Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua: Bumi Menari di Bentara Budaya Yogyakarta:
Bumi Menari di Bentara Budaya Yogyakarta Oleh Farsijana Adeney-Risakotta Bentara Budaya Yogyakarta sedang memamerkan koleksinya yang d...
To be connected to
http://farsijanawomengivingbirthtoart.blogspot.com
Translate
Minggu, 16 Desember 2012
Jumat, 14 Desember 2012
Jogging bersama mentari
Jogging
bersama mentari
Oleh Farsijana
Adeney-Risakotta
Jogging bersama mentari
Sampai jemari saya berkeringat
Keringat menetes
Mengalir air tubuh
Sinar lembut mentari
Pancarkan sumber hidup
Merangkai orkes
mengidungkan bersama saya
“Hati gembira adalah obat
Semangat patah mengering
tulang”
Mejejaki bahagia dari pagi
ini
Sepanjang selokan Mataram
Bersisian dengan mentari
dalam air
Memantulkan percikan sinar
Merasakan api mentari
pada tubuh
Kaki saya terasa melayang
Begitu ringan sampai
sinar pagi
Seperti jalan menimbang
diri
Masih jogging bersama
mentari
Rentangan tangan membuka
lebar
Sampai menjamah gelombang
merah
Api mentari pagi, api Tuhan
Rabu, 05 Desember 2012
Information to the mepeace.org
Information to the mepeace.org
mepeace.org - network for peace http://mepeace.org is an international cyber organization that concerns to the solution for the Palestine and Israeli conflict.
I have jointed this network recently when I was looking for an update information on the conflict in Palestine-Israeli during the last war.
I wrote my poem which is titled in Indonesia "Tuhan berdamai di Gaza, Palestina" (God makes peace in Gaza, Palestine). You can find the poem on this link
http://farsijanaindonesiauntuksemua.blogspot.com/2012/11/tuhan-berdamai-di-gaza.html.
My goal to join this mepeace.org is to link the international movement with my people in Indonesia who are from different religious, cultural, and political view, educational and economical backgrounds. Therefore with my writing on the issue of Palestine and Israel, the Indonesian people can check it directly into the original groups who have involved to achieve the peace in the area.
At the mepeace.org network, I have started to create the movement of peace by posting pictures with my own comments.
If you would like to continue enjoying the resources you can find at another blog of mine. I began posting the link in this blog "Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua", however, I have decided to move to the English version of my blog. You can find it at "Farsidarasjana" to begin with this link which will bring you to the channel, to the entire labyrinths of the networks. Please see at
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/surprising-beauty-of-peace-mepeaceorg_5.html,
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/organizing-movement-of-peace-mepeaceorg.html
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/children-getting-peace-mepeaceorg.html
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/reconnecting-heart-of-peace-mepeaceorg.html
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/inviting-to-table-of-peace-mepeaceorg.html
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/celebrating-blood-brothers-blood.html
Thank you and salam
Farsijana Adeney-Risakotta
mepeace.org - network for peace http://mepeace.org is an international cyber organization that concerns to the solution for the Palestine and Israeli conflict.
Profile of mepeace.org http://mepeace.org |
I have jointed this network recently when I was looking for an update information on the conflict in Palestine-Israeli during the last war.
My page on mepeace.org |
I wrote my poem which is titled in Indonesia "Tuhan berdamai di Gaza, Palestina" (God makes peace in Gaza, Palestine). You can find the poem on this link
http://farsijanaindonesiauntuksemua.blogspot.com/2012/11/tuhan-berdamai-di-gaza.html.
My goal to join this mepeace.org is to link the international movement with my people in Indonesia who are from different religious, cultural, and political view, educational and economical backgrounds. Therefore with my writing on the issue of Palestine and Israel, the Indonesian people can check it directly into the original groups who have involved to achieve the peace in the area.
At the mepeace.org network, I have started to create the movement of peace by posting pictures with my own comments.
If you would like to continue enjoying the resources you can find at another blog of mine. I began posting the link in this blog "Indonesiaku Indonesiamu Indonesia untuk semua", however, I have decided to move to the English version of my blog. You can find it at "Farsidarasjana" to begin with this link which will bring you to the channel, to the entire labyrinths of the networks. Please see at
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/surprising-beauty-of-peace-mepeaceorg_5.html,
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/organizing-movement-of-peace-mepeaceorg.html
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/children-getting-peace-mepeaceorg.html
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/reconnecting-heart-of-peace-mepeaceorg.html
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/inviting-to-table-of-peace-mepeaceorg.html
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/celebrating-blood-brothers-blood.html
Thank you and salam
Farsijana Adeney-Risakotta
Merefleksikan Perjalanan HAM di Papua, menyimak artikel "Living without a state"
Merefleksikan Perjalanan HAM di Papua, menyimak artikel "Living without a state"
Petisi Warganegara NKRI untuk Papua dalam rangka memperingati Hari sedunia HAM, yang dirayakan tanggal 10 Desember 2012, mulai mendistribusikan artikel-artikel terkait dengan Papua.
Papua masih merupakan hutang yang belum dibayar oleh Pemerintah RI. Artikel yang ditulis oleh Bobby Anderson sangat penting dicermati untuk mengerti tentang tingkat pemenuhan hak-hak dasar warganegara NKRI di Papua. UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM merupakan ratifikasi RI terhadap deklarasi HAM Dewan HAM PBB. Pasal 4 menjelaskan tentang berbagai hak yaitu: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi, dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut".
Pertanyaan yang bisa direnungkan dari pembacaan artikel berjudul "Living without a state" adalah sejauhmana negara menghilangkan perannya untuk mensejahterakan warganegara NKRI di tengah pengambilan sumber daya alam Papua yang begitu besar untuk kepentingan Negara dan kapitalisme global yi "Freeport"?
Dalam konteks ini, penguatan kapasitas SDM warganegara NKRI di Papua, yang dihilangkan dari penugasan negara, perlu dibangun kembali. Pertanyaannya, sejauhmana upaya membangun SDM warganegara NKRI di Papua bisa dilakukan dalam perspektif perdamaian?
Kedua pertanyaan ini patut direnungkan oleh seluruh warganegara NKRI dalam mengerti kegagalan negara dan kesiapan warganegara NKRI mengisi pelemahan peran tsb kearah mensejahterahkan seluruh rakyat Indonesia. Selamat menyimak.
Salam amalulukee
Farsijana Adeney-Risakotta
Living without a state
http://www.insideindonesia.org/current-edition/living-without-a-state
Page Petisi Warganegara NKRI untuk Papua di Facebook | < | http://www.facebook.com/petisi.untuk.papua> |
Petisi Warganegara NKRI untuk Papua dalam rangka memperingati Hari sedunia HAM, yang dirayakan tanggal 10 Desember 2012, mulai mendistribusikan artikel-artikel terkait dengan Papua.
Papua masih merupakan hutang yang belum dibayar oleh Pemerintah RI. Artikel yang ditulis oleh Bobby Anderson sangat penting dicermati untuk mengerti tentang tingkat pemenuhan hak-hak dasar warganegara NKRI di Papua. UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM merupakan ratifikasi RI terhadap deklarasi HAM Dewan HAM PBB. Pasal 4 menjelaskan tentang berbagai hak yaitu: "Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi, dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut".
Pertanyaan yang bisa direnungkan dari pembacaan artikel berjudul "Living without a state" adalah sejauhmana negara menghilangkan perannya untuk mensejahterakan warganegara NKRI di tengah pengambilan sumber daya alam Papua yang begitu besar untuk kepentingan Negara dan kapitalisme global yi "Freeport"?
Dalam konteks ini, penguatan kapasitas SDM warganegara NKRI di Papua, yang dihilangkan dari penugasan negara, perlu dibangun kembali. Pertanyaannya, sejauhmana upaya membangun SDM warganegara NKRI di Papua bisa dilakukan dalam perspektif perdamaian?
Kedua pertanyaan ini patut direnungkan oleh seluruh warganegara NKRI dalam mengerti kegagalan negara dan kesiapan warganegara NKRI mengisi pelemahan peran tsb kearah mensejahterahkan seluruh rakyat Indonesia. Selamat menyimak.
Petisi Warganegara NKRI untuk Papua, sedang dalam persiapan mengambil foto bersama dengan salah satu kelompok dari Formapa (Forum Mahasiswa Papua) di Yogyakarta |
Salam amalulukee
Farsijana Adeney-Risakotta
Living without a state
http://www.insideindonesia.org/current-edition/living-without-a-state
Senin, 03 Desember 2012
Good stories never spoil
"Good stories never spoil" has been moved to this below link
http://farsidarasjana.blogspot.com/2012/12/good-stories-never-spoil.html
Thank you
Farsijana Adeney-Risakotta
Minggu, 02 Desember 2012
Even stones testifying peace - mepeace.org - network for peace
Even stones testifying peace - mepeace.org - network for peace
http://mepeace.org/photo/even-stones-testifying-peace
http://mepeace.org/photo/even-stones-testifying-peace
..peace waits behind the tree... - mepeace.org - network for peace
..peace waits behind the tree... - mepeace.org - network for peace
http://mepeace.org/photo/peace-waits-behind-the-tree
http://mepeace.org/photo/peace-waits-behind-the-tree
Coming down peace, please! - mepeace.org - network for peace
Coming down peace, please! - mepeace.org - network for peace
http://mepeace.org/photo/february-2009-100
http://mepeace.org/photo/february-2009-100
life is too precious and beautiful to have a war - mepeace.org - network for peace
life is too precious and beautiful to have a war - mepeace.org - network for peace
http://mepeace.org/photo/life-is-too-precious-and-beautiful-to-have-a-war
http://mepeace.org/photo/life-is-too-precious-and-beautiful-to-have-a-war
Minggu, 18 November 2012
Tuhan berdamai di Gaza, Palestina!
Tuhan berdamai di Gaza, Palestina!
Hujan lebat semalam
sunyi senyap
semua makhluk terlelap
senapas Sang Pencipta
bersama merebah
saling menjagai
Tuhan, Engkaukah di sana
berbaring dengan
anak-anak
di Gaza
bersisian dengan
perempuan
diTimur Tengah
Tuhan, Engkaukah di sana
dengan Palestina
Menjelang subuh
suara adzan
menjagai saya
di sini
mengingat
berita perang
di Gaza
dalam doa
saya menyebut namaMu
Tuhan, Engkau di sana
senapas dengan mereka!
Hujan mereda
tanah masih basah
laron beterbangan
sekali hidup
sesudah musim berganti
laron rapuh
sayap patah
sebelum lemas
lenyap
tak membekas
Tuhan, Engkaukah di sana
menitiskan
cinta kasih
melembutkan hati
semua makhluk
hidup saling menjagai
Seperti laron
beterbangan ke arah jalanan
mendarat kemudian tergilas
seperti manusia
berlarian menghindari diri
dari serangan
senjata modern
mereka sudah hilang
sebelum tiba di tempat aman
Saya bisa apa untuk
mereka
Palestina
kecuali menulis puisi
meneguhkan jiwa
segeralah
Tuhan, ku mohon
hentikanlah perang di sana
bukankah Engkaupun
ingin damai?
Terima kasih Tuhan!
Foto "Aceh thanks the world" diambil tanggal 30 Oktober 2012 di Blang Padang, Banda Aceh |
Hujan lebat semalam
sunyi senyap
semua makhluk terlelap
senapas Sang Pencipta
bersama merebah
saling menjagai
Tuhan, Engkaukah di sana
berbaring dengan
anak-anak
di Gaza
bersisian dengan
perempuan
diTimur Tengah
Tuhan, Engkaukah di sana
dengan Palestina
Menjelang subuh
suara adzan
menjagai saya
di sini
mengingat
berita perang
di Gaza
dalam doa
saya menyebut namaMu
Tuhan, Engkau di sana
senapas dengan mereka!
Hujan mereda
tanah masih basah
laron beterbangan
sekali hidup
sesudah musim berganti
laron rapuh
sayap patah
sebelum lemas
lenyap
tak membekas
Tuhan, Engkaukah di sana
menitiskan
cinta kasih
melembutkan hati
semua makhluk
hidup saling menjagai
Seperti laron
beterbangan ke arah jalanan
mendarat kemudian tergilas
seperti manusia
berlarian menghindari diri
dari serangan
senjata modern
mereka sudah hilang
sebelum tiba di tempat aman
Saya bisa apa untuk
mereka
Palestina
kecuali menulis puisi
meneguhkan jiwa
segeralah
Tuhan, ku mohon
hentikanlah perang di sana
bukankah Engkaupun
ingin damai?
Terima kasih Tuhan!
Sabtu, 17 November 2012
Kitab suci, Kidung Agung tentang cinta
Kitab suci, Kidung Agung tentang cinta
Oleh Farsijana Adeney-RisakottaCatatan:
Saya
memutuskan untuk merilis tulisan ini dalam blog Indonesiaku Indonesiamu
Indonesia untuk semua sebagai bagian dari catatan saya tentang makna cinta
kasih. Manusia diberikan hati untuk saling mengasihi. Kitab suci dari
agama-agama menjelaskan bagaimana cinta kasih diturunkan dari cara manusia
belajar mencintai melalui merefleksikan cara Sang Pencipta mencintai. Sebagai
seorang Kristen, saya ingin berbagi sebagian kecil dari kekayaan tradisi
Kristiani tentang cinta kasih. Tulisan ini tidak ditulis khusus untuk blog
saya, tetapi muncul pertama kali ketika saya diminta untuk menanggapi salah
satu penelahaan Alkitab (PA) yang diselenggarakan oleh Fakultas Teologi
Universitas Kristen Duta Wacana.
Monumen cinta pada Park of Aceh thanks the world di Blang Padang, Banda Aceh. Foto diambil tanggal 30 Oktober 2012 |
Kidung Agung adalah salah satu buku yang saya
sangat sukai ketika mulai bisa membaca Alkitab sendiri. Sambil mengagumi
kekuatan bahasa sastera dalam Kidung Agung, saya selalu bertanya tentang
ketersediaan ruang dalam kanonisasi Alkitab untuk sastera cinta religis
diletakan setara dengan tulisan-tulisan para nabi, sejarawan dan kaum
bijaksana. Penggambaran cinta dalam bahasa romantisme ketubuhan apabila dibaca
dari kacamata UU Pornografi dan Pornoaksi, bisa disita.
Kidung
Agung dapat dianggap mengandung unsur-unsur pornografi. Penggambaran cinta
kasih yang sensual ternyata dibiarkan masuk dalam kanonisasi Alkitab untuk juga
menunjukkan kebahagiaan sekaligus kerentanan dari cinta yang terlihat dalam
kemanusiaan manusia. Kidung Agung mengungkapkan dialog antara pengantin
perempuan dan pengantin lelaki. Pengantin perempuan merepresentasikan Israel
dan pengantin lelaki adalah Allah sendiri.
Hubungan antara manusia dan Allah digambarkan seperti
pengantin. Kadang-kadang Allah dekat dengan manusia, sering kali terasa
menjauh. Penggambaran hubungan Allah dengan manusia seperti kedua pengantin
yang saling menyesuaikan diri dalam pernikahan baru. Ketika “mood” lagi baik,
manusia bisa merasa dekat dengan Allah, tetapi ketika ada banyak kekecewaan
yang terjadi manusia bisa memposisikan Allah yang terasa sangat jauh, bahkan
seolah-olah menjauh dari manusia.
Seluruh pasal dalam Kidung Agung merepresentasikan dialog
pengantin perempuan dan lelaki, yang menjadi bagian dari dialog liturgi jemaat.
Cinta dirayakan bukan saja oleh sang
raja tetapi juga warga biasa. Dalam Kidung Agung pasal 8 ayat 11-12 dijelaskan
bahwa mereka yang berbahagia melebihi kebahagiaan Salomo adalah mereka yang
mendapat kebun anggur dari raja, merawatnya sendiri dengan cinta sehingga semua
orang yang berada di dalamnya bisa merasakannya (ayat 13). Memposisikan
kebahagiaan cinta termasuk juga menunjukan kerentanan cinta antara manusia
dengan Allah.
Merayakan cinta adalah merayakan pengalaman mendalam,
pengalaman sakit, pengalaman mistis. Pada pasal 8:5-7 digambarkan tentang cinta
yang kuat seperti maut. Cinta yang menyatukan adalah jiwa yang merindukan dalam
keterpisahan tubuh. Cinta menyatukan sekaligus memisahkan karena ia bernyala
seperti api, seperti nyala api TUHAN.
Kata “cinta” menjadi tak berarti karena
tindakan-tindakan yang tampil menggambarkan “cinta” melebihi makna kata “cinta”
itu sendiri. Relasi cinta bisa digambarkan sebagai kekasih sekaligus seorang
teman.
Tetapi
cinta juga ternyata bisa digambarkan dengan sangat mengagetkan! Pada Kidung
Agung pasal 5: 7 menggambarkan kekerasan
menimpa sang mempelai perempuan ketika keluar dari pintu pergi mencari
kekasihnya. “Aku ditemui peronda-peronda kota, dipukulinya aku, dilukainya,
selendangku dirampas oleh penjaga-penjaga tembok”.
Mengapakah
peronda-peronda kota memukuli sang mempelai perempuan? Apakah mereka menemukan
sang mempelai perempuan tampil sebagai seorang yang histeris, mungkin tanpa
pakaian keliling kota mencari kekasihnya yang menghilang? Ayat ini sangat membingungkan kepada saya.
Apakah maksud yang terungkap dari penggambaran ekstrim situasi kekerasan yang
menimpa sang mempelai perempuan.
Memikirkan tentang penggambaran kekerasan dalam Kidung
Agung yang penuh dengan kata-kata cinta adalah menjelaskan tentang suatu
realitas dari ketubuhan perempuan yang dikontrol oleh lelaki. Mata feminisme
saya langsung bereaksi untuk menjelaskan bahwa sang kekasih yang mungkin dalam
ketergesaannya mencari kekasihnya, dengan hanya menggunakan pakaian tidur yang
ditutupi oleh selendang, langsung dilepaskan. Tubuhnya dikebukin mungkin
sekaligus ditertawai, kalau belum dikerjain, supaya sang kekasih tahu bahwa
ekspresi cinta yang bersifat privat sekalipun mendalam tidak bisa seenaknya dilampiaskan
pada ruang publik. Ruang publik penuh dengan aturan untuk mengontrol tubuh sang
pengantin perempuan.
Pada sisi lain, apabila penggambaran pengantin perempuan
sebagai seorang yang tidak setia kepada pengantin lelakinya sehingga ia
dilecehkan, apakah bisa disejajarkan dengan situasi iman Israel yang sering
kali dipandang tidak setia kepada Allah. Seorang sang pengantin yang tidak
setia layak diperlakukan seperti seorang pelacur. Pakaiannya dilucuti kemudian
ramai-ramai bisa ditiduri.
Kesetiaan kepada Allah adalah kesetiaan yang absolut,
yang menunggu sampai kekasih, sang pengantin lelaki datang tanpa harus pergi
mencari sehingga akhirnya dipandang sebagai sedang tertarik untuk menggodakan
dirinya kepada ilah lain. Diluar penggambaran pelacur untuk meilustrasikan
tentang Israel, membacanya dengan perspektif feminis bisa menimbulkan kesadaran
tentang di manakah penghargaan terhadap pelacur. Bukankah pelacurpun adalah
seorang manusia yang patut dihargai secara utuh?
Tindakan cinta ternyata lebih kuat dari kata cinta itu
sendiri. Kata cinta dalam bahasa Ibrani
“Ahava” ternyata dalam pembacaaan Kidung Agung 5: 2-6:3 tidak perlu
dimunculkan karena representasinya sudah diwakili dalam tindakan sang mempelai
perempuan yang menunjukkan makna dari kata Ahava.
Selain itu kata cinta bisa tampil sangat
abstrak apabila tiada penggambaran yang menunjukkan pengalaman tindakan cinta.
Kata “cinta” dalam seantero Kidung Agung, nampak dari
tindakan memberi, tindakan penyerahan absolut yang sangat ideal, sekuat
kehidupan seorang mempelai perempuan.
Tetapi apabila pembacaaan pasal 5:7 dibaca terpisah dari kesatuan
pengertian dalam keseluruhan Kidung Agung, maka sebenarnya makna yang
sebenarnya dari kata Ahava tidak
pernah tercapai seutuhnya. Mengapa bisa terjadi bahwa kata “Ahava” tidak
terwakili dalam pembacaan pilihan bahasan ini?
Kata “Ahava” sebenarnya menunjukkan suatu pengertian
tentang tersedianya kondisi yang setara di mana tindakan mencintai, memberi
mendapat sambutan, bisa mendalam saling terhubung. Ahava merepresentasikan kondisi yang memungkinkan dua orang dalam cinta bisa saling
membagi afeksi, kejiwaan, kesatuan ketubuhan, pelayanan seperti terakomodasi dalam kata tsb. Dalam
“Ahava” ada tindakan yang saling memberi, mencintai.
Kebingungan saya agaknya segera terjawab karena pada
pasal berikutnya, terlihat langsung puji-pujian sang mempelai laki-laki kepada
mempelai perempuan. Penggambaran ini melegakan saya, karena cinta tidak
bertepuk tangan sebelah. Walaupun
kemudian, saya juga melihat dalam pembacaan terkait dengan pujian-pujian sang
mempelai lelaki dan sang mempelai perempuan, penggambaran tindakan-tindakan
cinta dilakukan dengan sangat manusiawi, dekat dengan kerentanan kemanusiaan
manusia yang ternyata juga masih memusatkan dirinya dalam mencintai. Mencintai
ternyata belum bisa sekaligus membebaskan. Mencintai ternyata masih tampil
dalam bentuk-bentuk ekspetasi yang menunjukkan kedagingan manusia, ada tuntutan
timbal balik.
Tetapi kesatuan pembacaan bisa menjelaskan bahwa
kekuatan kata Ahava, cinta ternyata
merepresentasikan dirinya dalam relasi tindakan yang bersalingan, berhubungan,
berbagi, bertukaran sebagai penggambaran tindakan mencintai yang sangat
manusiawi.
Mungkin malahan Kidung Agung, ternyata hendak
menjelaskan makna “Ahava” melebihi
dari penggambaran kemanusiaan, cara mencintai seperti biasanya, mencintai
dengan ekspetasi tindakan kesetaraan, timbal balik. Cinta, mencintai ternyata tidak berhenti
ketika ada tanggapan, atau cinta, mencintai tampil menuntut. Kepolosan cinta
mencintai, terwakili dalam kedirian sang mempelai perempuan yang mempercayai
dengan bertindak melebihi konstruksi kemanusiaan manusia dalam melakoni cinta,
mencintai. Tindakan cintanya,
seolah-olah mengandung magis, karena tindakan ini tampil begitu kuat sehingga
seorang manusiapun hampir luput tak mampu melakukannya.
Pengalaman mencintai sang mempelai perempuan, mungkin
tampil menyempurnakan sisi idealisme dari kata Ahava sebagai pengertian yang diberikan juga untuk menggambarkan
cinta kasih Allah yang tak bersyarat. Dengan cintaNya, Allah membentuk alam
semesta, menciptakan manusia, hanya untuk semata-mata kecintaanNya kepada
kehidupan, terang, keteraturan, keindahan di tengah-tengah kerentaan, ketiadaan
kekekalan dalam kontrolNya terhadap manusia dan semua makhluk ciptaanNya untuk
bersama-sama dalam kemahakuasaan Allah.
Penggambaran tindakan cinta, mencintai seperti terlihat
dalam Kidung Agung menghadirkan pengalaman manusia yang retan, yang dari sini
sedang berjalan berziarah memaknai “cinta” yang mengeluar dari pemusatan
dirinya, menuju, meraih kepada orang lain, ke luar menjangkau lebih luas,
seperti cara sang Pencipta, Allah memperlakukan, melakoni cinta mencintai.
Dalam cinta kasih ada kepedihan, ada tanggungjawab, ada
penderitaan, ada komitmen. Memberi dalam mencintai terbangun dari komitmen,
kesetiaan untuk memperjuangkan kesepakatan dan kedinamisannya yang terus
berkembang sesuai dengan pertambahan pengertian manusia yang berelasi dalam
cinta mencintai.
Tingkatan komitmen berbeda-beda dalam mengaktualisasikan
cinta. Tingkat cinta berperan berbeda-beda di setiap relasi manusia. Pembedaan
ini disadari dalam pengertian kata Ahava
walaupun bentukan penamaannya hadir dalam istilah tunggal yang berbeda
dibandingkan dengan penjelasan cinta dalam bahasa Yunani.
Bahasa Yunani membedakan cinta untuk kata agape, filia, eros. Sekalipun demikian, Ahava sebenarnya menunjukkan tentang
sumber cinta ada pada Allah. Dengan kerentanan yang ada pada manusia, memandang,
mengalami cara Allah mencintai akan sekaligus membebaskan manusia dari
keterperangkapannya mencintai, yang mungkin sedang mengelilingi memusatkan
cinta pada dirinya sendiri.
Ketika manusia dibanjiri oleh berbagai kesadaran tentang
ketercukupan penghargaan pada dirinya sendiri, seperti pentingnya aspek HAM
dalam membangun relasi cinta, mencintai, saya menduga, cinta menjadi tampil
lebih memberatkan, bahkan kaku, menyeret-nyeret. Pembiasaan kesadaran
kesetaraan perlu dilakukan sejak dini, sehingga tampilan tindakan cinta
diterima sebagai bagian dari memperlakukan menerapkan kesetaraan, keadilan
dalam tindakan konkrit mencintai sekaligus membebaskan.
Inilah tantangan saya ketika membaca Kidung Agung,
dengan mendengar maksud teks apa adanya sekalipun sangat mencurigai cara-cara
penggambaran yang seolah-olah sedang mengeksploitasikan sisi kerentanan,
ketidakberdayaan, keterperangkapan sang mempelai perempuan pada tindakan cinta
dan mencintainya.
Di atas semua kecurigaan itu, pengalaman cinta dan
mencintai ternyata bisa lebih mendewasakan dari sekedar meletakkan nilai
perjuangan kesetaraan untuk memahami berbagai bentuk ekspresi cinta dan
mencintai. Kenyataan ini sekaligus
mengingatkan saya tentang pentingnya melepaskan “ideologi” untuk merefleksikan
posisi diri dalam membawa pengalaman tindakan cinta untuk dihayati sebagai
suatu dinamika yang memberikan kesempatan kepada semua pihak saling
menegosiasikan keberadaannya sehingga tampil indah, mengharukan, menyatukan
sekaligus membebaskan. Mungkin inilah makna sejati cinta dan mencintai, seperti
cara Yesus mencintai yaitu memberikan diriNya kepada sahabat-sahabatNya.
Rabu, 14 November 2012
Tanah berpijak, Pulau Weh!
Tanah berpijak
Foto di Titik Nol, Pulau Weh, 28 Oktober 2012 |
Dari titik nadir
melepaskan
keiklasan
perjuangan
Selasa, 13 November 2012
Menggugat takdir Kekerasan Massa, menolak RUU Keamanan Nasional
Menggugat takdir Kekerasan Massa,menolak RUU Keamanan
Nasional
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta
Tega! Tak berhati manusia!
Sampai hati, warganegara dipermainkan! Betapa bodohnya warganegara terperangkap
dalam kemarahan yang dipicu! Kok bisa, kami selalu hidup saling membutuhkan,
menghormati! Kami buktikan sudah hidup
bersama dengan damai sejak tahun-tahun awal ketika mengikuti transmigrasi
nasional maupun lokal! Tapi sekarang sudah ludes! Semuanya yang dibangun bertahun-tahun
habis dalam sekejap! Mau bikin apa? Sudah takdir Tuhan, kampung terbakar!
Parafrase ungkapan-ungkapan
yang saya ringkaskan di atas mungkin mewakili kegundahan dari para pengungsi dan
tokoh-tokoh masyarakat di Lampung Selatan dan Lampung Tengah. Mereka yang tahu
warganya diadudombakan. Mereka yang menyesal begitu gampang kemarahan manusia
membakar kebaikan hatinya sendiri. Mereka yang sulit menerima kenyataan
sekarang bahwa telah terjadi kekerasan massa di antara kedua kelompok
masyarakat. Mereka yang hampir bingung dengan pengenalan dirinya sendiri,
siapakah kami, manusia atau binatang? Mereka yang bertanya-tanya apakah Tuhan
punya maksud dengan bencana yang dialami bersama?
Manusia menerima dengan
iklas, supaya bisa kuat bertahan, ketika bencana tiba. Kata “takdir” dipilih
untuk mewakili kondisi pribadi seseorang tanpa harus melewati penelusuran
kompleksitas pemahaman terhadap situasi yang edan mengelilinginya. Tragedi,
sebagai kata bisa tercetus dengan mudah ketika kepahitan diterima sebagai kesadaran
dalam penyesalan diri akibat kesalahan terjadi dalam realitas nasib. Kesalahan
yang tidak dibayangkan sebelumnya tetapi sering tampil dalam perasaan was-was,
kemungkinan akan tiba, waktunya lonceng kematian berdetak menghampiri manusia. Tragedi membuat manusia tunduk terhadap nasib
yang sedang dihadapinya.
Saya membaca berbagai berita
koran tentang reaksi masyarakat di Lampung Selatan yang menjadi korban dari pertikaian
antara kampung. Saya menggaris bawahi pengalimatan mereka. Contoh: “Kami dan
orang Lampung sejak dulu hidup berdampingan. Orang Lampung sering datang ke
sini, mengantar janur, untuk kami gunakan saat hari raya. Tidak jarang kami
datang langsung ke kampung mereka untuk membeli (janur), ungkap Wayan (63) yang
merupakan generasi pertama, sejak 1958 di Lampung (Kompas, 8 November 2012, hal
23).
Suara Karya Online (akses tanggal 13 November
2012) menuliskan tentang penyebab kekerasan komunal. Saya mengutipnya seperti
tersaji di bawah ini.
“Menanggapi bentrok yang terjadi
antara warga Buyut Udik, Kecamatan Gunung Sugih dengan warga Kesumadadi,
Kecamatan Bekri di Lampung Tengah, dia (Juniardi, Ketua Komisi Informasi
Propinsi Lampung-red) mengingatkan adanya bias informasi di dalamnya yang
menjadi pemicu bentrokan tersebut. Informasi yang berkembang, kata dia, ada
warga Kampung Buyut Udik itu diduga terlibat pencurian sapi, kemudian dihakimi
warga Kesumadadi dan akhirnya tewas dibakar massa.
Warga Kampung Buyut Udik pun tidak
terima, dan bermaksud membalas. Namun, ujar dia lagi, informasi lainnya
menyebutkan bahwa ternyata pemuda itu tidak mencuri sapi, tapi terlibat
keributan dengan pemuda setempat. Karena kalah, pemuda itu kabur, dan diteriaki
maling, sehingga dikepung massa, dan akhirnya dibakar hingga tewas".
Peristiwa pertikaian yang
berlangsung pada akhir bulan Oktober 2012 ini memang disadari oleh masyarakat
Lampung sebagai upaya kepentingan dari kelompok tertentu. Dalam acara penandatangan perdamaian antara
warga yang terlibat pertikaian komunal di Lampung Selatan, disepakati untuk
mendorong TNI dan Polisi bersikap netral dan menjunjung supremasi hukum.
Dijelaskan bahwa konflik yang terjadi karena ada kepentingan dari sekelompok
orang (Kompas, 5 November hal.22).
Memperhatikan kemudian
peristiwa yang mirip dengan pertikaian di Lampung Selatan, ketika pembakaran
desa-desa kembali terjadi di Lampung Tengah,
muncul kemudian pertanyaan apakah ada sekelompok orang yang mempunyai
kepentingan mengadudombakan warga masyarakat sehingga kekerasan massa kembali
berulang tidak lama sesudah kesepakatan perdamaian dilakukan. Temu perdamaian untuk menyelesaikan bencana kekerasan massa diadakan di Lampung Selatan pada tanggal 5 November 2012, berselang tiga
hari kemudian bakar membakar telah bergeser ke Lampung Tengah.
Berita kekerasan massa
seolah-olah sedang berpacu dengan upaya perdamaian yang baru dibangun kembali
oleh masyarakat sipil. Pada tanggal 6
November 2012, hal.1, headline Kompas
menurunkan berita tentang “Sai Bumi Ruwa Juai”, semangat kebhinekaan” dalam
ulasannya tentang "Dinamika Lampung".
Kemudian Kompas , 8 November 2012
(hal.23) memberitakan ulasan dengan topik "Damai di Lampung. Merajut Kembali
Kebinekaan". Tetapi pada hari yang sama
telah pecah kekerasan komunal di Lampung Tengah. Sampai sekarang ulasan tentang
sebab penyebab dan proses perdamaian di Lampung Tengah masih belum muncul
dalam laporan Kompas. Seperti pembaca lainnya, mungkin mediapun sedang
bertanya-tanya ada apa dengan Lampung? Ada apa dengan Indonesia saat ini?
Berita "Konflik Lampung. Warga Sepakat Berdamai" diambil dari Kompas, 6 November 2012 |
Apakah perdamaian sedang
dipermainkan oleh sekelompok orang yang disinggung oleh para tokoh di Lampung
seperti yang sudah dilaporkan di atas. Memperhatikan modus operandi dari
kekerasan komunal ini mengingatkan saya terhadap cara memobilisasi massa yang
terjadi di Sampit, Kalimatan, Maluku, Poso, Temanggung dan Sampang di Madura. Kelemahan, yang disebut-sebut
oleh berbagai ahli konflik, sebagai potensi konflik dalam masyarakat sekarang
sedang dimainkan oleh sekelompok orang yang sudah tercium oleh masyarakat. Masih belum tahu siapakah mereka? Apakah
Komisi Informasi Propinsi Lampung berani menjelaskan kepada publik siapakah
sekelompok orang yang menggunakan warga biasa sebagai alat pencapaian
kepentingannya. Apakah pemuka masyarakat di propinsi Lampung berani menjelaskan
kepada publik siapakah mereka itu?
Ketika warganegara NKRI di
seluruh nusantara menonton peristiwa demi peristiwa terkait dengan kekerasan
komunal, terbesit segera apakah begitu mudah manusia Indonesia terpicu dengan
isu sehingga berubah menjadi ganas seperti binatang? Dalam penelitian saya di
Maluku Utara (Adeney-Risakotta, 2005), penyebaran isu memang dilakukan dengan
modus operandi seperti yang sedang didiskusikan saat ini. Jarak penyebaran isu
tersusun diselang seling dengan waktu sampai pada puncaknya ketika suatu
peristiwa penting dari kalender agama menjadi tumbal dari kekerasan komunal yang melahap habis kedua
kelompok yang bertikai.
Momentum penting bisa
dikaitkan dengan perayaan hari agama. Dalam konteks kekerasan massa di
Halmahera Utara (Tobelo dan daerah sekitarnya) permulaan konflik dimulai pada hari
Natal 1999, sedangkan di kota Ambon
terjadi pada saat Idul Fitri 1998. Tahun 2011, kekerasan massa pada tanggal 11 September terjadi lagi. Kekerasan ini bertepatan dengan perayaan satu dekade tragedi 11 September di AS. Tahun 2012, kekerasan massa kembali terjadi pada saat perayaan hari
Pattimura, 15 Mei di kota Ambon. Pemilihan hari-hari
penting memang disengaja karena pada saat itu akan ada banyak orang berkumpul
di suatu tempat. Selain itu, penggunaan simbol agama dan tanda-tanda ritualistik dari peristiwa yang bisa mengiring ingatan kolektif tampil sebagai pemicu yang bermanfaat untuk menghasut warga.
Kemudian kita semua bisa
membayangkan. Ketika konflik terjadi maka, masyarakat pontang panting,
berpencaran. Mereka menjadi pengungsi. Mereka kemudian membutuhkan “penjaga”,
yaitu TNI dan Polri untuk mengamankan situasi konflik. Kompas menggambarkan
situasi malam sesudah seminggu pertikaian di Wai Panji di desa Balinuraga, Kabupaten
Lampung Selatan seperti mirip “zona darurat militer”. Saking banyaknya TNI dan
Polri berjaga-jaga di mana-mana (Kompas, 23 November 2012, hal.23).
Keramaian tragedi kekerasan
komunal memang harus dipertanyakan oleh masyarakat sipil. Mengapa kekerasan
komunal ini terjadi di tengah-tengah seru-serunya DPR RI membahas RUU
Keamanan Nasional (RUU Kamnas)? Ulasan di berbagai media sedang menyoroti sepak terjang dari
wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin yang seolah-olah sedang berusaha
untuk melobi anggota DPR RI untuk meloloskan RUU tersebut. Padahal
RUU ini akan berdampak terhadap hilangnya kebebasan anggota masyarakat
dalam berpartisipasi membangun pembangunan yang berkeadilan dan demokratis.
RUU Kamnas ini tahun lalu sudah ditolak oleh anggota DPR RI tetapi sejak bulan Juni 2012 sampai sekarang
masih sedang dibahas lagi tanpa ada perubahan sedikitpun dari versi RUU Kamnas sebelumnya (versi yang sekarang hasil dari draf Maret 2011). Saya sertakan akses link ke dokumen RUU Kamnas.
http://file/145624894/eeab9ccc/Sandingan_RUU_Kamnas_Lengkap.html
http://file/145624894/eeab9ccc/Sandingan_RUU_Kamnas_Lengkap.html
RUU Kamnas ini
mengingatkan saya tentang pernyataan dari Sjafrie Sjamsoeddin yang mendorong
kami bergerak cepat untuk membentuk forum Petisi Warganegara NKRI untuk Papua.
Saya kutip pernyataannya yang dijelaskan dalam pengantar penjelasan menggagas
pembentukan Petisi Warganegara NKRI untuk Papua. Kutipan di bawah ini diambil dari “Profil” Petisi Warganegara NKRI untuk Papua
www.facebook.com/petisi.untuk.papua
“Ketika itu, saya (maksudnya: Farsijana-red) menulis status yang berbunyi begini:
“Sjafrie Sjamsoeddin, Wakil
Menteri Pertahanan mengatakan potensi keamanan terhadap keamanan Indonesia
bukan lagi serangan militer negara lain, tetapi
terorisme, separatisme dan kegiatan ilegal sumber daya alam (Kompas, 19 Juni
2012, hal.4)...jadi inikah alasan untuk membunuh anak-anak pertiwi...ketika
fantasi separatisme dicekokin dalam benak manusia Indonesia diletakkan
setara dengan fantasi terorisme?.
Status ini ditempelkan ke dinding
profil saya pada hari Selasa, 19 Juni 2012 jam 9.03. Kemudian ada beberapa
tanggapan selain tampil jempol-jempol sebagai tanda dukungan
terhadap pernyataan di atas. Dari sinilah muncul gagasan untuk mengorganisir
warganegara Indonesia yang terjaring dalam media sosial maya
untuk memberikan masukan kepada pemerintah RI saat ini”.
Saya sekarang menulis kembali sejarah pemikiran Kementerian
Pertahanan seperti terlihat dari ucapan Wakil Menteri sebagaimana di kutip di
atas, juga karena dipicu oleh ucapan dari Presiden RI, SBY. Seperti diberitakan
oleh CentroOne Online, dengan judul
beritanya “SBY: Pencegahan Konflik Dimulai dari Daerah” (News, Jumat, 09 Nov 2012,
jam 20.05 WIB), yaitu mengenai keterangan Presiden SBY kepada pers di Nusa Dua Bali,
dikatakan: “Mengenai penanganan sejumlah
konflik horizontal antar kelompok masyarakat yang kerap terjadi akhir-akhir,
Presiden mengatakan telah menugasi Menteri Koordinator Politik, Hukum dan
Keamanan Djoko Suyanto untuk mengkaji hal tersebut sekaligus mencari
penyelesaiannya”.
Seringkali ketika kekerasan komunal
terjadi sangat gampang kesalahannya ditumpahkan kepada masyarakat. Tetapi
belajar dari kekerasan massa yang pernah terjadi di Sampit (Kalimantan), Maluku Utara,
Maluku, Poso,Temanggung maupun Madura, tanggungjawab tragedi kekerasan massa
ini harus juga dipikul oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Masyarakat yang bertikai bisa meminta pertanggungjawaban pemerintah pusat dan
daerah. Penghentian konflik massa di
Maluku terjadi karena masyarakat sudah sadar bagaimana mereka sedang diadudombakan
oleh orang-orang yang mengerti tentang
seluk beluk keamanan.
Mereka yang mengamankan
masyarakat, TNI dan Polri belajar tentang budaya masyarakat membangun
perdamaian tetapi juga melakukan analisis tentang bagaimana konflik dan
kekerasan komunal terjadi. Siapapun yang mempunyai pengetahuan tentang konflik
dan kekerasan komunal bisa memakainya untuk membangun realitas di mana masyarakat dapat
terangsang membayangkan musuhnya sedang menuju kepada dirinya. Musuh yang
sedang mengancam dirinya dikembangkan dalam bentuk isu, rumor, gosip sehingga membuat
bulu kuduk terbangun, merangsang kemarahan tiba dipuncuk ubun-ubun dari mereka
yang ditargetkan untuk melawan, menyerang, menghabiskan!.
Jadi sebelum musuh menyentuh
mereka, lebih dulu, lebih cepat sudah ada serangan ke arah musuhnya. Secara
psikologis kebinalan kebinatangan manusia bisa dibentuk karena kuatnya sisi pertahanan
manusia sebagai bagian dari insting makluk hidup untuk bertahan. Misalkan bisa terlihat dari penjelasan di atas
dari Ketua Komisi Informasi Propinsi Lampung tentang pertikaian dua orang
pemuda yang kemudian menyebarkan isu memojokkan lawannya ketika memasuki
komunitasnya. Kalau ini penyebabnya, bisa dipertanyakan lebih lanjut apakah
benar kedua pemuda itu ada? Mengapa mereka tidak ditemukan dan dihadirkan
kepada publik untuk menjelaskan apa sebenarnya yang terjadi?
Penggambaran di atas
memperlihatkan dengan jelas adanya upaya kelompok-kelompok tertentu mengeksploitasi
kekerasan manusia dari orang-orang yang diduga sangat mudah terpancing secara
emosi karena ada potensi konflik. Pemanfaatan kelemahan
manusia untuk merangsang suatu konflik bisa dilihat sebagai kejahatan kemanusiaan
yang dilakukan atas alasan memberikan keamanan kepada warga masyarakat. Untuk
kekerasan komunal di Lampung, kita bisa bertanya apa kepentingan saat ini
sehingga terkesan adanya upaya mengekspose dan mengekploitasi kekerasan komunal
dari masyarakat di sana.
Pertanyaan ini menurut saya
tidak bisa dijawab dengan menjelaskan konteks politik lokal tetapi harus
ditarik untuk diterangi dari gambaran penjelasan politik nasional. Jadi bisakah
dipertanyakan apakah dengan terjadi kekerasan yang seolah-olah murni dari
masyarakat menjelaskan tentang adanya bukti dari kebutuhan bersama terhadap
keamanan nasional? Kalau demikan maka pertanyaannya terkait dengan urgensi UU
Keamanan Nasional untuk mengamankan RI dari pencapaian demokrasisasi yang
cenderung makin tampil anarkis?
Bisakah dibenarkan apabila ada
pertanyaan lain yang lebih kritis misalkan, apakah kekerasan-kekerasan komunal
harus dinampakkan supaya dapat menunjukkan kepada wakil rakyat di DPR RI tentang urgensi
membahas dan meloloskan RUU Kamnas tersebut. Pertanyaan-pertanyaan ini bisa dilihat
sebagai kesimpulan yang harus dengan berani dibuat terutama menghubungkan
antara kejadian-kejadian kekerasan yang tampilnya pada momentum bersamaan
dengan pembahasan saat ini RUU Kamnas di DPR RI.
Kekerasan komunal ternyata
bukan takdir. Kekerasan komunal bisa dirancang bahkan dieksploitasi sebagai
komoditas untuk kepentingan institusi yang hendak memaksa dirinya supaya diterima
dalam masyarakat sebagai penjaga keamanan NKRI. Karena itu, warganegara NKRI
jangan mau dibodohkan untuk melakukan kekerasan massa karena ketika tindakan
tsb terjadi akan ada alasan untuk menghancurkan masyarakat itu sendiri. Selain
komunitas dan daerahnya porak poranda, masyarakat akan dibelenggu dengan
penjagaan TNI dan Polri yang memperlakukan daerah rusuh seperti “zona darurat
militer”.
Kalau benar, negara dengan
sengaja sedang mengeksploitasi warganegaranya untuk terlibat dalam kekerasan
komunal, maka sudah pantaslah warganegara NKRI tercelik matanya, sehingga bisa
menulis di dadanya sendiri, di dada saudaranya, di timeline FB, di statusnya di
FB, memperluas melalui tweeter, menulis setiap detik, menit, jam, dan hari untuk menolak ditakdirkan menjadi budak dari militer, TNI dan Polri.
Warganegara NKRI adalah warga negara dari dunia yang berdaulat, beradab dan
berTuhan. Jadi bersamalah kita mengatakan: “Hentikanlah kekerasan komunal
karena mengeksploitasi dan mengkomoditaskan masyarakat! Tolaklah RUU
Kamnas yang sedang diperjuangkan oleh pemerintah SBY untuk dapat disahkan oleh DPR RI!”.
Jumat, 09 November 2012
Mempertanyakan Soekarno-Hatta sebagai Pahlawan Nasional?
Mempertanyakan Soekarno-Hatta sebagai Pahlawan Nasional?
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta
“Bangsa yang
besar adalah Bangsa yang menghormati jasa pahlawannya”. Kalimat ini sudah
menjadi slogan untuk rakyat Indonesia. Sebelum ada twitter, kalimat ini sudah
dikutip dan disebut berulang-ulang kali. Ucapan ini adalah potongan dari pidato
Ir. Soekarno, presiden RI pertama, yang disampaikan pada perayaan hari Pahlawan
RI tanggal 10 November 1961.
Penentuan tanggal 10 November sebagai hari Pahlawan diteguhkan
melalui Penetapan Pemerintah No.9 yang ditanda tangani sendiri oleh Soekarno
sebagai Presiden dan Amir Sjarifoeddin sebagai Menteri Pertahanan pada tanggal
31 Oktober 1946. Besok harinya, bertempat di Yogyakarta yang pada waktu itu
adalah ibu kota negara RI selama periode perang revolusi, Penetapan Pemerintah
No.9 dibacakan kepada publik di Indonesia.
Hari Pahlawan adalah memperingati harga diri bangsa
Indonesia dalam menegakan kemerdekaan yang sudah dicetuskan pada tanggal 17
Agustus 1945. 10 November 1945 adalah peristiwa berdarah di kota Surabaya di
mana banyak warga sipil berperang dengan tentara NICA yang membonceng tentara
Inggeris dengan maksud kembali menguasai Indonesia. Pemimpin-pemimpin agama
Islam di Jawa Timur menggerakkan santri-santri mereka untuk mengangkat senjata
melawan bangsa-bangsa asing yang kembali mau mencokol di Indonesia.
Pidato Soekarno disampaikan untuk mengingatkan bangsa
Indonesia bahwa pahlawan-pahlawan bangsa adalah warga sipil yang sederhana. Patriotisme
mereka sangat besar. Dipimpin oleh Soedirman, pemuda-pemuda menaiki tiang
bendera hotel Yamato untuk merobek
bendera Belanda yang dikibarkan sejak 1 September 1945 oleh Mr. W.V.CH Ploegman.
Pengibaran bendera Belanda menunjukkan penolakan dari Belanda terhadap
kedaulatan kemerdekaan RI. Besoknya,
tanggal 2 September 1945 Residen Soedirman melakukan pendekatan dengan Ploegman
untuk memintanya menurunkan bendera Belanda tersebut.
Perundingan bijaksana antara Soedirman dengan Ploegman
kandas sehingga pemuda-pemuda patriotisme ini dengan sangat berani menaiki
tiang bendera merobek potong biru dari bendera Belanda dan meninggalkan bagian
merah putih menjadikannya bendara merah putih, bendera negara berdaulat RI. Pertahanan pemuda-pemuda terhadap bendera
merah putih, bendera RI mengikuti maklumat pemerintah tanggal 31 Agustus 1945
kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menaikkan bendera merah putih sebagai
bendera RI. Peristiwa ini menjadi anjang
permulaan perang revolusi RI, mempertahankan kedaulatannya dengan puncaknya
adalah serangan tentara Inggeris besar-besaran terhadap masyarakat di Surabaya,
karena terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby.
http://id.wikipedia.org/wiki/Peristiwa_10_November
Pada perayaan hari Pahlawan RI tahun 2012, Soekarno dan
Hatta menerima tanda jasa sebagai pahlawan nasional. Membaca biografi Bung Hatta yang ditulis pada
Wikipedia dikatakan bahwa beliau adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia
berdasarkan Keppres nomor 081/TK/1986 yang ditetapkan pada tanggal 23 Oktober
1986. Sementara ada beberapa pandangan dari pemerintah bahwa seolah-olah Bung
Hatta belum pernah mendapat gelar pahlawan nasional karena pemberian gelar
kepahlawan kepada Bung Hatta harus bersamaan dengan Bung Karno. Padahal
realitas sejarah mencatat hal yang berbeda.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta
Memperhatikan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar,
Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian
Sosial RI, saya merasa pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soekarno-Hatta
dilakukan saat ini terkesan menggandengan kepentingan politik.
Mengunjungi kota kelahiran Bung Hatta, tanggal 25 Oktober 2012 |
Pertama, argumentasi pemberian pahlawan nasional untuk
Soekarno-Hatta apabila dikaitkan dengan penokohan sebagai Proklamator
sebenarnya tidak membutuhkan pengakuan pahlawan nasional. Sebagai proklamator
Soekarno-Hatta melebihi pahlawan nasional.
Karena setiap regim pemerintahan bisa menginterpretasi kepahlawanan
seseorang secara berbeda-beda.
Regim Soeharto menolak mengakui Soekarno sebagai pahlawan nasional karena dianggap mendukung PKI. Pandangan sejarah regim Orba ini dilegitimasikan oleh Tap MPRS XXIII/MPRS/1967 sehingga melalui Ketetapan tsb, kekuasaan Soekarno sebagai kepala pemerintahan, presiden dicabut. Alasannya bahwa pidato Soekarno yang disampaikan di depan MPRS tidak sedikitpun menyinggung tentang pertanggungjawaban presiden terhadap pemberontakan kontra revolusi G 30 S/PKI.
Tentu saja Soekarno tidak sebodoh yang dibayangkan oleh regim Soeharto, karena pada saat itu di antara tahun 1965- 1966 telah terjadi pembantaian besar-besaran diberbagai daerah terhadap mereka yang disebut pengikut PKI. Apakah pembantaian tsb juga adalah tanggungjawab Soekarno?
Sejarah PKI dan G 30 September PKI sesudah Reformasi ternyata bisa diinterpretasikan secara berbeda karena Tap MPRS tsb sudah ditinjau dan dibatalkan melalui Ketetapan MPR No.1/MPR/2003 yang merupakan tinjauan terhadap ketetapan MPR dan MPRS sejak 1960-2002.
Regim Soeharto menolak mengakui Soekarno sebagai pahlawan nasional karena dianggap mendukung PKI. Pandangan sejarah regim Orba ini dilegitimasikan oleh Tap MPRS XXIII/MPRS/1967 sehingga melalui Ketetapan tsb, kekuasaan Soekarno sebagai kepala pemerintahan, presiden dicabut. Alasannya bahwa pidato Soekarno yang disampaikan di depan MPRS tidak sedikitpun menyinggung tentang pertanggungjawaban presiden terhadap pemberontakan kontra revolusi G 30 S/PKI.
Tentu saja Soekarno tidak sebodoh yang dibayangkan oleh regim Soeharto, karena pada saat itu di antara tahun 1965- 1966 telah terjadi pembantaian besar-besaran diberbagai daerah terhadap mereka yang disebut pengikut PKI. Apakah pembantaian tsb juga adalah tanggungjawab Soekarno?
Sejarah PKI dan G 30 September PKI sesudah Reformasi ternyata bisa diinterpretasikan secara berbeda karena Tap MPRS tsb sudah ditinjau dan dibatalkan melalui Ketetapan MPR No.1/MPR/2003 yang merupakan tinjauan terhadap ketetapan MPR dan MPRS sejak 1960-2002.
Sementara posisi Soekarno-Hatta tidak bisa digantikan
oleh siapapun sebagai Proklamator. Soekarno-Hatta
adalah the founding founder, yang membidani lahirnya Indonesia. Soekarno –
Hatta adalah sepasang "orang tua" yang melahirkan Indonesia. Mereka dicari oleh Jepang
tetapi juga oleh pemuda-pemuda Indonesia untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, menjadi negara yang berdaulat di tanah airnya sendiri.
Kedua, dengan adanya pemberian gelar pahlawan nasional
yang ganda kepada Mohammad Hatta apakah menunjukkan agenda lain dari pemerintah
RI. Pemberian gelar pahlawan nasional untuk Mohammad Hatta terjadi pada jaman
Orde Baru. Sekarang, di jaman SBY, pemberian gelar diberikan lagi apakah tidak
bertentangan dengan UU?
Ketiga, mempelajari tata cara administrasi yang harus
dipenuhi untuk pengusulan seorang calon pahlawan nasional seperti yang terlihat
pada website Kementerian Sosial RI, maka kajian kepahlawanan yang harus
dilakukan melalui seminar, diskusi dan sarasehan. Tetapi ternyata proses ini
tidak dilakukan sebelum penetapan
Soekarno-Hatta sebagai pahlawan nasional. Terkesan penetapan pahlawan nasional
tergesa-gesa tanpa melibatkan masyarakat luas, padahal diskusi, seminar dan sarasehan terbuka bertujuan untuk
menampung aspirasi dari warganegara RI. Pemberitan gelar pahlawan nasional
bukan diberikan oleh pemerintah tetapi merupakan usulan dari warganegara RI.
Mungkin saja warganegara Indonesia menunggu sejak
kemerdekaan RI, untuk mendiskusikan status Soekarno- Hatta supaya dapat diterima
oleh Republik Indonesia yang dilahirkan oleh mereka sendiri. Adanya anggapan
bahwa pemberian gelar pahlawanan nasional kepada Soekarno-Hatta sekaligus
sebagai anjang rekonsiliasi nasional untuk memutihkan memperbaiki nama
Soekarno-Hatta. Menurut saya, rekonsiliasi nasional bukan hanya urusan antara
pemerintah dan keluarga sang Pahlawan Nasional seperti terkesan dari penetapan
pahlawan nasional kepada Soekarno-Hatta. Seolah-olah gelar pahlawan nasional
perlu dilakukan oleh pemerintahan SBY kepada mantan presiden RI, Megawati yang
sekaligus menunjukkan rekonsiliasi di antara mereka.
Pemberian gelar pahlawan nasional merupakan hak
masyarakat, warganegara RI yang mengalami bersama perjuangan, keterlibatan dan
kerja-kerja penting seseorang yang diusungnya sebagai pahlawan nasional. Karena itu, seperti sudah disebut di atas
perlu dilakukan seminar, diskusi dan sarasehan. Tetapi ternyata untuk penetapan
Soekarno-Hatta, masyarakat tiba-tiba dikagetkan dengan berita pemberian gelar pahlawan
nasional. Bahkan seperti diberitakan, pemberitahuan kepada ahli waris dari
Soekarno-Hatta juga dilakukan hanya beberapa hari sebelum perayaan hari
Pahlawan RI.
Penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Soekarno-Hatta pada tanggal 7 November 2012 yang berlangsung di Istana Negara, diserahkan langsung oleh Presiden SBY kepada Guntur Soekarnoputra sebagai ahli waris dari Bung Karno. Penetapan Pahlawan Nasional kepada Bung Karno sesuai dengan Keputusan Presiden No.83/TK/2012, sedangkan Keppres No.84/TK/2012 menetapkan Bung Hatta sebagai pahlawan nasional. Penerimaan tanda jasa Pahlawan Nasional dari ahli waris Bung Hatta diwakili oleh Meuthia Hatta.
Penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Soekarno-Hatta pada tanggal 7 November 2012 yang berlangsung di Istana Negara, diserahkan langsung oleh Presiden SBY kepada Guntur Soekarnoputra sebagai ahli waris dari Bung Karno. Penetapan Pahlawan Nasional kepada Bung Karno sesuai dengan Keputusan Presiden No.83/TK/2012, sedangkan Keppres No.84/TK/2012 menetapkan Bung Hatta sebagai pahlawan nasional. Penerimaan tanda jasa Pahlawan Nasional dari ahli waris Bung Hatta diwakili oleh Meuthia Hatta.
Pengakuan pemerintah RI bisa dianggap sebagai pengakuan
negara karena setiap pahlawan akan mendapat hak-haknya yang diberikan kepada
anggota keluarga. Sekalipun pengakuan ini terlambat tetapi rakyat Indonesia
tahu dengan benar bahwa tanpa Soekarno dan Hatta tidak mungkin akan ada
kemerdekaan Indonesia. Rakyat sudah memilih mereka adalah pahlawan nasional RI.
Mereka adalah sang Proklamator yang berani membuat keputusan untuk mengumumkan kemerdekaan RI. Peristiwa penculikan Rengasdengklok Krawang yang
dilakukan oleh pemuda-pemuda terhadap Soekarno – Hatta menunjukkan bahwa rakyat
memerlukan pemimpin yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
bebas dari penjajahan bangsa-bangsa manapun.
Soekarno sedang mengajar anak-anak. Foto diambil dari Museum Presiden Proklamator RI di Tampaksiring Bali. Foto diambil pada awal Januari 2012 |
Saya berharap tulisan ini bisa dibaca luas sehingga
warganegara RI dapat mendesak pemerintah RI, dalam hal ini Kementerian Sosial
dan Presiden RI untuk dapat menjelaskan bagaimana proses penetapan Pahlawan
Nasional kepada Soekarno-Hatta dilakukan. Adanya pemberitaan bahwa Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang mengusulkan gelar pahlawan bagi Bung Karno (Kompas, Kamis, 8 November 2012, hal.2) setidaknya memperkuat pertanyaan tentang mekanisme pengusulan yang tertulis pada website Kementrian Sosial RI, seperti sudah saya jelaskan di atas.
Keterbukaan publik didukung saat ini karena adanya Komisi Informasi yang dapat mendesak pihak-pihak yang terkait untuk memintakan penjelasan tersebut. Keterbukaan publik ini harus dilakukan supaya memberikan pelajaran kepada pemerintah RI untuk mengikuti aturan yang ditetapkan sendiri dalam UU dengan turunannya seperti tertulis dalam Keputusan Presiden maupun Peraturan Menteri untuk melakukan sesuatu yang paling penting atas nama warganegara RI.
Keterbukaan publik didukung saat ini karena adanya Komisi Informasi yang dapat mendesak pihak-pihak yang terkait untuk memintakan penjelasan tersebut. Keterbukaan publik ini harus dilakukan supaya memberikan pelajaran kepada pemerintah RI untuk mengikuti aturan yang ditetapkan sendiri dalam UU dengan turunannya seperti tertulis dalam Keputusan Presiden maupun Peraturan Menteri untuk melakukan sesuatu yang paling penting atas nama warganegara RI.
Rujukan alasan penganugerahan gelar pahlawan nasional
sebagai tanda rekonsiliasi nasional terkesan sangat tidak etis untuk negara
sebesar semegah Republik Indonesia. Pidato Soekarno yang dikutip pada awal
tulisan ini sudah sangat jelas kepada kita semua. Rakyat Indonesia mencintai
Soekarno. Tidak ada seorang pemimpin RI yang begitu mempesonakan sebagai
pemimpin negara, ditengah banyak kekurangannya, selain Soekarno.
Keberpihakannya terhadap partisipasi masyarakat dalam membangun negara RI
sangat besar.
Keberpihakan itulah yang juga menyebabkan Soekarno
dengan sangat ksatria menolak untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia yang
mempunyai sejarah panjang dimulai dari partai sosialis demokrat yang bahkan bersisian
dekat dengan gerakan serikat Islam.
Sampai saat inipun, sesudah Reformasi, sejarah Indonesia belum tuntas
membahas dan meluruskan tentang puncak G 30 S /PKI yang dianggap sebagai
momentum dari penlabelan revolusi rakyat untuk menggantikan Pancasila sebagai
Dasar Negara RI. Saya juga masih melihat di beberapa tempat, spanduk yang memasang slogan.."waspadai kebangkitan komunis laten...". Siapakah yang memasang spanduk dengan tulisan tersebut? Siapakah dibelakang sebutan yang sering terdengar sejak masa Orba sampai sisa-sisanya masih terlihat sekarang?
Apabila rekonsiliasi nasional perlu dilakukan, maka
seminar, diskusi dan sarasehan harus dilakukan untuk mengkaji kembali fakta
sejarah dan interpretasinya terhadap kejadian G 30 S /PKI. Peristiwa mahapenting tsb ternyata berbuntut panjang karena menyebabkan ratus ribu warganegara RI dibantai di pulau dewata, Bali diantara tahun 1965-1966 seperti dijelaskan Geoffrey Robinson dalam buku Dark side of Paradise (1998) maupun sampai sekarang
keturunannya disinggirkan karena dianggap antek-antek PKI.
Ternyata dampak pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soekarno- Hatta melebihi yang kita bayangkan karena tidak sekedar memutihkan nama baik Soekarno, berikut keluarga besarnya, tetapi juga terkait dengan rekonsiliasi nasional kepada seluruh warganegara RI. Jadi pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soekarno-Hatta belum bisa menggantikan kebutuhan untuk mendudukan sejarah bangsa dalam interpretasi yang tepat memotret apa yang sudah berlangsung dan ke mana arah bangsa ini akan dibawa.
Ternyata dampak pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soekarno- Hatta melebihi yang kita bayangkan karena tidak sekedar memutihkan nama baik Soekarno, berikut keluarga besarnya, tetapi juga terkait dengan rekonsiliasi nasional kepada seluruh warganegara RI. Jadi pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soekarno-Hatta belum bisa menggantikan kebutuhan untuk mendudukan sejarah bangsa dalam interpretasi yang tepat memotret apa yang sudah berlangsung dan ke mana arah bangsa ini akan dibawa.
Langganan:
Postingan (Atom)