Kelahiran
dan kematian
Oleh: Farsijana Adeney-Risakotta
Saya hari
ini 47 tahun. Penjumlahan 4 dan 7 adalah
11. Tanggal 11 adalah tanggal yang penting dalam hidup saya. Dulu ketika
ayahanda meninggal pada tanggal 11 Oktober 1989, saya tahu tanggal 11 adalah
hari kelahiran sekaligus hari kematian yang selalu akan saya ingat dalam hidup
ini. 23 tahun kemudian, saat ini, pada tanggal 11 Februari 2012, saya benar-benar
merasakan kematian sesudah adik terkasih, John Franklin Christian Risakotta
meninggal dengan mendadak pada hari Senin Kliwon tanggal 6 Februari 2012. Mungkin benar apa yang dikatakan Firman: "..dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran" (Pengkhotbah 7:1b).
John
mengatakan kepada istrinya, Titik Lestari, bahwa mereka akan membeli hadiah dan
memberikan kepada saya di HUT ini. Minggu ini kami sekeluarga telah menerima
hadiah yang paling termanis dari adik John. Ia meninggalkan mukanya yang
tersenyum, dalam tidur yang nyenyak, seolah sedang menikmatinya kemudian akan
bangun. John memberikan hadiah yang paling penting dalam hidup saya.
Kematian adalah milik Tuhan, Allah, sang Pencipta. Manusia ketika dilahirkan, ia sudah menerima tanda sekaligus waktu yang tepat untuk dipanggil pulang kepadaNya. Tidak ada seorangpun mengerti kapan waktunya tiba, hanya Allah yang tahu. Hari kelahiran dan kematian tidak bisa satu orangpun menawarkannya. Mempersiapkannya dengan baik adalah cara manusia menghadapinya sehingga menjadi tenang dan damai.
Suami saya,
pak Bernie menulis refleksinya dalam surat tentang “How do People Die in
Indonesia?” (lihat <farsidarasjana.blogspot.com>, yang menjelaskan tentang kronologis kematian adik John. Pak Bernie
ditelpon pulang dari UGM untuk menolong membawa adik John ke Rumah Sakit,
sesudah ia ditemukan pingsan oleh isteri dan saudara/I lainnya di kamar mandi. Ia
membuat napas buatan kepada adik John sebelum membawanya ke RS. Saya tiba di RS
Panti Rapih sesudah dari Kementrian Hukum dan HAM, mendapatkan adik saya sudah
tak bernyawa. Pak Bernie merasa napas buatannya memberikan kehangatan kepada
John tetapi itu bukan napas dari John sendiri. Ia sudah meninggal sebelum
dibawa ke RS Panti Rapih.
Semua orang
kaget, shock! Bagaimana kejadian ini bisa terjadi, sementara di pagi hari ini
masih sehat. Adik John menggantikan ban yang kempes dari saudara ipar perempuannya,
Vina. Kemudian bercanda dengan Syalom, sebelum membantu bu Pronti mencuci semua
barang cucian di dapur ketika ia akan membersihkan tangannya sendiri. Sebelum
pergi mandi ia menjumpai isterinya
meminta dicium dan dipeluk. Isterinya menemukan kemudian suaminya sudah
jatuh terbaring di kamar mandi.
Kematian
seperti misteri datang menjemput adik John. Manusia takut meninggal sendirian. Tetapi dari
peristiwa kematian adik John, saya belajar tentang perjalanan seorang anak
manusia bersama dengan Sang Pencipta. Kami dan semua pelayat lainnya hampir
tidak bisa bayangkan bagaimana mukanya yang begitu tenang diwariskan kepada
kami. Tanpa sedikitpun kepanikan, sebagaimana nampak pada wajahnya. Saya bayangkan
ia berjalan menuju kepada Sang Pencipta dengan penuh kebahagiaan. Pelayat muslim sambil menyalami kami kemudian sesudah memandang wajahnya yang damai mengatakan: "Ia meninggal dalam khusnul khotimah".
Kami tidak tahu penyebab kematiannya. Ia ditemukan dalam keadaan sudah mandi tetapi belum sempurna menggunakan celana dalamnya. Celana baru dimasukan separuh pada kaki kanannya sedang bagian kaki kiri celananya sudah hampir terpasang sempurna. Seperti dalam tulisan “How do People Die in Indonesia?”, suami saya menduga jantung adik John tiba-tiba berhenti.
Kami tidak tahu penyebab kematiannya. Ia ditemukan dalam keadaan sudah mandi tetapi belum sempurna menggunakan celana dalamnya. Celana baru dimasukan separuh pada kaki kanannya sedang bagian kaki kiri celananya sudah hampir terpasang sempurna. Seperti dalam tulisan “How do People Die in Indonesia?”, suami saya menduga jantung adik John tiba-tiba berhenti.
Saya
bayangkan adik John kaget dengan kejadian tersebut. Tetapi dalam situasi kritis itulah ia berpegang pada tangan Allah. Ia sendiri dengan
Sang Pencipta bergumul. Ia ditemukan tak bernyawa di kamar mandi. Persis ketika
ayahanda menghembuskan napasnya, ia juga meninggal ketika tidak seorangpun
berada di kamar. Ia meninggal dalam keadaan tidur. Vina, adik ipar saya mengatakan: "Kak John dilahirkan telanjang dan pergi juga dalam keadaan telanjang".
John
menikah dengan Elizabeth Titik Lestari di hari ulang tahunnya yang ke 42 pada
tanggal 10 November 2011. Ia bertunangan di hari ulang tahun Titik, pada
tanggal 24 April 2010. Mereka mempersiapkan pernikahannya hampir 7 bulan. Saya ingat meja marbel bundar di ruang keluar di rumah kami, setiap bulan diletakan satu keranjang berisi keperluan pernikahan mereka sampai akhirnya mejanya penuh. Kami memberikan hadiah hari ulang tahun kepada adik John yaitu pesta pernikahannya. Ia rindu menikah dan ia memperolehnya.
Sesudah menikah hampir 3 bulan Tuhan memanggil adik John kembali ke rumahNya.
John
menyerahkan dirinya kepada Allah. Titik pernah bertanya kepada John bagaimana
ia mengatasi ketakutan dari akibat tugas-tugas yang menghendakinya harus pulang
rumah malam, atau berada di jalan raya, membawa motor, mobil atau truk. John
mengatakan ia tidak takut karena ia berjalan bersama Allah. Mazmur 23 adalah
bacaan dari Alkitab yang selalu John nyanyikan. Liriknya adalah firman Tuhan
yang berbunyi begini:
“Tuhan
adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Ia
membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
Ia
membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku.
Ia menuntun
aku di jalan yang benar oleh karena namaNya.
Sekalipun aku
berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya,
Sebab Engkau
besertaku;
gadaMu dan
tongkatMu, itulah yang menghibur aku.."
Adik John sudah
dibaringkan ditidurkan dengan sangat nyenyak. Ia tidur dalam tangan Allah.
Yesus mengatakan, Aku adalah kebangkitan dan kehidupan, barangsiapa yang
percaya kepadaKu ia akan hidup selama-lamanya. Adik John meninggalkan wajahnya yang
tenang dan damai untuk kami semua tahu bahwa di Sorga, di tempat Tuhan berdiam
ada keindahan dan kehidupan selamanya. Kita tidak perlu takut terhadap kematian
karena hidup dan mati adalah dalam tanganNya sendiri.
Rumah John
dekat dengan rumah kami. Setiap hari kami ke sana membasahi makamnya. Pak Muji, seorang modin di mesjid Istiqomah yang adalah tetangga kami, mengatakan rumah adik John bersih. Katanya: "Tidak ada satupun krikil ketika mereka menggalinya". Orang-orang melihat tanda untuk menguatkan diri mereka sendiri tentang jalan yang baik yang harusnya seorang manusia mengakhir hidupnya. Bumipun menerima adik John kembali keharibaan Sang Pencipta. Perjalanan kematian adik John mengagetkan untuk kami tetapi tidak untuk dirinya sendiri sehingga kematiannya malahan memberikan terang tentang jalan menuju ke rumah Bapa.
Hari ini hujan lebat di Yogya, kami membawa bunga tabur kepada John. Mawar merah putih menghiasi makamnya, menjelaskan tentang warna keberanian dan kesucian, kepolosan hati John terdalam. Hati yang berserah kepada Allah, hati yang mengikuti jalan Yesus, yang harus mati supaya ada kebangkitan kepada kehidupan yang kekal.
Hari ini hujan lebat di Yogya, kami membawa bunga tabur kepada John. Mawar merah putih menghiasi makamnya, menjelaskan tentang warna keberanian dan kesucian, kepolosan hati John terdalam. Hati yang berserah kepada Allah, hati yang mengikuti jalan Yesus, yang harus mati supaya ada kebangkitan kepada kehidupan yang kekal.
Terima
kasih adik John untuk hadiah terindah yang hendak diberikan kepada saya. Sebelum petinya ditutup saya katakan saya
belum pernah melihat dirinya yang begitu gagah dalam ketenangan dan kedamaian.
Penampilan yang sangat terbaik dari adik John seumur hidupnya, ternyata ketika
ia dipanggil pulang ke rumah Allah. Imannya yang mendalam mengajarkan tentang
penyerahan diri seutuhnya kepada sang Pencipta.
Terima kasih Tuhan Yesus untuk keindahan dari kesempatan yang diberikan
kepada kami bisa hidup bersama John selama lebih dari 5 tahun di Pondok Tali Rasa. Engkau Tuhan telah
membuatnya begitu indah, kuat sekaligus lembut berjalan dalam dunia ini dan
menuju pulang ke rumah Bapa, sang Pencipta.
Kemarin
pagi, tanggal 10 Februari sekitar jam 6, kami semua melihat pelangi melintasi desa Karanggayam. Saya belum pernah melihat
pelangi di Karanggayam kecuali Helio. Tanda harapan diberikan Allah kepada kami
supaya kami semua mengiklaskan kepergian John. Istrinya merumuskan ulang RIP
yang dalam bahasa Inggeris berarti Rest in Peace, diterjemahkan dalam bahasanya
“Relakan Ia Pergi”. Kami semua merelakan
adik John kembali kepadaMu Allah. Kami
percaya Engkau tahu yang terbaik untuk John dan kami sudah melihat kesaksian
diri dari John. Ia menemukan Tuhan dalam perjalanannya pulang. Seolah-olah dalam tidurnya ia tampil penuh damai dan sedang memberitahu
kami semua tentang keindahan dan kekuasaan Tuhan yang mengambilnya pulang. Mukanya yang damai adalah berita suka cita untuk semua yang datang
mengantarkannya pulang.
Di pagi hari
ini, 11 Februari 2012, dalam doa saya, dan pembacaan firman, saya melihat adik
John datang mengecup pipi saya. Ia berpakaian putih, matanya tersenyum dan tanpa
kata-kata saya dikecup kemudian ia pergi. Terima kasih John untuk kelembutanmu.
Semangatmu akan diwariskan kepada banyak orang di sekitar kami. Selamat jalan
adikku terkasih.