Translate

Minggu, 29 Mei 2011

Berlibur bersama untuk merawat cinta kasih dan hidup bersama antar agama. Pengalaman ICRS Yogya

Berlibur bersama untuk merawat cinta kasih dan hidup bersama antar agama. Pengalaman ICRS Yogya
Oleh: Farsijana Adeney-Risakotta


Akhir pekan lalu, tanggal 26 – 29 Mei 2011, ICRS Yogya melakukan hayatan liburan bareng pengelola, staf dan keluarganya masing-masing. Teman-teman di ICRS Yogya lebih senang menyebutnya “working retreat”, seperti komentar yang saya dengar dari mba Ingrid.

Mungkin teman-teman sudah pernah tahu atau belum. Saya ingin menjelaskan sedikit tentang ICRS Yogya. ICRS Yogya adalah singkatan dari Indonesian Consortium for Religious Studies. Nama merknya yang terkenal hanya ICRS Yogya. Yogya menjadi tempat yang paling unik untuk menghasilkan Konsorsium seperti ICRS setidak itulah yang pernah diakui banyak kalangan ketika ICRS Yogya mulai dirintis. Keunikan Yogya sebagai kota pluralis turut membidani kelahiran ICRS Yogya.

ICRS Yogya adalah program S3 yang didirikan oleh tiga perguruan tinggi di Yogyakarta yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Universitas Kristen Duta Wacana. Peresmian ICRS Yogya dilakukan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang disaksikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Gubernur DI. Yogyakarta pada saat penandatanganan MOU oleh ketiga Rektor pada tanggal 6 Oktober 2006.

ICRS Yogya, Consorsium Tiga Universitas: Universitas Gadjah Mada, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Universitas Kristen Duta Wacana


Sebagai konsorsium dari tiga universitas, ICRS Yogya mungkin adalah satu-satunya program S3 yang keunikannya tiada taranya di dunia. ICRS Yogya membangun tradisi akademik dalam proses pembelajaran dan penelitian berdasarkan basis tradisi ilmu dan metodologi ilmu sosial (UGM), tradisi Islam (UIN Sunan Kalijaga) dan tradisi Kristen (UKDW). Diharapkan ICRS Yogya dapat menghadirkan ruang keterbukaan, ketulusan dalam mengkaji agama-agama dari berbagai tradisi ilmu dan iman yang dilakukan secara kritis untuk menguatkan pemahaman agama bagi kehidupan di muka bumi. Dijamin mengikuti perkuliahan di ICRS Yogya, iman dan spiritualitas beragama dari mahasiswa S3 yang adalah pemimpin masyarakat dan agama malahan makin diteguhkan. ICRS Yogya menempati Kantor Paska Sarjana UGM Yogyakarta dan diregistrasi sebagai salah satu prodi dari Sekolah Paska Sarjana UGM.

Persiapan pendirian ICRS Yogya difasilitasi oleh pak Bernie (dari UKDW), yang sekaligus menjabat sebagai direktur pertama ICRS Yogya dengan wakil direktur adalah ibu Siti Syamsiatun (dari UIN Sunan Kalijaga). ICRS Yogya mempunyai organisasi yang unik karena melibatkan majelis konsorsium dari ketiga universitas dan dewan akademik yang keanggotaannya terdiri dari dosen-dosen yang mengajar di ICRS Yogya. Sesudah perjalanan ICRS Yogya untuk empat tahun pertama, sekarang ICRS Yogya dipimpin oleh Ibu Siti Syamsiatun sebagai direktur dan wakil direktur adalah ibu Wening (dari UGM).

Sekarang ini ICRS Yogya mempunyai mahasiswa dari berbagai negara dan juga dari seluruh Indonesia. Program S3 ini diselenggarakan dalam bahasa Inggeris. Keunikan pengajaran dan pembimbingan kepada mahasiswa S3 adalah setiap seminar difasilitasi oleh dua orang pengajar yang berbeda agama sekaligus mempertimbangkan keseimbangan jender. Misalkan pak Heddy Ahimsa dari Fakultas Antropologi UGM mengajar bersama saya dari program studi S2 Perdamaian dan Rekonsiliasi Konflik UKDW untuk mengasuh matakuliah seminar “Pendekatan Sejarah dan Budaya dalam pembelajaran agama” (Historical and Cultural Approaches to study Religions)”. Penawaran matakuliah dilakukan secara bervariasi dan hampir setiap semester bisa berbeda-beda.

Bagi teman-teman yang berminat mendapat informasi lebih lanjut bisa lihat website ICRS Yogya, juga ada akunnya di Facebook.
Website ICRS Yogya www.icrs.ugm.ac.id

Nah sekarang kembali ke topik tulisan saya. Berlibur bersama ICRS Yogya kemarin akhir pekan adalah untuk merayakan dan mensyukuri kebersamaan ICRS Yogya sejak proses perintisannya hingga saat ini.

Kehadiran saya di Bali bersama ICRS Yogya dalam status saya sebagai isteri dari pak Bernie, suami saya. Liburan ICRS Yogya kemarin adalah sekaligus sebagai tanda terima kasih ICRS Yogya kepada seluruh pengelola, staf dan keluarganya masing-masing yang turut merawat kualitas kebersamaan hubungan antar agama, manusia dan akademik dari ICRS Yogya. Seorang staf ICRS Yogya, mba Cendy adalah organizer dari liburan tersebut. Mba Cendy, sebelum bergabung dengan ICRS Yogya pernah selama 14 bulan bekerja di salah satu Resto dan Art Gallery di Bali.

Untuk saya kembali ke Bali, berkali-kali, tetapi selalu berbeda-beda. Tur yang diorganiser mba Cendy membawa saya melihat hal-hal yang mungkin untuk maksud tur pribadi dan keluarga bukan pilihan. Tetapi saya bisa belajar banyak dari pengalaman-pengalaman baru ini yang proses permenungannya mendorong saya menuliskan untuk teman-teman saya di Facebook.

Saya bersyukur bisa bersama-sama dengan ICRS Yogya dan keluarga-keluarga masing-masing teman-teman. Kehidupan bersama tiga hari menghadirkan perenungan baru tentang interaksi-interaksi langsung dan spontan dari masing-masing kami sebagai manusia. Tantangan pertama adalah krisis kacamata di pura Uluwatu. Ulasan tentangnya akan menjadi bagian kedua dari tulisan ini. Tulisan ketiga terkait dengan turisme dan konservasi tantangan Indonesia dalam pembangunan ekonomi. Tulisan ketiga, merenungkan pluralitas dan Pancasila dari Bali.

Mungkin inilah oleh-oleh saya kepada teman-teman saya setia. Saya menikmati Bali karena saya bisa berlari di sepanjang pantai Legian. Pantai Legian adalah terusan dari pantai Kuta dan Seminyak yang letaknya di bagian selatan pulau Bali. Ini daerah yang sangat padat di seantero Bali.

Berkali-kali ke Bali, membaringkan diri di pantai dan menukikkan diri di bawah gulungan ombak seolah-olah adalah memberikan kekuatan baru untuk meneruskan aktivitas saya di Yogya, melayani keluarga, mahasiswa, anak-anak dan perempuan yang dengannya saya berbagi kehidupan ini. Mungkin semua orang mau ke Bali untuk mengisi energi lagi. Saya senang dengan liburan singkat ini karena bisa bersama dengan suami sesudah sakit hampir dua minggu, mondok di Panti Rapih kemudian dalam proses penyembuhan segera terbang ke Jepang. Di pantai saya senang melihat suami saya bisa berenang lagi termasuk agak kuatir ketika ia terbawa arus menjauh dari payung yang ditanjapkan sebagai tanda sandal dan sepatu lari kami berada.

Kami semua perlu waktu untuk berlibur. Terima kasih ICRS Yogya, terima kasih bu Siti, bu Wening untuk kepemimpinannya. Teman-teman dan anggota keluarga, saya sungguh bersyukur bisa mengenal dekat semuanya. Tanpa Lofly dan Nauval liburan itu mungkin akan sepi dari tawa lepas kita semua karena kepolosan anak-anak yang lucu. Makasih bu Wening untuk berbagi si lucu Lofly. Saya pasti kangen Lofly selalu. Saya juga setuju dengan mba Elis, yang menikmati liburan khusus dengan Nauval. Saya bisa lihat kedekatan Nauval dengan ibunya. Bersyukurlah teman-teman dengan anak-anaknya yang lucu dan sehat.

Tahun lalu, suami dan saya membawa keluarga, anak-anak, adik-adik dan oma ke Bromo, Amed (Bali Timur), Lombok dan kembali ke Bali. Cerita menarik, Hanna sesudah kembali ke Yogya melukis gunung Rinjani. Versi pertama lukisannya menggambarkan Rinjani dalam pewajahan hijau ditutupi rerumputan. Kelihatan sangat romatis. Tetapi sesudah lukisan itu siap, Hanna merasa Rinjani dalam lukisan bukan seperti Rinjani sebenarnya. Rinjani sebenarnya adalah angker. Karena pada saat mereka mendaki, yi suami saya, oom John (adik saya), Tirza dan Hanna, pada malam itu di tenda mereka terbaring kaku mayat dari seorang turis perempuan, seorang Perancis. Ia jatuh ke dalam jurang dan meninggal. Karena itu, Hanna kemudian mengubah warna dari lukisan yang sama dengan warna-warna merah, seolah-olah gunung ini berdarah.

Bali, di Seminyak, di pantai anak-anak bisa beristirahat, suami dan adik-adik bisa melepaskan kembali perasaan lelah terbawa melaut dan diberikan dari ombak kekuatan baru untuk kami semua meneruskan perjalanan pulang melewati pegunungan di Utara Bali balik ke Yogya. Di sini setahun lalu kami menonton world cup dengan pertandingan antara Jerman dan Belanda. Kemarin, sekali lagi menuntun MU dengan Barcelona. Syukur itu selesai sebelum berkemas mengejar pesawat balik ke Yogya. Liburan mengajarkan pengalaman mendalam tentang kehidupan kepada diri sendiri dan sesama, pertama-tama keluarga terdekat kemudian dengan orang lain yang dijumpai dalam ziarah yang sama.

Ketika pesawat mendarat di Adisucipto, mba Ingrid katakan, "Sekarang kami kembali ke”real life”! Betul. Kami menyimpan kenangan dan cerita untuk mendorong terus perjalanan pekerjaan ke depan. Selamat bekerja lagi dengan semangat teman-teman!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar