Breaking Midnight News:
Menelusuri Jejak Kebijakan Kesehatan di Papua
Kesimpulan yang sama, nampak pada tulisan Djekky R. Djoht.
Menelusuri Jejak Kebijakan Kesehatan di Papua
Hanya
setahun sesudah UU Otsus nomor 21 Tahun 2001 terbit, Djekky R. Djoht menulis
artikel berjudul “Penerapan Ilmu Antropologi Kesehatan dalam Pembangunan
Kesehatan Masyarakat Papua”. Tulisan
Djoht, dosen di Jurusan Antropologi
FISIP Uncen, diterbitkan pada Antropologi Papua, Volume 1, No, 2002.
Petisi
Warganegara NKRI untuk Papua mengangkat artikel Djoht untuk menjawab pertanyaan
yang terlontar dalam benak pembaca dari diskusi posting terkait dengan terkait tulisan di Tabloid Jubi yang dipublikasikan 10 Februari 2013 dengan judul "Kampung Sehat Menuju Papua Baru Sehat, Hanya Mimpi". Mengapa mimpi? Mengapa kebijakan kesehatan Papua sesudah 11 tahun Otsus dinilai gagal?
Laporan ini menguji partisipasi warga masyarakat dalam mewujudkan 5 tujuan rencana pembangunan kesehatan di Propinsi Papua untuk mencapai kampung sehat 2011.
Sekarang tahun 2013, laporan Tabloid Jubi mengevaluasi pencapaiannya. Kesimpulannya menampilkan argumentasi terkait dengan kesia-siaan mimpi pembangunan kesehatan karena tingkat penyakit menular yang dialami oleh anggota masyarakat masih tinggi sekalipun fasilitas kesehatan ditingkatkan. Fasilitas yang disiapkan pemerintah terpusat hanya di kota-kota padahal sangat diperlukan tenaga-tenaga kesehatan yang bisa bekerja dan hidup bersama dengan masyarakat.
Petisi Warganegara NKRI untuk Papua bertanya: Bagaimana kriteria tenaga-tenaga kesehatan tsb?
Petisi Warganegara NKRI untuk Papua bertanya: Bagaimana kriteria tenaga-tenaga kesehatan tsb?
Aksesitas ke tulisan Tabloid Jubi online bisa dilihat pada
Kesimpulan yang sama, nampak pada tulisan Djekky R. Djoht.
Baiklah, Petisi
Warganegara NKRI untuk Papua mengutip kesimpulan dari pandangan Djoht.
“Penggunaan
tenaga antropologi kesehatan dalam program-program
pembangunan
kesehatan di Papua, menurut saya masih sangat rendah.
Sepanjang
pengetahuan saya keterlibatan tenaga antropologi kesehatan
dipakai
untuk riset-riset tertentu saja, tetapi belum pernah digunakan dalam
perencanaan
pembangunan kesehatan, keterlibatan sebagai konsultan dalam
penanganan
kegiatan program kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi
Papua. Tetapi
tenaga kesehatan belajar antropologi pernah di programkan oleh
Dinas
Kesehatan Provinsi Papua bekerjasama dengan Jurusan Antropologi
Uncen
pada tahun 1998. 15 orang tenaga perawat dari 12 kabupaten dan 2
kota di
Provinsi Papua belajar Antropologi di Program studi Antropologi
UNCEN. Saat
ini mereka telah menyelesaikan pendidikan antropologinya di
Uncen,
sayangnya sampai saat ini belum ada evaluasi bagaimana
penggunaan
ilmu antropologi kesehatan dalam penanganan masalah
kesehatan
di Provinsi Papua” (hal.17).
Link ke
tulisan ini bisa diakses melalui:
Apakah warganegara NKRI mempunyai pertanyaan lainnya sesudah membaca kedua artikel tsb?
Salam amalulukee
Salam amalulukee