(Indonesia)
Tulang Patah untuk Kehidupan Papua
Cerita dari Rumah Papua di Santa Barbara, California
Versi bahasa Inggeris dari artikel ini dimuat pada blog saya lainnya
http://farsijanaforpizza.blogspot.com/2013/11/english-breaking- bones-for-life-of.html
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta
Catatan:
Tulisan yang sama dengan judul
Breaking Bones for the life of Papua. A story from Home of Papua in Santa Barbara, California
bisa dilihat pada blog saya yang berjudul
PIZZA (Peace Incredible Zoom Zone Authenticity)
http://farsijanaforpizza.blogspot.com/2013/11/english-breaking-bones-for-life-of.html
Saya menulis cerita ini dari Santa Barbara di ruang yang
dipanggil "Papua" oleh teman-teman kami, Charles dan Katherine Farhardian pemilik
rumah yang hangat dan penuh kasih sayang setelah tinggal selama pemulihan
kami dari kecelakaan mobil. Kami
diundang oleh Westmont College untuk memberikan beberapa kuliah selama The week
of awareness of interfaith activism yang
dicanangkan pada sekolah tsb. Mereka
telah menyiapkan hotel yang terbaik di Santa Barbara untuk kami tinggal, yaitu Mentecito Inn yang pernah kami tinggal di sana ketika mengunjungi
Westmont College tahun 2006 untuk juga memberikan perkuliahan di sini. Tetapi
kami memutuskan tinggal di rumah mereka karena selama saya sakit, pak Bernie
yang bisa meneruskan komitmen menyampaikan perkuliahan.
Saya sebenarnya harus menunggu untuk menulis surat ini
kepada keluarga dan teman-teman saya di Indonesia, di Amerika Serikat dan di
mana-mana. Ketika saya masih di rumah sakit Ventura County Medical Center, Pak
Bernie sudah berkomunikasi dengan keluarga dan gereja Presbyterian Church di
Louisville, yang mendukung kerja kami di Indonesia. Pimpinan gereja telah
menulis surat, bertelepon untuk menyampaikan
simpati dan dukungan mereka kepada kami.
Kemarin menjelang malam saya berbicara dengan Pdt Marry Ellen dari First
Presbyterian Berkeley, California. Saya
juga telah membalas message dari Kurnia Widiastuti, mahasiswi ICRS Yogya yang
mengirimkan email dengan dokumen attachment terkait dengan dua makalah yang akan
diuji pada komprehensif di ICRS Yogyakarta.
Saya menjawab berita pesan kepadanya bahwa saya belum bisa membaca
dokumennya karena baru keluar dari rumah sakit sesudah kecelakaan mobil yang
dikendali oleh suami saya, pak Bernie. Bu Nia Widiastuti kemudian menyebarkan
pesan saya singkat kepada jejaring di ICRS Yogya. Teman-teman menelepon pak
Bernie dan menulis surat dukungan simpati kepada kami.
Saya memutuskan menulis sepotong kepada teman-teman karena
setiap perjalanan kami ke mana-mana selama saya mempunyai smartphone, saya
posting di Facebook. Saya bisa duduk selama 30 menit tetapi harus segera
berjalan mengintari rumah karena pada tubuh saya sekarang ini diberikan tameng/perisai untuk menutup dari seluruh
badan bagian atas. Kekuatan untuk
menulis datang terutama pagi ini ketika saya bangun. Saya sadar kehidupan saya yang dilindungi
Tuhan sungguh tidak seberapa dengan kematian yang terjadi di kalangan saudara/i
saya di Papua. Sebelum tidur tadi malam
saya membaca buku The Testimony Project Papua yang disunting oleh Charles
Farhardian. Sangat sulit membaca buku
dengan saya menggunakan bantal tipis di kepala. Ada dua tulang saya yang retak
dipunggung belakang, pertama disebut T 11 yang berarti bagian hampir paling
rendah dari bagian thoracic yaitu tulang punggung dan kedua disebut L 4 yang
adalah singkatan dari lumbar spinal. Untuk jelasnya saya ikutkan keterangan
dari wikipedia <Human Vertebral Colum>
atau bisa dibaca pada Post Accident Thoraco-Lumbar Spinal
Disc Injuries T 11 – L 4
Sampai sekarang di tangan kiri saya ada laminating hospital
braclet yang mencantumkan nama saya ketika di bawa ke rumah sakit Ventura County Medical Center, Pusat trauma
pada jam 23:12 AM pada tanggal 4 November 2013. Mobil yang dikendarai pak
Bernie dengan saya yang sedang tertidur di sampingnya mengalami kecelakaan kira-kira
jam 10 malam. Ketika itu kami baru selesai mengajar di kelas Prof. Roberta King
terkait dengan musik perdamaian yang menghimpun Kristen dan Islam terlibat
dalam perdamaian di Indonesia. Beberapa tahun lalu, Roberta King melakukan
workshop tentang Islam dan Kristen untuk perdamaian melalui music dan lagu yang
bekerja sama dengan ICRS Yogya
Silahkan lihat informasi tentang Song of Peace
http://www.songsforpeaceproject.org/participants/dr-farsijana-adeney-risakotta
http://www.songsforpeaceproject.org/participants/dr-farsijana-adeney-risakotta
Pada hari Senin itu memang kegiatan kami sangat padat,
selain pertemuan dengan pemimpinan Universitas dan Dekan Fakultas Teologi, pak
Bernie memberikan kuliah untuk S3 dan S2 di Fuller Theological Seminary.
Malam-malam kami memutuskan menuju ke Santa Barbara, karena besok paginya kami
harus memberikan kuliah di Westmont College. Dan malam itu, kecelakaan terjadi.
Mobil kami menabrak pembatas jalan di high way yang berakibatkan mobil
berguling berputar sebelum akhirnya menambrak gundukan tanah diseberang jalan
tsb. Saya tidak ingat apa-apa, kecuali diceritakan pak Bernie kembali sesudah
kejadian tersbt karena pada saat itu saya sedang tertidur mendalam. Saya
dibangunkan dengan suara pak Bernie dan elusan di tangan saya katanya: “Honey
we have to get out because there is a fire under our car”. Pak Bernie membantu
melepaskan seat belt saya kemudian bertanya di mana kacamatanya. Saya
menunjukkan kacamata yang ada dibawah tempat duduk sopir, ternyata itu adalah
kacamata saya. Pak Bernie tinggalkan mobil kami tanpa kacamatanya.
Kami kemudian ditemanin oleh dua orang pemuda gagah yang bertubuh
kekar berhenti dengan trucknya untuk mengingatkan kami keluar dari mobil
dan menemani kami sampai Polisi, Fireman dan Ambulance yang ditelpon mereka
datang. Saya minta air dari mereka yang kemudian memberikannya kepada saya. Tidak ada kecelakaan lain karena jalan sepi.
Polisi memeriksa dengan teliti pak Bernie dan tidak ada yang dipersoalkan.
Syukur kepada Tuhan, ketika mobil disewa, pak Bernie mengubah pembayaran dengan
credit card yang memberikan asuransi kepada mobil yang disewa. Sekarang kami dalam
pengurusan dengan agensi mobil dan asuransi sehingga mobil tersebut bisa
dibayar dari fasilitas Citibank. Perawatan di rumah sakit dan kamar darurat
juga ditangani oleh asuransi.
Dokter kepala tim operasi datang kepada saya mengatakan
bahwa mereka tidak punya obat untuk menyembuhkan saya sesudah brace dipasang.
Dokter datang jam 7 malam dan katakan saya bisa pulang untuk istirahat lebih
baik. Dalam dua hari setengah sejak di
kamar darurat, saya dilayani dengan sangat cepat dan baik sekali. Tiga macam CTScan
dilakukan dan beberapa foto rotgen serta test darah. Indikasi tentang Pankreas
yang kena luka dari kecelakaan tidak terbukti sesudah test darah. Syukur saya
dalam kondisi sehat ketika kecelakaan terjadi. Dokter dan terapis sangat
optimis dengan kecepatan dari kesembuhan tubuh saya karena saya tidak merokok dan minum minuman keras.
Mereka sangat bersyukur karena saya punya kemauan untuk melatih diri saya
sesudah brace siap dan dipasang pada tubuh saya. Manfaat dari jogging, latihan
olah otot dan yoga yang saya lakukan setiap hari terasa sekarang karena saya
harus kuatkan tulang belakang saya untuk berada dalam posisi tegak juga ketika
harus ke kamar kecil. Lutut yang dibengkokan harus dijaga secara seimbang
sehingga tubuh saya tidak dalam keadaan membungkuk. Tubuh saya sangat ringan ketika saya dibawa
oleh perawat masuk ke CT Scanner atau dipindahkan ke atas tempat tidur di
ruangan rumah sakit.
Tetapi pada tubuh kecil munggil ini ada kekuatan dari Tuhan Yesus Kristus yang tidak pernah meninggalkan saya. Kekuatan saya adalah kekuataan dariNya. Menghayati petaka dan tragedi dari kacamata iman, saya sungguh melihat penderitaan orang lain yang kesaksiannya saya tidak pernah tahu sampai akhirnya saya membaca di ruang Papua di rumah ini.
Sekarang penderitaan itu, tulang yang remuk ada pada diri saya, seperti orang Papua yang sudah banyak meninggal. Ketika seorang therapis datang untuk menggambar brace saya, ia harus mengambil ukuran tubuh saya. Saya dibaringkan di atas tempat tidur di temanin oleh seorang jururawat dan suami. Ia mengambil secara terperinci ukuran tsb yang darinya sebuah brace dibuat. Ketika saya sedang diambilkan ukuran saya katakan kepadanya bahwa enam bulan lalu saya mengambil ukuran tubuh sendiri untuk membuat karya seni berjudul Penari Keadilan. Karya tersebut dipamerkan pada tanggal 21-29 Mei 2013 di Bentara Budaya Yogya. Penari Keadilan adalah karya seni saya yang dibuat dari wire. Penari Kehidupan menari dengan kaca pada bagian muka dan belakang dari kedua tangannya. Pada bagian depan dari posisi jantung saya letakkan kaca dan juga dibelakangnya. Pada bagian yang paling bawah dari pinggiran roknya saya pasangkan simbol perdamaian. Penari Keadilan tidak punya muka, baik bagian depan dan belakang sama. Penari kehidupan menari sedang selendang wire yang tidak terputus membentuk gelombang keadilan untuk semua orang tahu tentang keprihatinan dalam dirinya.
Dokter datang memberitahu saya bisa pulang sesudah dua hari di rumah sakit |
Tetapi pada tubuh kecil munggil ini ada kekuatan dari Tuhan Yesus Kristus yang tidak pernah meninggalkan saya. Kekuatan saya adalah kekuataan dariNya. Menghayati petaka dan tragedi dari kacamata iman, saya sungguh melihat penderitaan orang lain yang kesaksiannya saya tidak pernah tahu sampai akhirnya saya membaca di ruang Papua di rumah ini.
Sekarang penderitaan itu, tulang yang remuk ada pada diri saya, seperti orang Papua yang sudah banyak meninggal. Ketika seorang therapis datang untuk menggambar brace saya, ia harus mengambil ukuran tubuh saya. Saya dibaringkan di atas tempat tidur di temanin oleh seorang jururawat dan suami. Ia mengambil secara terperinci ukuran tsb yang darinya sebuah brace dibuat. Ketika saya sedang diambilkan ukuran saya katakan kepadanya bahwa enam bulan lalu saya mengambil ukuran tubuh sendiri untuk membuat karya seni berjudul Penari Keadilan. Karya tersebut dipamerkan pada tanggal 21-29 Mei 2013 di Bentara Budaya Yogya. Penari Keadilan adalah karya seni saya yang dibuat dari wire. Penari Kehidupan menari dengan kaca pada bagian muka dan belakang dari kedua tangannya. Pada bagian depan dari posisi jantung saya letakkan kaca dan juga dibelakangnya. Pada bagian yang paling bawah dari pinggiran roknya saya pasangkan simbol perdamaian. Penari Keadilan tidak punya muka, baik bagian depan dan belakang sama. Penari kehidupan menari sedang selendang wire yang tidak terputus membentuk gelombang keadilan untuk semua orang tahu tentang keprihatinan dalam dirinya.
Silahkan lihat
Dancer of Justice
http://www.pinterest.com/pin/535083999447586334
Sekarang saya sedang menggunakan brace.
Tentang brace bisa dilihat pada penjelasan yang tersedia
"Orthosis" (brace) http://en.wikipedia.org/wiki/Kyphosis
Bertubuh brace saya merasa seperti sedang melakonkan ketidakadilan yang sedang dialami oleh orang-orang asli Papua karena tanah mereka yang kaya tetapi jiwa-jiwa mereka sengaja dipinggirkan dimatikan untuk kehidupan yang disebut pembangunan dan kemajuan.
Tubuh saya sekarang ini bukan hanya suatu karya seni tetapi tubuh yang retak dan rapuh seperti tubuh dari saudara/i Papua saya yang berada dalam kesakitan lama. Tuhan sedang mempersiapkan saya di rumah Papua di California untuk bersama dengan mereka disembuhkan oleh Tuhan Yesus sendiri seperti dikatakan dalam Kitab Titus 3:5 “Tuhan menyelamatkan kami bukan karena kebenaran apa yang sudah kita lakukan, tetapi karena kemurahanNya sendiri. Tuhan menyelamatkan kami dengan membasuh kelahiran baru dan pembaharuan Roh Kudus yang dicurahkan kepada kita dengan sangat kebaikan yang luar biasa melalui Yesus Kristus, penyelamat kami.
Saya keluar dari rumah sakit menggunakan tameng (brace) |
Sekarang saya sedang menggunakan brace.
Tentang brace bisa dilihat pada penjelasan yang tersedia
"Orthosis" (brace) http://en.wikipedia.org/wiki/Kyphosis
Bertubuh brace saya merasa seperti sedang melakonkan ketidakadilan yang sedang dialami oleh orang-orang asli Papua karena tanah mereka yang kaya tetapi jiwa-jiwa mereka sengaja dipinggirkan dimatikan untuk kehidupan yang disebut pembangunan dan kemajuan.
Tubuh saya sekarang ini bukan hanya suatu karya seni tetapi tubuh yang retak dan rapuh seperti tubuh dari saudara/i Papua saya yang berada dalam kesakitan lama. Tuhan sedang mempersiapkan saya di rumah Papua di California untuk bersama dengan mereka disembuhkan oleh Tuhan Yesus sendiri seperti dikatakan dalam Kitab Titus 3:5 “Tuhan menyelamatkan kami bukan karena kebenaran apa yang sudah kita lakukan, tetapi karena kemurahanNya sendiri. Tuhan menyelamatkan kami dengan membasuh kelahiran baru dan pembaharuan Roh Kudus yang dicurahkan kepada kita dengan sangat kebaikan yang luar biasa melalui Yesus Kristus, penyelamat kami.
Besok kami pulang ke Boston. Sejak kemarin saya berlatih
menggunakan brace selama 4 jam, hari ini saya bersyukur saya bisa menambah
sampai 7-8 jam supaya perjalanan dengan pesawat ke Boston bisa dilakukan karena
saya sudah berlatih diri untuk waktu lama bernafas dengan brace. Saya mohon doa
dari keluarga dan teman-teman sehingga perjalanan pulang diberkati Tuhan dan
saya dikuatkan dalam ketenangan dan ucapan syukur untuk peristiwa yang menimpa
saya saat ini. Baik pak Bernie dan saya
berterima kasih kepada keluarga dan teman-teman untuk dukungan simpati kepada
kami. Kiranya pengalaman iman saya bisa juga menguatkan kita semua untuk tetap
berjalan setia dengan Tuhan dalam penderitaan yang kita hadapi.
Salam kasih dan doa
Farsijana Adeney-Risakotta
Tulisan yang sama dengan judul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar