Negaraku di manakah engkau ketika diriku diperangkap?
Oleh: Farsijana Adeney-Risakotta
Fenomena menghilangnya mahasiswa-mahasiswa dari kota pelajar, di Yogyakarta karena terjaring gerakan cuci otak dari NII mulai terungak. Ketika korban mulai diberikan kesempatan untuk berbicara, karena ada jaminan dari otoritas pendidikan, seperti universitas, media mulai berani memuat cerita-cerita mereka. Koran lokal di Yogyakarta, Kedaulatan Rakyat memberitakan tentang proses penjaringan bermodus penipuan yang dilakukan kepada mantan-mantan simpatisan NII (KR, 25 April 2011).
http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=237890&actmenu=35
Penjaringnya pada umumnya perempuan berjilbab yang memulai perekruitman dengan menyetir ayat-ayat suci Al Quran. Dosa-dosa negara yang dikaitkan dengan dosa-dosa pribadi target dbentangkan untuk menunjukkan keterhubungannya dengan akibat dosa bersama bagi krisis-krisis yang dihadapi Indonesia saat ini. Bencana alam, kegagalan kepemimpinan Indonesia dalam mengatasi berbagai masalah bersama dilihat sebagai bentukan dari ketidaksetiaan pribadi dan kolektif dalam menerapkan pola kehidupan seperti yang diamanatkan dalam Al Quran.
Seperti dihipnotis, korban-korban dalam pengakuan mereka kemudian dipindahkan dari Yogyakarta ke Jakarta di mana mereka menerima sederetan ajaran termasuk untuk melupakan dirinya sendiri. Dalam ketidakberdayaan mereka secara mental, karena tekanan terhadap tanggungjawab pribadi mendukung gerakan kolektif membebaskan Indonesia dari maskiat, mata mereka dibalut dibuat tertidur dalam perjalanan dari Yogyakarta ke Jakarta.
Komunikasi dengan orang tua dan keluarga diputuskan. Orang tua dianggap hambatan untuk mengikuti jalan Allah seperti yang dituliskan dalam AL Quran. Dengan memberikan identitas baru kepada pengikut awal ini, diharapkan mereka bisa memulai perjuangannya untuk membangun kehendak Allah mewujudkan barisan masyarakat negara islam indonesia. Sayangnya perjuangan yang mulai ini ternyata berkedok kebohongan dan penipuan karena tujuan melupakan orang tua akhirnya berakhir pada upaya penguasaan semua harta orang tua untuk disumbangkan bagi pergerakan pewujudan NII.
Menarik mengkaji lebih lanjut tentang beberapa kombinasi cara kerja NII yang terlihat dari testimoni mahasiswa-mahasiswa tersebut. Pemberian identitas baru sebagai muslim yang taat pada Al Quran ternyata dilakukan dengan menghancurkan karier diri sendiri terutama mahasiswa yang sedang belajar, menipu orang tua dengan menjual harta mereka. Modus operadus hipnotis sering dibicarakan dikatakan teman-teman saya yang pernah ditepuk pundaknya kemudian digiring ke ATM untuk mengambil uang sesuai dengan permintaan dari pelaku. Menggunakan hipnotis berbarengan dengan pencucian otak melalui pemaparan ajat-ajat suci merupakan modus operadus yang diakui oleh korban sangat melelahkan mereka.
Saya menulis ini untuk bertanya di manakah negaraku Indonesia, di manakah pemerintah Indonesia ketika berbagai kasus-kasus ini mulai terkuak dalam media cetak. Sebenarnya modus operandus penjaringan simpatisan dan anggota NII sudah dilaporkan dalam jaringan dunia maya sejak tahun 2004 an. Bahkan di Facebook ada komunitas dengan nama "Waspada Terhadap Negara Islam Indonesia KW9 Pesantren Al-Zaytun".
Syukurlah masyarakat Indonesia, saudara-saudara saya sebangsa, kaum muslim Indonesia segera menyadari keganjilan dan kesesatan dari gerakan NII ini. Berbagai forum berbasis umat dan masyarakat terbentuk untuk menyiasati masalah yang sedang kita hadapi bersama.
Menurut saya, NII memang sengaja dipelihara oleh negara. Siapa yang pelihara kita semua tidak tahu juga tidak berani mengungkapkannya. Ketika tuduhan diberikan kepada Maluku sebagai daerah separatisme RMS, saya mempertanyakan kebenaran tuduhan tersebut (Risakotta, Farsijana: 2004). Sekarang saya juga mempertanyakan kebenaran dari kasus NII ini. Siapakah sebenarnya yang memelihara bibit sektarian, perpecahan dalam diri pemuda/i muslim di Indonesia saat ini? Siapakah yang dengan sadis membangun ajaran untuk pemuda/i ini membenci orang tuanya?
Apakah tujuan sebenarnya dari upaya pemeliharaan gerakan NII ini dalam negara Indonesia saat ini? Apakah pemerintah sengaja membiarkan supaya masyarakat merasa resah dan merindukan kembali tentara untuk melindungi Indonesia dari separatisme?
Jalan hidup bersama Allah adalah kerinduan semua insan manusia. Abu Hamid al-Ghazali yang hidup di antara tahun 1058-1111, seorang filsuf dan teolog Islam terkenal menuliskan tentang hakekat manusia pada dirinya ada sifat-sifat anjing, babi, setan tetapi sekaligus ilahi. Manusia dalam mencari Allah harus terus menerus menguji sifat-sifat non ilahi yang penampakannya bisa terlihat dari praktek hidup yang merusak hubungan diantara orang tua, keluarga dan dalam masyarakat.
Pemuda/i Indonesia sedang menguji dirinya sendiri. Mereka sudah jenuh dengan kemunafikan yang ditawarkan oleh dunia dengan sifat-sifat hedonisme, politik liberalisme yang bebas menekankan hak-hak individu yang memerdekakan sekaligus memojokkan kebersamaan dan kekuatan ilahi dari agama-agama. Dalam keadaan inilah, memang sangat mudah pemuda/i Indonesia dipengaruhi. Sangat mudah, pemuda/i menjadi target dari pencucian otak yang dilakukan atas nama agama. Sudah saatnya pemuda/i Indonesia mempertanyakan haknya untuk melindungi dirinya dari berbagai bentuk upaya siapapun memanipulasi diri mereka. Inilah saatnya untuk bisa menguji sifat-sifat kebaikan dan keindahan dalam diri sendiri.
Karena itu, negaraku, berikanlah kesempatan kepada pemuda/i Indonesia untuk membangun keimanan mereka dengan cara Indonesia yang mereka lihat dari kehidupan nyata. Persaudaraan bersama yang saling menghormati, karena alam raya Indonesia yang mengizinkan semua orang, semua makhluk hidup bersama-sama dengan damai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar