Translate

Selasa, 06 September 2011

Tanda-tanda kedekatan dengan grandma melintasi benua


Tanda-tanda kedekatan dengan grandma melintasi benua 
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta

99 tahun umur grandma ketika berita kematiannya tiba kepada kami.  Dua hari sebelumnya, di pagi tanggal 30 Agustus 2011, kami sedang makan pagi yang dipersiapkan oleh suami. Bernie juga yang menata meja makan dengan indah. Semua dipanggil untuk duduk makan pagi bersama. Di tengah meja saya melihat botol madu sedang ditiris.  Saya takut botol yang dibalik dengan tutup menungging sebagai landasan bisa jatuh memecahkan piring-piring di sekitarnya. Jadi saya mengatakan kepada suami, saya lihat cara itu seperti permainan anak-anak. 

Bernie tertawa terbahak-bahak!  Kemudian ia  menjawab bahwa dirinya mewarisi cara hidup dari ibunya yang selalu hidup hemat. Sesudah itu, Bernie bercerita tentang kehidupan grandma. Grandma menurunkan sikap kehati-hatiannya dengan uang. Dengan spiritualitas pietisme seperti digambarkan oleh Max Weber dalam bukunya “Protestant Ethics”, grandma menolak menyajikan coca cola kepada keluarganya. Coca cola adalah lambang kenikmatan dan kemewahan.
Majelis gereja Kristen Jawa Sarimulya dan Pdt Gunawan  datang mendoakan kami ketika kami sedang makan malam.  GKJ Sarimulyo adalah gereja kami di Yogya. Mereka bertanya tentang tanda-tanda yang kami terima sebelum kematian grandama. Suami saya mengatakan tidak ada. Kemudian saya mengingatkan suami tentang peristiwa makan pagi pada tanggal 30 Agustus itu.  Sesudah Bernie selesai bercerita tentang peristiwa itu, majelis gereja mengatakan bahwa itulah tanda-tanda yang mereka maksudkan.
Orang Jawa apakah dia seorang Kristiani, Muslim atau Kejawen mencari tanda-tanda terutama apabila terkait dengan kematian. Kedekatan antara anak dan orang tua, ketika kematian menimpa salah satu dari mereka, ada tanda yang bisa dirasakan. Untuk suami saya, kejadian di meja makan mungkin dianggap hal yang biasa, karena sering kami membawa ingatan masa lalu dari cerita keluarga dalam kebersamaan ketika makan bersama. Tetapi sebenarnya di bawah sadar, ada ikatan bathin. Jadi cerita-cerita yang ditarik masuk dalam masa sekarang sebenarnya sekaligus mengikat pada kejadian-kejadian yang sesudah terjadi tetapi baru disadari yang ternyata sudah diberitakan lebih dulu melalui  tanda yang kemaknaannya belum disadari sepenuhnya.
Pertanyaan dari majelis jemaat itu mengingatkan saya kepada kejadian yang terjadi dengan diri sendiri. Ketika kami memastikan bahwa tanggal 2 September 2011, di subuh hari, kami akan berangkat ke USA, saya harus mempersiapkan berbagai hal supaya bisa disampaikan ke berbagai orang yang bekerja dengan saya.  Pada waktu itu saya membersihkan dompet kain dimana berbagai nota-nota belanja dikumpulkan. 

Di sana saya kaget menemukan salah satu dari anting-anting berwarna hitam.  Saya ingat saya meletakkannya di sana, ketika menyadari bahwa saya kehilangan satu anting saat menyopir. Kejadian itu terjadi hari Kamis, tanggal 26 Agustus 2011.  Tetapi karena saya sibuk, saya tidak mempersoalkan tentang satu anting sebelah yang hilang. Walaupun saya sempat kaget dan takut akan terjadi sesuatu.
Beberapa kali tanda kehilangan, kematian dari orang-orang terdekat datang kepada saya dengan cara secara tiba-tiba barang-barang yang saya sedang gunakan hilang.  Kematian ayahanda juga ditandai ketika saya kehilangan ikatan pinggang yang diberikan kepadanya kepada saya waktu masih remaja.  Saya tidak tahu di mana ia hilang. Tetapi sesudah turun dari bus ketika masih belajar dan tinggal di Jakarta, saya sadar kehilangan ikat pinggang. Saya ceritakan kekecewaan hati saya kepada ayahanda, yang pada waktu itu kelihatan masih sehat. Dua hari kemudian ayahanda meninggal.
Pada hari saya kehilangan anting sebelah, saya mampir di Mirota batik sesudah pulang dari kantor. Saya ke sana untuk memulai mencari oleh-oleh yang akan saya kirimkan melalui suami karena akan berangkat ke AS bulan November nanti. Memang bulan November masih jauh tetapi saya entah mengapa ingin ke sana mencari selendang yang khusus untuk grandma.  Jadi tiba di Mirota batik, saya senang mendapatkan satu selendang yang dibordir, berwarna biru laut tua. Bordirnya putih dengan umbai-umbai di kedua ujungnya. Saya tahu itu warna kesukaan grandma.
Kemudian saya mengambilnya bersama dengan satu selendang yang unik, sangat nyeni seolah-olah goresan-goresan biru dilukis di atas kain berwarna kekuningan oranje. Warna dan penampakkan selendang ini sangat cocok dengan selera seni dari anak Rina, Isabel yang akan berulang tahun ke-12 tanggal 3 September. Jadi saya kemudian membeli kedua selendang tersebut. Kedua selendang inilah yang sudah ada di rumah sehingga langsung dibawa ketika kami harus tiba-tiba berangkat ke Berkeley.
Ketika anggota keluarga yang tinggal jauh berulang tahun, kebiasaan di keluarga kami adalah mendoakan mereka dan membuat nasi kuning. Saya terpikir akan membuat nasi kuning kepada Isabel dan mengirimkan hadiahnya pada bulan November ketika grandpanesia berangkat ke AS. Cucu-cucu dari suami saya memanggil Bernie dengan sebutan “grandpanesia” yang berarti kakek di Indonesia dan saya dipanggil Ibu.
99 tahun hidup grandma. Saya seperti memasuki cerita kehidupan grandma sejak ia berumur 0 tahun sampai 99 tahun. September adalah bulan kelahirannya. Grandma selalu katakan bahwa Bernie adalah hadiah Tuhan kepadanya. Sesudah ia melahirkan bayi lucu yang diberikan nama Bernard Temple Adeney, tanggal 28 September 1948, esok harinya ia merayakan hari ulang tahunnya yang ke-36. 

Sesudah tiba di Berkeley, kami diberitahu oleh Glen bahwa ia menemukan buku album foto yang dibuat oleh Bernie sebagai persembahan hadiah pernikahan  50 tahun orang tuanya. Dalam foto album itu ada cerita grandma sejak sebelum ia dilahirkan sampai dengan perjalanannya bersama David Adeney dan semua anak-anaknya ke seluruh dunia.
Bernie sebenarnya sudah dipersiapkan oleh Tuhan untuk menerima kematian ibunya.  Hari Minggu tanggal 28 Agustus 2011 Bernie diminta berkhotbah di Yogyakarta International Congregation di Hotel Yogya Plaza.  Saya menghadiri kebaktian bersamanya. Khotbahnya tentang pemanggilan Musa oleh Tuhan untuk memulai tugasnya membawa keluar Israel dari Mesir.  Bacaan dari Kitab Keluaran 3:1-14 sangat menarik karena cerita tentang Musa adalah cerita tentang pemanggilan Allah kepada seorang manusia yang merasa belum siap menyanggupi permohonan Allah menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Musa adalah tipe pribadi yang kagok.

Tetapi Tuhan menyakinkan Musa untuk menerima panggilan tersebut dengan mengatakan bahwa penugasan itu berasal dari Allah sendiri. Musa ingin tanda bahwa penugasan itu adalah dari Allah.  Karena itu Allah mengatakan Aku adalah Aku yang memanggil engkau.  Tanda menjadi penting untuk Musa, terutama untuk menyampaikan penugasan Allah kepadanya sehingga bisa dipercayai oleh bangsa Israel yang ada dipembuangan di Mesir. Ketika itu, status bangsa Israel adalah budak-budak yang dibutuhkan oleh Firaun untuk membangun Mesir.  Tanda penyertaan Allah kepada Musa adalah sebenarnya tanda penyertaan Allah kepada Bernie. 
Sebenarnya hari Minggu tanggal 4 September 2011, Bernie dijadwalkan berkhotbah di GKJ Sarimulyo. Bernie sudah memilih perikop pembacaan untuk khotbah dari kelanjutan dari pembacaan kitab Keluaran seperti yang tertulis pada daftar bacaan Alkitab sepanjang tahun dari gereja-gereja sedunia seperti yang dicatat oleh kalender gereja Presbyterian Church di AS. Khotbah sudah siap. Majelis menelepon meminta bacaan perikopnya. Bernie masih harus memberikan daftar lagu-lagu ketika berita kematian grandma tiba.  
Diapit di antara dua penugasan berkhotbah di gereja, seolah-olah Tuhan mempersiapkan Bernie untuk menghadapi berita kematian ibundanya. Ketika ayahnya meninggal 17 tahun lalu, Bernie juga dijadwalkan berkhotbah di gereja GKI di Salatiga. Sesudah berkhotbah pada hari Kenaikan Yesus Kristus, Bernie baru berangkat ke airport di Solo. Kali ini, jarak antara waktu berkhotbah dengan berita meninggalnya grandma agak jauh sehingga harus berangkat sebelum berkhotbah.
Kami menceritakan semua tanda-tanda ini kepada majelis jemaat GKJ Sarimulya yang mengunjungi kami di malam itu. Mereka datang memberikan kekuatan kepada kami. Pdt Gunawan adalah mahasiswa saya dulu di fakultas Teologi UKDW. Ia sekarang adalah salah satu Pendeta jemaat kami.  Ia datang membawa kami dalam doa, menguatkan kami untuk menjalani perjalanan panjang kembali ke Berkeley. Mendoakan kami supaya kami tenang dalam kasih Allah mengiring pulang grandma. Saya meminta utusan gereja yang berjumlah kira-kira 6 orang untuk menyanyi sesudah berdoa. Mereka menyanyi lagu berbahasa Jawa, “Atiku tentram karo Gusti Yesus”.  

Sesudah kami, kakak dan adik-adik saya, serta anak-anak mereka makan malam bersama, baru majelis gereja tiba di rumah.  Lebih awal, saya sudah memimpin ibadah singkat dalam keluarga untuk menguatkan suami saya yang merasa sekarang sudah menjadi anak yatim piatu. Saya membaca dari kitab Mazmur 129 tentang bagaimana Allah memberikan kesempatan kepada manusia untuk melayani sesamanya. Kami merenungkan grandma yang diberikan kesempatan melayani keluarganya sehingga usianya yang ke-99.
Walaupun grandma sepertinya sudah hidup dalam dunianya sendiri, karena demensia, penyakit orang tua yang membuatnya lupa, grandma kadang-kadang terbangun dari tidurnya di kursi roda dan tersenyum. Saya masih ingat senyumnya yang kuat dan lembut sambil memegang tangannya erat seolah-olah tidak merelakan Bernie kembali ke Indonesia. Bernie membiarkan tangannya dipegang erat oleh ibundanya dan kemudian memeluknya mendalam. 

Grandma juga tersenyum setiap kali saya merawatnya. Ia paling senang kalau saya memasak kepada keluarga dan mereka semua datang ke apartemen kami untuk makan malam bersama. Kelembutan mata grandma terpancar keluar. Hati seorang ibu, hati seorang grandma menyentuh hati saya, hati seorang anak, anak menantu. Saya menciumnya. Ia menutup matanya tersenyum. Tahun lalu saya menyenguk grandma ketika ada tugas ke USA.
Diantara kakak beradik dari Bernie, mereka sempat merencanakan untuk akan melakukan ibadah syukur apabila grandma berusia 100 tahun. Semua anggota keluarga diberitahu tentang rencana ibadah syukur sehingga mereka bisa menabung untuk datang pada hari ulang tahun grandma tanggal 29 September 2012. Tetapi Tuhan mempunyai rencana lain dengan grandma.
Dipagi hari sebelum grandma meninggal, Glen berbicara dengan seorang tetangga yang mempunyai anggota keluarga hidup sampai berusia 110 tahun. Ibu tersebut mengatakan bahwa kita tidak pernah tahu cara Tuhan memanggil kita pulang. Saudaranya yang meninggal di usia 110 tahun meninggal sesudah ia buta, bisu, tuli dan lumpuh. Ibu itu mengatakan melewati usia 100 tahun seolah-olah saudaranya itu akan hidup selamanya. Ia masih kuat sampai akhirnya semua indranya menumpul sehingga sulit berkomunikasi dengan anggota keluarganya. Pada saat itulah, saudaranya dipanggil pulang.
Cinta kasih membuat manusia hidup umur panjang. Tetapi Tuhan punya rencana yang terindah untuk setiap insan ciptaanNya. Tuhan yang menciptakan, Tuhan yang mengambil. Itulah iman yang kami terima dari Allah.  Hari Minggu kami dihiburkan oleh khotbah dari Pdt jemaat grandma, Pdt Andrew tentang perihal kekuatiran. Kesusahan sehari cukup untuk sehari walaupun ada banyak kesukaran setiap waktu. Kata-kata firman Allah seolah-olah hanya hiburan bagi mereka yang susah. Tetapi kata-kata itu adalah kehidupan.

Mengundang Allah, mengundang Kristus masuk dalam kesusahan kita, menolong kita meneruskan kehidupan. Penderitaan yang manusia hadapi sudah dilewati dalam penderitaan Kristus yang mendatangkan kebangkitan.   Hidup sampai kematian Yesus adalah tampilan dari hidup sampai kematian manusia seperti terlihat dalam lingkaran kehidupan kita.  Pembacaan dari Matius 12 mengajarkan kita untuk menyerahkan hidup sepenuhnya dalam tangan Allah.

Kristus yang bangkit mengubah kematian fana manusia menjadi kehidupan selama-lamanya bersama Allah. Inilah harapan abadi dari hidup dalam Tuhan. Mengingat harapan ini, mengingatkan saya kepada iman grandma. Ia selalu bernyanyi juga ketika ingatannya mulai menghilang. Walaupun yang tertinggal hanyalah keyakinannya tentang kasih Kristus yang abadi kepadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar