MOP Papua: Kematian Massal Terjadi
Dua Kali di Era Otsus
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta
Berita ini bukan MOP 1 April, tetapi MOP Papua yaitu berita langsung dari tanah Papua, berangkat dari ketulusan hati dan kepolosan basudara-basudara Papua yang ingin kenyataan terburuk, kematian massal di tanah Papua diketahui lebih luas oleh warganegara NKRI di seluruh Indonesia. Selanjutnya berita selengkapnya bisa dibaca di bawah ini.
Berita ini bukan MOP 1 April, tetapi MOP Papua yaitu berita langsung dari tanah Papua, berangkat dari ketulusan hati dan kepolosan basudara-basudara Papua yang ingin kenyataan terburuk, kematian massal di tanah Papua diketahui lebih luas oleh warganegara NKRI di seluruh Indonesia. Selanjutnya berita selengkapnya bisa dibaca di bawah ini.
Papua Pos Online* pagi ini, tanggal 3
April memberitakan tentang kematian di Distrik Kwoor Kabupaten Tambrauw, Papua
Barat. Tidak tanggung-tanggung, ada sekitar 95 orang yang meninggal. Berita
yang dipublikasikan berdasarkan hasil temuan dari LSM Belantara Provinsi Papua
Barat yang menurunkan tim terdiri dari Kodim dan masyarakat sipil untuk mencari
tahu kebenaran kematian massal tersebut. Abner Korwa, Ketua LSM Belantara membenarkan
tentang hasil kerja tim yang mendatangi tiga kampung di Papua Barat yaitu
kampung Baddei, Jokjoker dan Kasyefo. Saat ini ada ratusan orang mengungsi di
Distrik Sausapor, ibu kota Kabupaten Tambaruw untuk mendapat pelayanan
kesehatan.
Tim LSM Belantara juga menemukan
penyebab kematian dipicu oleh penyakit gatal-gatal pada tubuh yang sesudah
digaruk menjadi bisul. Indikasi infeksi luka dari bisul yang terjadi pada tubuh
dengan asupan gizi rendah menyebab kematian yang menyerang banyak
anak-anak. Asupan gizi rendah disebabkan
penduduk di daerah ini sedang mengalami busung lapar. Sekalipun, pemerintah daerah membantah
tentang adanya busung lapar di wilayahnya, tetapi indikasi terkait dengan
pelemahan tubuh dari kebanyakan anggota masyarakat untuk waktu yang lama akibat
kekurangan gizi merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Busung lapar adalah penyakit yang
gampang diderita oleh manusia ketika asupan makanan dari pola makanan yang
bervariasi tidak terpenuhi. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Analisis
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departeman Pertanian pada tahun 2007
telah menyampaikan temuannya di mana Papua bersama dengan Kalimantan Barat dan
Jawa Timur merupakan salah satu daerah potensi rawan pangan dan gizi kronis.
Perkembangkan penyakit busung lapar memerlukan waktu di antara 2 sampai 6 bulan.
Fenomena busung lapar pernah dialami oleh penduduk di Indonesia ketika masa pendudukan Jepang. Penderitaan
kekurangan makanan di alami secara merata oleh penduduk di seluruh Indonesia.
Kemudian di dekade tahun 1960-an, penduduk Indonesia kembali kekurangan makanan
sehingga menyebabkan busung lapar atau Hunger Oedeem (HO). Di Propinsi Papua, pada tahun
2005, di Kabupaten Yohukimo, terjadi kematian massal yang disebabkan karena
busung lapar.
Memperhatikan laporan penelitian
dan pengalaman kejadian yang ada di Papua, maka alasan-alasan yang disampaikan
oleh pemerintah lokal maupun pusat menanggapi kematian massal saat ini terasa
tidak beralasan. Pemda menggunakan alasan ketidaktersediaan tenaga medis di
daerah-daerah terkena wabah busung lapar sebagai penyebabnya. Sementara Menko
Kesra membantah bahwa kelaparan di Papua bukan masalah kronis, melainkan
merujuk pada iklim yang tidak menentu (pancaroba) sebagai penyebabnya (Merdeka
Online, 3 April 2013)**.
Kedua bentuk alasan yang
dikemukakan di atas sangat tidak
bertanggungjawab, karena untuk penyakit busung lapar yang memerlukan waktu
perkembangan selama 6 bulan sebelum terjadi epidemik, seharusnya tenaga medis
sudah berada di daerah-daerah wabah. Pengurusan tenaga medis darurat harus
segera dilakukan untuk memprioritaskan penanganan wabah tsb. Sementara alasan
dari Menko Kesra menunjukkan bahwa pemerintah pusat tidak menindaklanjutkan
hasil penelitian yang dilakukan dan dipublikasikan pada tahun 2007 oleh Kementerian Pertanian untuk mengatasi
gejala topografi berbukit dengan curah hujan yang terlalu banyak sebagai
indikator menata strategi pangan dan asupan makanan bergizi di daerah berisiko
tinggi rawan gizi kronis tsb***.
Kejadian kematian massal kedua kali
di jaman Otsus menunjukkan ketidakseriusan pemerintah pusat dan pemerintah
lokal terhadap kondisi orang Papua asli di pedalaman. Kabupaten Tambrauw
terletak di Propinsi Papua Barat yang merupakan daerah target dari pendatang.
Laporan-laporan keberhasilan pembangunan yang dipublikasikan oleh pemerintah
daerah lebih banyak menunjukkan pelaksanaannya di pusat-pusat kota dan
kabupaten tetapi belum merata sampai ke pelosok-pelosok desa baik di Propinsi Papua Barat maupun di Papua.
Laporan selengkapnya bisa dilihat pada berita di bawah
ini:
*95 Orang Meninggal di Kwoor
Tambrauw
<http://www.papuapos.com/index.php/utama/item/1748-95-orang-meninggal-di-kwoor-tambrauw>
atau berita lengkapnya di bawah ini..
JAYAPURA [PAPOS] – Sekitar 95 orang, sebagian besar di
antaranya adalah anak- anak yang mendiami 3 kampung di Distrik Kwoor Kabupaten
Tambrauw, Papua Barat meninggal dunia akibat busung lapar dan wabah penyakit.
Tiga kampung yang terserang wabah itu di antaranya,
Kampung Baddei, Jokjoker dan Kasyefo. Ratusan warga tengah mengungsi ke Distrik
Sausapor, ibu kota Kabupaten Tambaruw guna mendapatkan perhatian dan pelayanan
kesehatan yang memadai.
Ketua LSM Belantara Provinsi Papua Barat, Abner Korwa
ketika dihubungi wartawan, Selasa petang membenarkan hal itu. Ia mengungkapkan,
telah terjadi kematian berturut-turut akibat busung lapar dan wabah penyakit
yang terjadi sejak Oktober 2012 lalu hingga saat ini.
Untuk mengecek kebenarannya, LSM Belantara membentuk
tim yang langsung turun bersama Kodim setempat dan menemukan kebenarannya di
lapangan. Menurut Abner, informasi ini diperoleh dari salah satu masyarakat
yang mendiami kampung tersebut yang kemudian ditindaklanjuti dan mendapati
bahwa memang benar kejadiannya.
Dari data yang diperoleh LSM Belantara, pada kampung
Bakti sekitar 15 anak berturut turut dalam 1-2 minggu meninggal dunia. “Setelah
kami cek kepada Kadis Kesehatan Tambrauw, hanya dijawab hal itu disebabkan karena
terbatasnya petugas kesehatan dan juga minimnya obat-obatan di daerah
tersebut,” ujarnya.
Awalnya penyakit berupa gatal, yang kemudian timbul
bengkak, bisul lalu panas tinggi, dan bila tidak cepat ditangani maka akan
menyebabkan meninggal dunia. Kebanyakan menimpa anak kecil yang masih berumur
10 tahun namun juga menjangkiti orang dewasa, katanya.
Saat ini penduduk yang berada di 3 kampung tersebut
juga dikabarkan telah mengungsi ke beberapa kampong. Abner menerangkan,
kejadian seperti ini disebabkan karena pelayanan kesehatan di Puskesmas Kwor
terbatas yang juga didukung kurangnya Infrastruktur jalan. Menempuh jarak
antarkampung bila berjalan kaki bisa memakan 3-5 hari di perjalanan.
Masyarakat saat ini sangat membutuhkan selimut,
makanan, makanan kemasan, susu, gula. Kemungkinan kekurangan darah dan begitu
kena panas badan gatal dan daya tahan tubuh rendah akhirnya tidak bisa
tertolong. Rata-rata yang meninggal anak-anak,” ungkapnya.
Di samping itu, masayarakat juga mengalami kesulitan
komunikasi dengan bahasa Indonesia sehingga pihaknya saat ini masih mencari
seseorang yang bisa menjadi penerjemah dengan menggunakan bahasa lokal untuk
menggali keterangan guna mengetahui penyebab kematian.
Tanggapan dari Pemda setempat, kata Abner, ini bukan
kejadian luar biasa, dimana Pemda mengklaim bahwa bukan wabah atau busung lapar
penyebab kematian mereka melainkan kurangnya petugas kesehatan di masing-masing
kampung.
Abner juga meminta, apabila hendak memberikan bantuan
jangan sampai salah karena masyarakat sudah mengungsi. “Masyarakat sudah
mengungsi ke arah pinggiran kota dengan jarak tempuh 1-2 hari jalan kaki ke
ibukota kabupaten. Kampung yang terkena wabah ini rata-rata tidak memiliki
akses jalan darat,” terangnya.
Dari informasi yang diterima dari Hans Mambrasar,
seorang penginjil di Kampung Bikar dan Lukas Yesnat, tokoh masyarakat Kampung
Kosyefo, rata-rata yang meninggal dunia adalah anak-anak yang masih minum ASI
dan sudah bisa jalan.
“Jenis bantuan yang dibutuhkan selimut, makanan
nutrisi kemasan, obat antibiotic, malaria, tetes mata, kassa, kapas, alcohol,
kapas verban, plester roll, betadine, garam beryodium,” ujar Hans.
Sementara mengenai busung lapar, dokter Cipto, Kabid
Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Papua Barat, memgemukakan, informasi yang
terdengar nampaknya harus diluruskan supaya tidak ada kesan terjadi situasi
chaos dan ada fakta.
“Besok (hari ini, red) tim dari Dinas kesehatan
Provinsi Papua Barat akan turun. Petugas kesehatan Tambrauw sudah mengecek.
Data terakhir dari lokasi yang kita ketahui, khsusus bayi dan balita hanya
kekurangan gizi,” tuturnya, saat dihubungi melalui telepon selulernya.
Ia membantah kebenaran informasi di Kabupaten Tambrauw
ada wabah penyakit hingga sampai pada kematian dan kesakitan dalam waktu yang
singkat. “Itu semua tidak benar. Hanya memang ada kesakitan dan beberapa
kematian. Itu bukan karena wabah penyakit, kami sementara ini masih
mengumpulkan datanya,” paparnya.
Disinggung mengenai pelayanan kesehatan di kampung
tersebut, dr. Cipto menjelaskan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tambrauw
sudah bertemu dengan Dinas Kesehatan Papua Barat secara langsung dan dari 7
Puskesmas, 6 Puskekmas terisi dokter namun alat penunjang kesehatan untuk
sementara memang diakui masih minim. “Namun bisa diperoleh bila mampu menempuh
jarak sepanjang 2-3 hari jalan kaki,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tidak benar terjadi
wabah busung lapar atau penyakit. “Laporan awal yang diperoleh bukan wabah
busung lapar atau penyakit,” tandasnya. [tom]
Terakhir diperbarui pada Rabu, 03 April 2013 01:06
**
*Menko Kesra
sebut kelaparan di Papua bukan masalah kronis
<http://m.merdeka.com/peristiwa/menko-kesra-sebut-kelaparan-di-papua-bukan-masalah-kronis.html>
3.
Wilayah Rawan
Pangan dan Gizi Kronis di Papua, Kalimantan Barat dan Jawa Timur dipublikasi
oleh Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian
Tahun 2007
<http://pse.litbang.deptan.go.id/pdffiles/tematik_Mewa_2007.pdf>
HASIL LIGA EUROPA: PESTA GOL ARSENAL DI STADION EMIRATES
BalasHapus