpinannya. Teman-teman dan anggota keluarga, saya sungguh bersyukur bisa mengenal dekat semuanya. Tanpa Lofly dan Nauval liburan itu mungkin akan sepi dari tawa lepas kita semua karena kepolosan anak-anak yang lucu. Makasih bu Wening untuk berbagi si lucu Lofly. Saya pasti kangen Lofly selalu. Saya juga setuju dengan mba Elis, yang menikmati liburan khusus dengan Nauval. Saya bisa lihat kedekatan Nauval dengan ibunya. Bersyukurlah teman-teman dengan anak-anaknya yang lucu dan sehat.
Tahun lalu, suami dan saya membawa keluarga, anak-anak, adik-adik dan oma ke Bromo, Amed (Bali Timur), Lombok dan kembali ke Bali. Cerita menarik, Hanna sesudah kembali ke Yogya melukis gunung Rinjani. Versi pertama lukisannya menggambarkan Rinjani dalam pewajahan hijau ditutupi rerumputan. Kelihatan sangat romatis. Tetapi sesudah lukisan itu siap, Hanna merasa Rinjani dalam lukisan bukan seperti Rinjani sebenarnya. Rinjani sebenarnya adalah angker. Karena pada saat mereka mendaki, yi suami saya, oom John (adik saya), Tirza dan Hanna, pada malam itu di tenda mereka terbaring kaku mayat dari seorang turis perempuan, seorang Perancis. Ia jatuh ke dalam jurang dan meninggal. Karena itu, Hanna kemudian mengubah warna dari lukisan yang sama dengan warna-warna merah, seolah-olah gunung ini berdarah.
Bali, di Seminyak, di pantai anak-anak bisa beristirahat, suami dan adik-adik bisa melepaskan kembali perasaan lelah terbawa melaut dan diberikan dari ombak kekuatan baru untuk kami semua meneruskan perjalanan pulang melewati pegunungan di Utara Bali balik ke Yogya. Di sini setahun lalu kami menonton world cup dengan pertandingan antara Jerman dan Belanda. Kemarin, sekali lagi menuntun MU dengan Barcelona. Syukur itu selesai sebelum berkemas mengejar pesawat balik ke Yogya. Liburan mengajarkan pengalaman mendalam tentang kehidupan kepada diri sendiri dan sesama, pertama-tama keluarga terdekat kemudian dengan orang lain yang dijumpai dalam ziarah yang sama.
Ketika pesawat mendarat di Adisucipto, mba Ingrid katakan, "Sekarang kami kembali ke”real life”! Betul. Kami menyimpan kenangan dan cerita untuk mendorong terus perjalanan pekerjaan ke depan. Selamat bekerja lagi dengan semangat teman-teman!
Selasa, 10 Mei 2011
Rekaman Proses Temu Kangen Akbar!
REKAM PROSES
TEMU KANGEN AKBAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA tingkat Prov. DIY
Sasana Hinggil Dwi Abad, Yogyakarta, 8 Mei 2011.
======================================================================
Agenda (ada perubahan!)
08.30 – 09.00 : Registrasi
09.00 – 09.20 : Pembukaan
1. Doa Pembukaan
2. Menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars KPI
3. Sambutan Ketua Panitia Pelaksana
4. Sambutan Sekretaris Wilayah KPI Wil. DIY
09.20 – 10.20 : Konsolidasi Anggota menurut Kelompk Kepentingan
12.20 – 13.20 : Rehat
13.20 – 15.00 : Refleksi Bersama Tema Temu Kangen
Hidup Rukun sebagai modal kepemimpinan perempuan transformatif
15.00 – 15.10 : Pengumuman Lomba, Ikrar KPI dan Penutupan
Ibu-ibu , waktu telah siang, marilah acara hari ini kita mulai.
Sebelumnya Assalamualaikum, Wr. Wb.
Pada acara temu akbar , dengan tema “Hidup rukun sebagai modal kepemimpinan perempuan transformatif”, hari ini kita mulai. Yang terhormat, Sekretaris wilayah KPI DIY, Presedium KPI DIY, yang terhormat panitia temu akbar, yang kami hormati kawan sekretaris dan dewan KPI cabang Kabupaten Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul, Sleman dan cabang Kota. Yang kami hormati balai-balai perempuan se Provinsi DIY, dan hadirin sekalian.
Marilah sebelum meningkat ke acara selanjutnya, kita buka acara dengan berdoa, menurut agama kita masing-masing, dimulai.
(hadirin berdiri – Menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mars KPI. )
Meningkat acara selanjutnya, sambutan ketua panita pelaksana, dipersilahkan.
Assalamualaikum Wr Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua. Sebelumnya marilah kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberi rahmat, kesempatan kepada kita semua. Mudah-mudahan kita selalu bersyukur kepada Tuhan YME selalu diberi nikmat yang barokah. Teman-teman yang saya hormati, pagi yang cerah ini, saya selaku panitia mengucapkan selamat datang kepada teman-teman semua, dan terima kasih atas kehadiran teman-teman semua pada acara temu kangen ini. Semoga ini bisa menjaga silaturohmi di antara kita. Selanjutnya saya atas nama selaku ketua panitia, mohon maaf sebesar-besarnya kepada teman-teman semua, jika dalam penyelenggaraan hari ini terdapat banyak kekurangan, mohon dimaafkan, karena ini semua adalah ajang belajar bersama untuk menjadi perempuan yang mandiri dalam menghadapi kehidupan ini. Selanjutnya dalam pertemuan ini, selamat berkangen-kangen, dan pertemuan dengan kabupaten lain ini bisa berguna bagi diri sendiri, keluarga. Terima kasih.
Hidup KPI!
Wassalammualaikum wr wb
MC :
Selanjutnya sambutan dari Sekretaris wilayah KPI DIY
Terima kasih, Assalamualaiku. wr. wb.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Ibu-ibu yang saya hormati, tadi ketua panitia adalah ibu Ristiani, dari KPI cabang Bantul. Beliau adalah sekretaris cabang yang baru terpilih periode 2010 – 2013. Saya Farsijana Risakota sekretaris wilayah , yang terpilih dalam kepemimpinan saya bersama dengan presedium wilayah. Teman-teman presedium wilayah yang hadir, mbak Umi! Mbak Umi berdiri! Ini (Mbak Umi) dari sektor buruh. Mbak Puji, dari pekerja rumah tangga. Ketua presidium wilayah, mbak Titik Istiatun itu nggak bisa hadir, karena baru saja melahirkan. Itu dari kelompok kepentingan petani. Kemudian mbak Rosdiana dari kelompok kepentingan profesional itu nggak bisa hadir, kemudian Mbak tutik dari kelompok kepentingan ibu rumah tangga, belum hadir.
Jadi pagi ini adalah pertemuan akbar pertama temu kangen.
Saya sudah mengunjungi ibu-ibu di kabupaten, tetapi ibu-ibu di sini belum saling bertemu kan? Sekarang kita bisa saling bertemu dan berkenal dengan teman-teman Koaliasi Perempuan Indonesia dari berbagai kabupaten. Jadi ibu-ibu senang. Ibu senang kan sekarang?
Peserta :
Senang!
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Dan ibu-ibu cantik semua. Ini dari Kulon Progo, tepuk tangan!
*plok-plok –tepuk tangan peserta*,
Ini dari Gunung Kidul, Bantul, tepuk tangan!
*plok-plok –tepuk tangan peserta*,
Hadir pada hari ini, Mbak Ida presedium wilayah periode 2006. Mbak Ida, tolong berdiri dong. Ini adalah senior di KPI. Ini ada ibu Rusminah.
Ibu Rusminah juga presedium, tolong berdiri, Saya juga memperkenalkan sekretaris cabangnya. Ibu Fajariah, sekretaris cabang dari Gunung Kidul, silahkan beridir. Kemudian dari Sleman bu Doktan. Kemudian sekretaris dari Bantul – Bu Rustiani. Dari Kota Mbak Halimah, dan dari Kulon Progo belum datang, nanti akan menyusul.
Ibu-ibu , pertemuan kali ini mencari tema hidup rukun sebagai modal kepemimpinan perempuan transformatif. KPI adalah organisasi massa perempuan. Untuk menjadi pemimpin kita harus mempunyai hati yang berdamai. Karena saat ini kita lihat, masyarakat kita tercabik-cabik, dihancurkan karena kepentingan politik. KPI akan memperjuangkan demokrasi dengan hidup rukun. Dan itu akan kita mulai dari organisasi kita. Bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Itu adalah simbol koalisi perempuan Indonesia. Pertemuan kali ini adalah merefleksikan itu, bagaimana kita sebagai perempuan – banyak ibu – ibu yang terlibat dalam rembug desa, rembug rukun. Di situ ibu-ibu membicarakan kepentingan masyarakat dengan damai. Kita berbeda secara agama. Pendidikan, secara status sosial, pengetahuan, pengalaman, kalau kita tidak bisa melakukan perjuangan yang kita bangun secara bersama-sama untuk demokrasi dan keadilan, maka akan sia-sia. Kita berjanji akan ke sana, ibu akan merasakan manfaatnya untuk memberi damai ke masyarakat. Kita membesarkan anak-anak dalam damai. Kita akan mewujudkan masyarakat yang demokratis dan keadilan.
Apakah ibu bangga menjadi anggota KPI?
Peserta :
Bangga!
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Itu semua tercantum dalam anggaran dasar rumah tangga KPI.
Kita akan membuat program-program di balai-balai perempuan, nanti wilayah akan memfasilitasi.
Di sini ibu-ibu dari kelompok kepentiangan bertemu.
Kita ada 13 kelompok kepentingan , sektor informal, ibu rumah tangga, profesional, isteri, , pekerja rumah tangga, apa lagi ya... Ada 13, itu nanti akan dibagi dalam diskusi. Ini semua tujuannya, agar kita berjuang dalam KPI.
Selamat menikmati acara hari ini, selamat menikmati lomba. Kiranya lagu yang akan kita nyanyikan kita hayati dan kita amalkan sebagai perempuan dari KPI.
Selamat berjuang, dan nanti akan bisa merubah masyarakat di sekitar kita.
Terima kasih.
Assalamualaikum wr wb.
Saya kembalikan kepada pengacara.
MC :
Untuk acara selanjutnya perlombaan paduan suara.
Sebelumnya akan dibacakan tata tertib perlombaan,
Terima kasih, saya akan bacakan ketentuan tata tertib lomba paduan suara, tanggal 8 Mei 2011.
Tata tertib lomba:
- Peserta menyanyikan lagu Mars KPI dan Mars Kabupaten/Kota
- Pelaksanaan sesuai dengan nomer undian yang didapat.
- Penonton tidak diperbolehkan ikut menyanyi pada waktu peserta menyanyi
- Tepuk tangan penonton tidak diperbolehkan pada waktu peserta menyanyi.
- Keputusan dewan juri tidak bisa diganggu gugat.
Saya perkenalkan para juri,
Juri :
- Sleman – (saya sendiri) Wulan;
- Gunung Kidul – saya persillahkan untuk maju ke sini tidak mengirimkan; Guru seni suara – Dwi Handoko (juri netral)
- Kuon Progro – Sri Sunaryati ;
- Kota – Listyaningsih – dari kota nggak mengeluarkan koor.;
- Bantul – Yohana Rianti - Karena dari Bantul ada 2 kontingen , maka juri dari Bantul ada 2.
Tujuan lomba untuk mensosialisasikan mars KPI, upaya biar kita semua lebih fasih.
Semua dapat hadiah.
Sekarang saya persilahkan ibu-ibu menghadap ke utara, karena yang menyanyi akan menghadap ke selatan.
Materi lomba paduan suara :
- Mars KPI
- Mars kabupaten masing-masing.
Undian 1 : Paduan suara KPI dari Kabupaten Sleman.
Undian 2 : Paduan suara KPI dari Kabupaten Kulon Progo.
Undian 3 : Paduan suara KPI dari Kabupaten Bantul _1 _ BP Sedayu.
Undian 4 : Paduan suara KPI dari Kabupaten Bantul _2.
MC :
Hadirin sekalian, saat ini untuk perlombaan telah selesai. Untuk para juri , diharapkan harus benar-benar bersih,tanpa KKN. Tepuk tangan untuk kontingen yang telah menunjukkan kebolehannya di depan kita.
Sambil menunggu hasil dari dewan juri, acara kita lanjutkan, diskusi menurut kelompok kepentingan. Selanjutnya saya serahkan ke panitia.
Panitia :
Selamat pagi. Terima kasih. Selamat pagi teman-teman semua,
Acara selanjutnya adalah konsolidasi masing-masing kelompok kepentingan. Kemarin kita mempertahankan ada 13 kelompok kepentingan.
Jadi kita akan bagi kelompok kepentingan :
Kelompok kepentingan buruh, ada?
Peserta :
Ada!
Panitia :
Kelompok kepentingan petani, ada?
Peserta :
Ada !
Panitia :
Kelompok kepentingan ibu rumah tangga, ada?
Peserta :
Ada!
Panitia :
Untuk kelompok kepentingan ibu rumah tangga di sana ya. Baik itu dari Kabupaten Kulon Progo, Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Kota, nanti berkumpul di sana.
Kelompok kepentingan miskin kota, ada??
......... (tidak ada jawaban)
Belum datang!
Kelompok kepentinga profesional, ada?
Peserta :
Ada!
Panitia :
Kelompok kepentingan mahasiswa, ada?
Peserta :
Ada!
Panitia :
Kelompok kepentingan buruh informal, ada?
Peserta :
Ada!
Panitia :
Kelompok kepentigan buruh tani?
Peserta :
Ada!
Selamat siang ibu – ibu,
Kelompok kepentingan ibu rumah tangga, buruh informal, buruh, petani, profesional, lansia.
Saat ini kita ada 8 kelompok kepentingan. Untuk ibu-ibu semua, tolong didiskusikan di masing-masing kelompok kepentingan, misal di kelompok kepentingan ibu rumah tangga, apa saja yang jadi permasalahan di ibu rumah tangga. Apa masalahnya. Begitu juga lainnya. Kita mencari permasalahan-permasalahan di kelompok kepentingan. Baru setelah itu kita agendanya mau ngapain (dengan permasalahan itu).
Tadi ada ibu yang dari kelompok kepentingan jasa, karena sendiri, maka ditulis sendiri yang apa masalahnya, kemudian agendanya. Karena sendiri maka tidak bisa kelompok.
Panitia :
Ibu – ibu sekalian, bahawa hari ini kita dibagi pada kelompok-kelompok kepentingan , tolong didiskusikan, masalah apa yang ada di kelompok kepentngan dan ditulis dikertas, dengan spidol. Setelah masalah , tulis isu apa yang “hot” terkini, kemudian ketiga adalah agenda ke depan. Setelah semua di tulis, silahkan masing – masing kelompok kepentingan menunjuk salah satu anggotanya untuk kedepan mempresentasikan. Sekarang tunjuk, siapa ketua dan siapa yang menulis, serta tunjuk siapa yang mempresentasikan ke depan. Paham ya ibu-ibu?
Panitia :
Mohon perhatian, untuk diskusi kelompok diberi waktu 20 menit. Maka jam 11.20 menit harus selesai. Dan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
Kelompok kepentingan janda yang belum berkumpul, maka silakan berkumpul di karpet merah.
Jangan bergabung dengan kelompok lain, karena masing-masig kelompok kepentingan masalahnya berbeda. Kalau bergabung dengan kelompok lain, maka masalah sendiri tidak akan tercover.
Kelompok kepentingan janda, single parent, dan kelompok kepentingan tidak menikah, silahkan di karpet merah, silahkan berkumpul.
Waktu sudah menujukkan jam 11.20. Apakah diskusi sudah selesai?
Peserta :
Sudah!
Panitia/Umi :
Apakah ada yang belum selesai? Kalau ada yang belum, waktu ditambah 5 menit. Dalam 5 menit diskusi sudah selesai, dan masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusinya ke depan.
Waktu 5 menit sudah selesai. Dan dimohon kepada teman-teman untuk mendiskusikan ke depan.
Dari ibu rumah tangga? Sudah siap?
Sudah!
Silahkan ke depan, tepuk tangan untuk kelompok kepentingan ibu rumah tangga.
Kelompok Ibu Rumah tangga (1):
Permasalahan :
- Harga sembako selalu naik
- Minimnya penghasilan sesuai denga kebutuhan karena sulitnya lapanga pekerjaan
- Mahalnya biaya pendidikan
- Tayangan televisi yang tidak mendidik
Isu Utama :
- Ketergantungan ekonomi, fisik, psikis, dan seksual (KDRT)
- Tidak mendapatkan penghargaan dari hasil kerjaan
Agenda :
- Agar pemerintah bisa mengantisipasi penimbunan bahan sembako / kebijaksanaan tentang sembako
- Pemerintah agar menyensor tayangan-tayangan televisi yang tidak mendidik
- Sosialisasi KDRT di BP dan masyarakat
Sekian saja, terima kasih.
Kelompok Ibu Rumah tangga (2):
Dari kelompok kami kita menyororti perekonomian, pemasukan dan pengeluaran yang tidak berbanding. Semakin mahalnya bahan-bahan pokok. Semakin mahalnya pendidikan, semakin mahal biaya kesehatan. kita berharap pada pengawasan pasar, karena jika pengawasan tidak dilakukan para pedagang dengan enaknya menaikkan bajan-bahan pokok, sementara di kalangan rumah tangga di petani kita jual murah, tapi biaya bahan pokok mahal. Subsidi harus tepat sasaran, dalam hal ini jamkesmas, buakn hanya bebas spp, tapi juga buku pelajaran.
Rangkuman :
Perekonomian :
Perekonomian rumah tangga yang semkin sulit karena pendapatan lebih kecil daripada pengeluaran
Isu utama :
- Semakin mahal bahan-bahan pokok – naik
- Biaya pendidikan mahal
- Biaya kesehatan semakin mahal
Agenda :
- Pengawasan pasar lebih ditingkatkan sehingga kenaikan harga bahan-bahan pokok bisa terkontrol.
Dalam artian , tidak seenaknya menaikkan harga
- Pemberian subsidi untuk jamkesmas dari pemerintah harus tepat sasaran
- Subsidi untuk pendidikan mungkin bisa ditambah, bukan hanya di SPP, misalnya dengan buku-buku sekolah.
Kelompok Ibu Rumah tangga (3):
Untuk permasalahan ibu rumah tangga, pengeluaran lebih besar daripada pemasukan, biaya pendidikan sekolah yang mahal, jadi bikin pusing. Yang katanya biaya sekolah ada dana bos, tapi untuk biaya fotocopy dll itu masih mahal. Jado salah satu permasalahan ibu rumah tangga adalah ekonomi. Agenda ke depan, ibu-ibu menghimbau agar subdisi dari pemerintah ditinggkatkan, sehingga iburumah tangga tidak kesulitan dalam pembiayaan biaya sekolah.
Rangkuman :
Permasalahan :
- Pengeluaran lebih besar dari pemasukan
- Pendidikan sekolah
Isu :
- Pengeluaran Ekonomi
Agenda ke depan :
- Biaya BOS lebih besar
Ketua : Ibu Sarjono
Sekretaris : Ibu Suwarno
Kelompok Kepentingan Ibu Rumah Tangga (4) :
Permasalahan : kesetaraan. untuk masalah ekonomi, kalau di rumah tangga kita mengandalkan dari seorang bapak, itu akan berat, di sini kita akan mencoba untuk membantu perekonomian, misal menjual dagangan, jika kita petani, kita menjual hasil pertanian itu untuk menambah perekonomian rumah tangga. Ke lingkungan kita mungkin akan menanggulangi anak akan hal hal yang instan.
Terus kemudian juga kesetaraan kesempatan. Hati – hati dalam menghadapi sales, misalnya penjual obat-obatan, terua antisipasi, karena sekarang banyak penculikan-penculikan. Di sini perlu program ... terciptanya... membuat kelompok diadakan pelatihan ketrampilan – contoh membuat hantaran, berbagai kreasi kue. Kedua, melaksanakan program tidak membuang sampah sembarangan, waspada terhadap gerakan agama yang menyimpang – misal : NII
Itu yang bisa saya haturkan.
Rangkuman :
Permasalahan :
- KDRT
- Kenakalan anak
- KDRT
- Kesetaraan kesempatan
Isu :
- Hati-hati dalam berbagai bentuk promosi – misalnya obat-obatan
- Hati-hati dengan SARA – contoh : NII
Program :
- Pemberdayaan usaha perempuan
Membuat kelompok dan diadakan pelatihan ketrampilan brekreasi, contoh : membuat hantaran; membuat berbagai kreasi kue.
- Terciptanya lingkugan yang nyaman/rukun
Warga diharapkan sadar diri melaksanakan siskamling; tidak membuang sampah sembarangan; toleransi bertetangga, beragama
Terima kasih.
Panitia :
Untuk selanjutnya kelompok kepentingan buruh informan.
Assalamualaikum wb wr.
Terima kasih. Saya akan membacakan apa yang jadi keputusan kami, di mana kami berunding.
Yang jadi permasalahan :
- Permodalan
- Pemasaran
- Belum mempunyai ketrampilan
- Peralatan belum ada
- Tempat
- Periklanan yang minim
Isu terkini :
- Makanan yang mengandung pengawet, pewarna (red : berbahaya)
- Bahan baku yang kurang berkualitas
Misal : saus yang terbuta dari cabe atau tomat yang sudah membusuk
Agenda :
- Pinjaman lunak
- Diadakan pelatihan ketrampilan untuk meningkatkan SDM dan penghasilan
- Mengajukan proposal bantuan ke instansi terkait
- Tempat : menggunakan tempat / rumah salah satu anggota
- Promosi di perkumpulan-perkumpulan Dasawisma, PKK Dusun, PKK Desa
- Memakai bahan baku yang mempunyai ijin Depkes/BPOM
Terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
Panitia :
Terima kasih. Sekarang waktunya preseentasi dari kelompok buruh.
Ketua : Ibu Giyanti (KP)
Sekretaris : Siti S.
Assalamualaikum
Permasalahan :
q Upah buruh sangat kecil, tidak sesuai harapan;
q Tidak ada fasilitas kesehatan;
q Menghapus UU No. 13 Ã Hapus sistem kontrak;
q Masa kerja dihargai
q Hapus lembur paksa
q Bagi keluarga buruh dalam rumah tangga :
- upah buruh rumah tangga sangat kecil
- tidak tentu, kadang ada, kadang tidak (musiman)
Isu terkini :
q Revisi UU Perburuhan
q Jaminan sosial bagi semua warga negara
q Kriminalisasi buruh
q Para usaha industri rumah tangga harus mensejahterakan para buruhnya
q Tidak memberi hadiah/tunjangan hari raya dan tidak pernah memberi penghargaan bagi para buruh yang rajin.
Agenda :
q Diabuatkan Perda Perlindungan Buruh Perempuan, contohnya untuk cuti haid
q Peraturan yang memihak mensejahterakan buruh;
q Program menguatkan buruh;
q Harus diperhatikan THR dan hadiah bagi yang berprestasi baik.
Panitia:
Terima kasih. Kita punya dari kelompok kepentingan lansia. Dari kelompok kepentingan lansia dipersilakan maju ke depan.
(Kelompok Kepentingan Lansia – Bantul)
Ketua : Murtini
Sekretaris : Marto
Terima kasih.
Permasalahan :
- Mohon diperhatikan masalah lansia
- Mohon diperhatikan dan diadakan kegiatan untuk lansia.
Ñ Tujuan : ingin mengikuti kegiatan – kegiatan, kesehatan kurang mampu. Mohon bantuan gratis.
Ñ Pendataan masing-masing kabupaten kepada Lansia yang anggota KPI. Mohon diperhatikan kesejahteraannya
Ñ Mengadakan kegiatan menghilangkan kejenuhan
Ñ Diadakan yandu Lansia KPI, agar monitor keadaannya.
Panitia :
Terima kasih.
Sekarang saya panggil dari kelompok kepentingan profesional, silahkan.
Assalamualaikum.
Kami menyampaikan permasalahan kami :
q Pekerjaan ganda bagi kaum perempuan dari bangun tidur hingga tidur lagi.
q Gender di desa masih dianggap sebagai perempuan / isteri yang berani terhadap suami, begitu pun dengan masyarakat pada umumnya.
q Kebebasan berorganisasi dibatasi suami (sebagian), jika rapat melebihi batas yang telah diijinkan suami.
q Apabila mau pertemuan / bepergian harus sudah tercukupi kebutuhan rumah tangga , jika tidak suami akan marah-marah.
Isu terkini :
q Kesenjangan antara pegawai / guru PNS dengan GTT semakin nyata. PNS tiap tahun naik gaji, sedangkan GTT tidak, meski tanggung jawabnya sama.
q Harga kebutuhan pokok akan naik jika gaji para PNS naik. Ini tidak diimbangi bagi yang GTT dan bagi swasta serta buruh.
q Jaminan hidup layak bagi masyarakat yang pekerjaan tidak tetap masih ngambang. Biaya hidup , pendidikan , kesehatan di Indonesia terlalu mahal.
Agenda ke depan :
q Penjelasan gender tidak hanya pada perempuan, tetapi juga terhadap laki-laki.
q Memberikan pengertian bahwa pekerjaan di rumah tangga merupakan pekerjaan dan tanggung jawab bersama sehingga tidak ada pemisahan itu pekerjaan laki-laki atau perempuan.
q Membekali sikap mental terhadap perempuan untuk menghadapi berbagai masalah, sehingga diperlukan untuk mendatangkan “motivator”
q Memohon kepada pemerintah agar biaya pendidikan diturunkan / lebih murah, supaya masyarakat Indonesia bisa menjangkau dan menikmati pendidikan sesuai dengan UUD ‘ 45 pasal 32.
Demikian terima kasih.
Wassalamualaikum wr. wb.
Panitia :
Sekarang saya panggilkan dari kelompok kepentingan petani :
Ketua : Ibu Siti Fajariah
Terima kasih. Saya mewakili dari kelompok kepentinga petani.
Permasalahan :
q Pengadaan pupuk yang bersubsidi itu masih kurang / terbatas.
q Untuk mendapatkan pupuk bersubsidi itu dengan prosedur yang masih sulit / dipersulit.
q Permasalahan hama, meliputi : tikus, slendep, wereng, walang.
q Serangan hama tikus berdampak kepada manusia (penyakit leptophirosis) - di Bantul sudah meninggal dunia.
q Menurunnya hasil pertanian diakibatkan musim yang tidak menentu.
q Harga beras yang tidak stabil.
q Perairan yang belum continue
Kasus di Argosari-Argorego – Sedayu, yang bagian bawah tidak dapat air karena ditutup oleh atas.
q Lebih banyak petani yang tidak tahu cara mengakses dana / permodalan petani - peternak.
q Harga ternak sapi, kambing, dll. Turun drastis - harga ternak yang turun sampai 50%.
q Banyak petani yang merugi
Solusi yang diharapkan :
q Mohon dipermudah dalam pengadaan untuk kebutuhan pupuk bersubsidi.
q Perlu bantuan dari pemerintah untuk pemberantasan hama secara terpadu.
q Mohon diberikan tindakan yang serius untuk menangani dampak dari hama tikus, terutama Dinas Kesehatan.
q Perlunya diadakan penyuluhan untuk mengatasi musim yang tidak menentu ( Dinas Pertanian).
q Import beras mohon dihentikan, termasuk import sapi.
q Pemerintah harus mensosialisasikan cara mengakses dana – permodalan secara transparan.
q Khususnya Sedayu, mohon pembagian air irigasi merata.
Wassalamualaikum wr wb
Panitia :
Terima kasih. Selanjutnya kepada kelompok kepentingan janda, single parent, dan tidak menikah / lajang.
Ketua : Reny
Anggota : Kanti ; Ristiyani.
Assalamualaikum
Nama saya Kanti.
Permasalahan :
q Perlu penguatan ekonomi
q Jaminan kesehatan
q Stigmatisasi terhadap status janda
q Peranda
q Tidak ada pengakuan dari negara
Isu terkini :
q Stereotipe
q Hak reproduksi, sexual
q Kekerasan ekonomi & sexual
Harapan dan Keinginan :
q Ada pengakuan dari negara : perempuan sebagai kepala rumah tangga
q Ada penguatan ekonomi
q Tidak ada kekerasan ekonomi dan sexual
Wassalamualaikum wr b.
Panitia :
Terima kasih.
Baiklah sekarang dari kelompok miskin kota.
Permasalahan :
q Pencabutan kms tanpa pemberitahuan
q Masyarakat ada yang belum dapat jamkesmas
q Hukum tidak berpihak pada masyarakat kecil
Masa depan : Pilih pemimpin perempuan untuk jadi walikota Yogya 2012 -2017 di Kota Yogy
Panitia :
Karena diskusi kelompok sudah selesi. Karena itu saya kembalikan ke pembawa acara.
MC :
Terima kasih. Masih semangat?
Peserta :
Masih!...
MC :
Untuk acara selanjutnya, kita akan istirahat. Dan ini ada hiburan dari KPI anak cabang Sedayu.
ISHOMA
MC :
Baiklah, acara bisa kita lanjutkan ya? ... Sekarang saya serahkan kepada Sekretaris wilayah DIY untuk memimpin sesi Refleksi Tema Temu Kangen Akbar. Dipersilahkan...
Ibu-ibu saat ini nanti kita akan diskusi, bagaimana membangun organisasi Koalisi Perempuan Indonesia yang kuat. Kita semua adalah pemimpin. Pemimpin adalah orang yang bersedia bekerja sama dengan orang lain di sekitarnya. Apa cirri-ciri pemimpin? Sebagai perempuan kita semua memimpin anak-anak. Kita belajar memimpin dari keluarga sendiri. Seorang ibu harus penuh imaginasi untuk membesarkan anak-anaknya. Pemimpin transformatif adalah pemimpin yang peka pada perubahan di sekitarnya sehingga dapat memberdayakan orang-orang di sekelilinginya untuk meningkatkan kemampuan mereka dengan potensi yang mereka miliki. Kalau proses pencapaian ini dilakukan bersama-sama, inilah yang disebut organisasi. KPI adalah organisasi massa perempuan yang kita semua percaya ada visi besar untuk mendorong perubahan pada perempuan dan masyarakat secara keseluruhan.
Karena itu yang paling penting adalah kita semua mau selalu mengembangkan diri kita sebagai perempuan. Bagaimana organisasi kita ini kita bangun dengan prinsip kerukunan supaya kita bisa maju. Nah kita akan bentuk kelompok, nanti berhitung 1-8 . jadi nanti no 1 bertemu dengan no 1 dan nomer 2 bertemu dengan no 2 dan seterusnya. Kemudian di dalam kelompok itu akan menerima satu soal, bagaimana kalau dalam organisasi menghadapi persoalan itu bagaimana agar organisasi kita itu maju. Hasil adalah nanti ibu-ibu memperagakan , bagaimana ibu-ibu menghormati orang lain. Jelas ya.
(Berhitung 1-8, dst)
(Pembagian kelompok : 1 berkumpul dengan no urut 1 , 2 dengan no urut 2, dst)
Setelah berkumpul, tolong perkenalkan diri dulu, karena ini ternyata datang dari berbagai kabupaten. Kemudian bikin ketuanya, atau fasilitator. Tugas dari fasilitator adalah membaca. Setiap kelompok bisa membuat keputusan sendiri.
Sekarang masing-masing kelompok sudah mendapat lembaran soalnya. Sesudah masing-masing kelompok memilih fasilitator diskusi dalam kelompoknya, maka tolong fasilitator membaca lembaran tugas diskusi ini. Pertama-tama sekarang saya akan membacakannya.
Soal diskusi:
Tema: Hidup Rukun sebagai modal dasar kepemimpinan perempuan transformatif.
Tugas kelompok:
1. Diskusikan maksud dari tema Temu Kangen Akbar ini.
Mengapa “hidup rukun” merupakan modal dasar bagi kepemimpinan perempuan transformatif?
Apa yang dimaksudkan dengan hidup rukun menurut kelompok?
Tunjukkan contoh-contoh dari hidup rukun yang nampak dalam kehidupan berorganisasi seperti yang pernah di alami oleh kelompok?
Apakah hambatan yang dapat dialami kelompok dalam mewujudkan “hidup rukun” yang diimpikan dari suatu organisasi?
Bahaslah jalan keluar yang bisa diusulkan untuk mengatasi masalah-masalah sehingga harapan hidup rukun bisa tercapai!
Sebutkan kualitas pemimpin perempuan transformative berdasarkan perspektif hidup rukun?
2. Catatlah hasil diskusinya pada kertas kosong yang siap ditempelkan.
3. Laporkanlah hasil diskusi kelompok dengan merumuskan tekad hidup rukun berorganisasi dalam satu kalimat saja. Kemudian ungkapkan maksud dari tekad hidup rukun tersebut dalam bentuk peragaan, misalkan dengan pantomim, menyanyi, menari, melawak atau bermain peran lainnya. Selamat berdiskusi dan terima kasih.
(Diskusi kelompok – sebanyak 8 kelompok)
Panitia :
Untuk mempersingkat waktu maka diskusi kelompok diberi 10 – 15 menit, sekalian dengan presentasi.
Presentasi kelompok :
Presentasi kelompok – hasil ditulis di kertas plano, tapi presentasi menggunakan peraga.
Urutan presetasi :
- Kelompok 4
- Kelompok 1
- Kelompok 2
- Kelompok 7
- Kelompok 6
- Kelompok 5
- Kelompok 8
- Kelompok 3
Kelompok 3 diminta Panitia/fasilitator mengajarkan dan mengajak menyanyi lagu bergoyang-goyang seluruh peserta.
Rekaman proses presentasi akan dilengkapi dengan audio visual karena sangat menarik. Ternyata kegiatan spontanitas memperagakan hasil diskusi dalam bentuk ekspresi seni mendorong ibu-ibu berkreatifitas dan mengintegrasikan pikiran, ide serta semangat bersama.
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Ibu-ibu semua bersemangat dan seru…seru…seru…
Potongan lagu Kemesraan dibagikan
Marilah kita akan menyanyikan lagu kemesraan
Peserta menyanyikan lagu “kemesraan”.
Panitia :
Baik terima kasih, sambil menikmati hidangan sore, selamat menikmati .
(Menunggu rombongan yang akan mementaskan teater)
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Ibu-ibu sekarang menikmati snack dulu ya. Kami punya tamu, ini datang dari Jerman, hanya untuk belajar dari KPI.
(Memperkenalkan pelajar dari Jerman – Carola.)
Ini, nama?
Carola :
Carola
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Carola dan teman-temannya ini nanti akan mementaskan teater, cuman teman-temannya ini belum datang, karena rencananya akan mementaskan jam 3, sementara itu ini tadi (waktunya) terlalu cepat menyelesaikan program kita.
Jadi Carola ingin berbicara untuk meminta kesediaan ibu-ibu untuk menunggu.
Carola, khusus untuk belajar dari KPI, dan sangat tertarik KPI. Kita ini tadi juga berteater, tapi spontan.
Carola :
Selamat sore ibu-ibu. Nanti ada pementasan forum teater, dan teman akan menjelaskan apa itu forum teater. Dan kami berharap ibu-ibu bisa bersabar menunggu untuk meonton pentasnya. Mau?
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Bagaimana? Ibu-ibu mau bersabar menunggu menonton pentasnya? Kita tunggu ya? Ini permintaan dari Carola. Tapi Carola kamu harus bersalam dengan ibu-ibu, sebagai tanda perkenalan.
(Carola berputar, berjabat tangan memperkenalkan diri ke masing-masing ibu)
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Terima kasih. Ibu – ibu tunggu bentar ya, mereka akan mempersiapkan diri.
Panitia :
Hadirin yang saya hormati, sambil menunggu persiapan teater dari rombongan Carola,. untuk pemenang lomba akan diumumkan.
Panitia :
Terima kasih. Ibu - ibu selamat sore.
Masih semangat ya. Saya akan mengumumkan lomba tadi dengan penilaian dari 5 juri, tidak ada KKN.
Pemenang berdasar urutan teratas hasil paduan suara yang diiukuti oleh 4 kelompok :
Juara 1 : BP Bantul 2 , dengan jumlah nilai 1565
Juara 2 : Cabang Kulonprogo, dengan jumlah nilai 1535
Juara 3 : Cabang Sleman , 1490
Juaran 4 : Cabang Bantul 1 1460
Dari semua kelompok, kami minta wakilnya untuk menerima hadiah.
Hadiahnya berupa uang dan buku “Perempuan dan Bencana”.
Saya persilahkan kepada ibu Rusminah untuk menyampaikan kepada juara 1.
(penyerahan hadiah untuk juara 1)
Juara kedua yang menyerahkan Mbak Puji, presedium KPI
(penyerahan hadiah untuk juara 2)
Juara ketiga dipersilahkan Mbak Ristiyanti untuk menyerahkan hadiah.
(penyerahan hadiah untuk juara 3)
Juara ke 4 dipersilahkan kepada Mbak Nona untuk menyerahkan hadiah.
(penyerahan hadiah untuk juara 4)
Terima kasih, kepada ibu-ibu.
Hadirin yang saya hormati, sebelumnya saya mohon maaf, karena sambil menunggu persiapan teater, wakil dari juara 1 mohon ke deann untuk cerita bagaimana persiapan ke peserta, bagaimana persiapan.
BP Bantul :
Balai Perempuan cabang Bantul – khususnya Sedayu.., berdiri [pada 10 april 2011. Kami diberitahu oleh Mbak Nona ada lomba paduan suara, maka kita semangat untuk latihan, yang memang sebagian sudah terbiasa ikut paduan suara.
Panitia :
Kiat - kiatnya apa, baru satu bulan sudah bisa menjuarai?
BP Bantul :
Kiat-kitanya harus ada yang menyemangati terus. Selalu bersemangat untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Saya selalu terus komunikasi dengan sms, telepon datang ke rumah, pakai undangan untuk berkumpul dan latihan. Jadi untuk mengumpulkan itu juga butuh perjuangan.
Panitia :
Mohon ke ibu - ibu yang untuk tidak pulang dulu. Karena masih ada 1 acara yang harus kita selesaikan. Tadi kita buka dengan doa, maka kita tutup dengan doa. Jadi mohon berkenannya untuk berada di ruangan ini.(sebagian peserta pulang)
Untuk yang Kulon Progo mungkin bisa cerita ?
Fasilitator :
Itu bagaimana bisa semangat, menari-nari?
(wakil)Paduan suara Kulon Progo :
Kiat-kiat suksesnya, baru satu bulan latihannya. Untuk BP belum terbentuk. Rencana mau bikin BP baru. Kemarin sudah ada, tapi non aktif, jadi mau membentuk kembali.
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Ini baru sebulan, kemudian BP baru akan dibangkitkan kembali, tapi bisa juara, berarti perempuan itu bisa.
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Ibu pekerjaannya apa?
(wakil)Paduan suara Kulon Progo :
Pedagang J
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Pedagang? Ibu ini pedangan tapi bisa juara...
(wakil)Paduan suara Kulon Progo :
Saya dulu kan pernah sekolah di SMKI, jadi aka sedikit bakat untuk menyanyi.
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Sehari-hari berdagang, tapi berlatar belakang sekolah seni, nah untuk mencari nafkah sebagai pedagang, tetapi berkeseniannya nggak boleh dilupakan.
Ada kiat-kiat yang ingin disampaikan?
(wakil)Paduan suara Kulon Progo :
Untuk ibu-ibu, marilah kita selalu semangat, untuk kita bentuk BP yang baru, terus kita ikuti jalani kiat-kiat yang di KPI.
Sekretaris KPI Wilayah DIY:
Terima kasih. Tepuk Tangan.
Dalam 10 menit kita akan menunggu pementasannya.
Apakah ada spontanitas?
Sudah capek ya.
Ada yang mau,?
(Ada yang menanyi lagu kemesraan)
Pengumum pementasan dibatalkan!
Kita akan membacakan Ikrar KPI :
Pertama-tama kami mohon maaf dari kelompok LBT, karena berbagai hal maka tidak bisa ditampilkan.
Ikrar KOALISI PEREMPUAN INDONESIA
- KPI bekerjasama dengan semua organisasi perempuan
- KPI bersatu melawan segala bentuk penindasan terhadap perempuan
- KPI mengindahkan perbedaan dan berjuang bersama
- KPI bersatu bersama dalam kerukunan
- KPI memelihara jiwa riang dan pantang menyerah untuk meneruskan kehidupan yang penuh tantangan demi demokrasi dan keadilan.
KPI ku! KPI mu!
KPI kita semua!
Ibu-ibu marilah kita tutup dengan lagu kemesraan.
Kepada Ibu Ristiani, Harsih, Puji, sumiati, Kanti, Lena, Wulan, Sri Mulati. Terima kasih.
Dan kepada teman2 dari ISI, terima kasih. Terima kasih kepada semuanya.
Saya serahkan kembali ke Umi untuk dilakukan prosees penutup.
Umi :
Sebelum ditutup, marilah kita berdoa sesuai dengan agama masing-masing.
Berdoa mulai.
(Berdoa)
Bila ada kurang lebihnya saya mohon maaf,terima kasih.
Hidup KPI!.
Langganan:
Postingan (Atom)