Dua belas
hari Natal 2011: Bersama Sang bayi kudus memasuki Tahun Baru 2012
Oleh:
Farsijana Adeney-Risakotta*)
Masa Natal
diapit oleh masa Advent dan masa Epifania. Masa advent adalah masa persiapan
sebelum Natal, yaitu kira-kira 4 minggu sebelum tanggal 25 Desember. Sedang
masa Epifania dimulai sesudah Tahun Baru. Epifania terkait dengan perayaan kedatangan orang Majus
melihat bayi Yesus. Dalam tradisi gereja timur, epifania berkaitan dengan
tradisi baptisan yang terjadi pada Yesus Kristus, sesudah perayaan hari Natal pada tanggal 6 Januari.
Memasuki
Natal 2011 hingga menjelang Tahun Baru, saya memikirkannya, mengapa ada Natal
dan Tahun Baru? Mengapa Natal dan Tahun Baru bersisian sebagai satu paket?
Umat
Kristiani mewarisi Natal dalam tulisan-tulisan Injil di Perjanjian Kedua. Injil Matius dan Lukas menuliskan cerita
tentang kelahiran Yesus Kristus. Hanya Injil Yohanes menuliskan kelahiran
sebagai pemaknaan logos yaitu firman yang menjadi manusia. Bentuk penyajian
tulisan dalam Injil Yohanes lebih filosofis untuk menjelaskan iman Kristiani
kepada masyarakat berlatar belakang gnosis yaitu aliran pengetahuan yang
mengintegrasi berbagai ajaran tentang kehidupan.
Kedua Injil,
Matius dan Lukas menutur tentang kelahiran Yesus Kristus sebagai bagian dari
kronologis sejarah seorang manusia. Terlahir dari darah biru Raja Daud yang
berakar pada tradisi kerajaan Israel, Yesus Kristus sekaligus adalah messiah
yang dinantikan untuk melakukan pembaharuan perjanjian Allah dengan manusia.
Berbeda
dari kebanyakan realitas kebiruaan seorang keturunan raja, Yesus Kristus
dilahirkan dari darah perawan Maryam di kandang hewan di Betlehem. Lokasi yang sering dianggap hina, ternyata
adalah tempat yang maha penting dalam sejarah kelahiran bayi Yesus
Kristus. Karena di tempat inilah,
kelahiran Yesus Kristus ternyata mempertemukan tiga orang Majus, mewakili kaum
kerajaan, intelektual dan pedagang dengan para gembala yang kehidupan
sehari-harinya berada di padang belantara.
Mereka yang
datang menemukan keajaiban Allah dalam diri sang bayi kudus, Yesus Kristus yang mengenainya masing-masing menerima tanda
yang berbeda-beda. Para gembala mengetahui tentang kelahiran Yesus karena
didatangi sendiri oleh malaikat-malaikat ketika mereka sedang mengembalakan
ternaknya di padang. Sedangkan para Majus dari Timur melihat tanda
kemahakuasaan Allah melalui petunjuk dari bintang yang besar membiru lain dari
biasanya. Mereka mengikuti bintang sebagai petunjuk sampai tiba di kandang di
mana sang bayi sedang dibaringkan di dalam palungannya di kota Betlehem.
Cerita
kisah kelahiran bayi kudus ini masih direnungkan sesudah 2000 tahun silam sejak
peristiwa sejarah dari kelahiran Yesus Kristus. Dalam tradisi Kristiani, kisah
kelahiran bayi Yesus Kristus diabadikan melalui perayaan Natal. Natal sebagai
kata berakar pada bahasa Latin, Natalis, yang berarti kelahiran. Kitab-kitab Injil tidak mencatat secara pasti
kapan Yesus Kristus dilahirkan. Tetapi narasi kelahiran seperti yang dijelaskan
di atas, dengan dimulai dari pemilihan ibunda Yesus, Maryam yang dilakukan
sendiri oleh Allah merupakan tradisi yang dipercayai di kalangan umat Kristiani
maupun umat Muslim sebagaimana kisahnya dituliskan dalam buku Maryam dalam Al
Quran.
Tulisan
saya lainnya pernah menjelaskan tentang perbandingan peran Maryam dalam
kelahiran Yesus Kristus sebagaimana digambarkan oleh Injil maupun dalam Al Quran
(lihat Natal Perbandingan Alkitab dan Al Quran untuk analisis konspirasi advent
di Amerika Serikat <old.nabble.com/Natal:-Perbandingan-pemberitaan-dalam-Alkitab-dan...>).
Walaupun Gus Dur pernah menulis tentang adanya perbedaan maksud perayaan
Natal dan Maulid di kalangan umat Muslim (Harlah, Natal dan Maulid, di dalam media.isnet.org/antar/etc/GusDurNatal.html).
Argumentasi Gus Dur terkait dengan kepercayaan umat Kristiani bahwa Natal diperlukan karena kelahiran Yesus Kristus sebagai upaya penebusan dosa asal yang diwarisi manusia sejak kejatuhan manusia pertama (Adam) dalam dosa. Sedangkan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW mulai dilakukan pada masa perang salib di tanah suci
Yerusalem untuk menguatkan kaum muslim dalam perjuangan mereka bersama melawan infidal.
Pada sisi
tertentu, saya bahkan berpendapat bahwa tentang tanggal kelahiran Yesus yang
tidak dicatat oleh penulis Injil sebenarnya menunjukkan upaya untuk tidak
terjebak pada berbagai bentuk perayaan yang serupa dengan perayaan hari ulang
tahun raja yang sangat meriah diupacarakan pada saat itu. Alasan gereja kemudian menetapkan perayaan
Natal pada kira-kira abad 6 M adalah untuk mempersatukan umat Kristiani sebagai suatu oikus, rumah yang
berada dan tersebar dimana-mana. Jadi
alasan ini hampir mirip dengan penetapan perayaan Maulid di kalangan muslim.
Pilihan tanggal perayaannya dilakukan oleh
Gereja dengan mengadopsi hari perayaan keberadaan matahari terpanjang pada
bulan Desember di musim dingin. Pilihan hari perayaan tanggal 25 Desember
adalah upaya kontektualisasi dalam teologi Kristen terkait dengan kelahiran
Yesus Kristus. Secara historis, gerakan
penolakan kontekstualisasi teologi kelahiran bayi Yesus pernah terjadi di
kalangan puritan Inggeris di sekitar abad 15 M. Tetapi gerakan puritan ini terlalu lemah untuk
mengubah wacana gerakan kontektualisasi teologi Kelahiran Yesus Kristus karena
kemudian diakui bersama tentang lamanya perayaan Natal yaitu 12 hari terhitung
dari tanggal 25 Desember sampai tanggal 6 Januari. Gereja-gereja Katolik dan
Protestan merayakan Natal pada tanggal 25 Desember. Gereja-gereja Timur
(Ortodoks) merayakan Natal pada tanggal 6 Januari.
Perbedaan
tanggal perayaan tidak menghilangkan maksud dari pekerjaan penyelamatan Allah
kepada manusia dan alam semesta seluruh melalui kelahiran Yesus Kristus. Yesus
lahir mempertemukan berbagai lapisan masyarakat mulai dari kalangan ningrat,
terpelajar, pedagang sampai dengan mereka yang papah dan terpinggirkan.
Kelahirannya adalah bagian dari rencana penyelamatan Allah untuk memperbaharui
relasi sosial yang terputus dan kebijakan bersama yang tidak adil untuk
mendatangkan kesejahteraan bagi semua.
Fenomena
sang bayi pembawa damai, keadilan, penghiburan dan ketenangan sudah dinantikan
sejak jaman nabi-nabi seperti dijelaskan
dalam Kitab Yesaya pada Perjanjian Pertama (Yesaya 61: 1-2). Bunyinya: “ Roh
Tuhan Allah ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi aku; Ia telah
mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan
merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada
orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari
penjara, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan..”
Gambaran
penugasan Sang juru selamat, messiah yang dinantikan digenapi dalam kelahiran
Yesus Kristus. Sang bayi berdarah biru, adalah pelayan manusia. Tugas pelayanan
terhadap manusia, seringkali bukan merupakan agenda dari para raja-raja yang
berkuasa di dunia. Kekuasaan manusia adalah kekuasaan untuk menaklukan,
mengalahkan, memenangkan pertarungan, meminggirkan mereka yang kalah dan
memelihara kebencian sebagai akibat dari derita kekerasan yang pernah
diterimanya. Bayi Yesus, sang Pendamai dibutuhkan untuk meluruskan kembali
jalan Allah dalam dunia ini untuk mengiring pembuat kebijakan, kaum
aristoraksi, kaum intelektual, kaum politikus, kaum pedagang, kaum birokrat
untuk mengingat tentang tujuan pelayanan abadi yang mereka emban.
Bayi Yesus
tidak cukup diposisikan dalam tradisi untuk memberikan legitimasi terhadap
penampakan luar dari kehidupan bermasyarakat yang dapat terlihat bersama,
tentang ketulusan politik seseorang atau sekelompok orang. Perayaan Natal adalah memberikan kesempatan
kepada diri sendiri maupun kelompok, atau umat untuk melakukan dengan sungguh
perjuangan pembebasan sebagai rahmat Allah yang merupakan hak dari semua makluk
di mana semua umat manusia yang dikasih Allah hidup dan berada. Tanpa
pembebasan diri kita dari berbagai tujuan hidup yang akhirnya mengorbankan
menyebakan ketidakadilan ketiadaan bahagiaan, damai sejahtera, ketenangan,
perayaan Natal akan tampil sebagai cara memuaskan ego spiritualitas pribadi dan
umat yang cenderung bersifat semu semata.
Disinilah
maknanya terhadap persiapan memasuki Tahun Baru 2012. Tahun Baru, yaitu 1 Januari menurut kalender Gregorian adalah suatu
tanda penyertaan Allah kepada umat manusia. Tahun Baru adalah bagian dari rangkaian perayaan 12 hari Natal. Dalam tradisi, menurut perhitungan
Gereja, 1 Januari adalah delapan hari sesudah kelahiran Yesus yang kemudian
diserahkan kepada Allah. Yesus dibawah ke dalam Sinagoge untuk diterima oleh
umat sebagai tanda kesediaan orang tua dan jemaat membimbingNya menuju pada
jalan Allah. Umat Kristiani khususnya
belajar untuk mengantarkan dirinya kepada Allah membimbingnya menjalani lagi
365 hari yang masih misteri untuknya.
Tahun Baru
adalah tanda tindakan penyertaan Allah dalam hidup manusia. Menyatakan diri
mengikuti jalan Allah, bisa dilakukan oleh berbagai agama, menurut pemahamannya
masing-masing. Mengikuti dan menyerahkan diri kepada Allah merupakan inti dari
kehidupan iman yang nampak pada ajaran agama-agama di muka bumi, sebagaimana juga bagian dari iman Kristiani dengan keunikan ajaran dan penafsirannya.
Perayaan Tahun Baru
bukan sekedar penerimaan otoritas pergantian tahun menurut kalender Gregorian, tetapi telah
menjadi bagian dari pergumulan iman setiap insan manusia. Kemisterian tentang
masa depan, dikembalikan lagi kepada sang Pencipta, yang dipercayai dapat
menuntun kehidupan manusia ciptaanNya. Kepastian tentang tangan Sang Pencipta,
tangan Allah yang mengasihi umatNya memberikan peneguhan penerusan langkah
kehidupan dari mereka yang percaya penuh kepadaNya.
Tanpa ramalan-ramalan, termasuk adanya ramalan kiamat di tahun 2012, mereka merasa tenang melakukan apa yang diwajibkan
demi mencapai kehidupan yang adil berdamai sejahteraan dengan alam semesta dan seluruh
ciptaanNya.
Selamat Natal 2011 dan
Tahun Baru 2012.
*) Seorang aktivis
akar rumput, antropolog, dan teolog tinggal di Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar