Apa yang terjadi pada 1 Desember di Papua?
Oleh Farsijana Adeney-Risakotta
Pagi ini saya mempublikasi dua pengumuman pada
page “Petisi Warganegara NKRI untuk Papua”. Saya mengutip kedua pengumuman
tersebut.
Pengumuman pertama berbunyi:
Selamat pagi
saudara-saudari pendukung “Petisi Warganegara NKRI untuk Papua”. Salam amalulukee.
Sekalipun ada perbedaan waktu sekitar 12 jam di antara East Coast Time, pantai bagian timur dengan Indonesia Bagian Barat, dalam 24 jam pada tanggal 1 Desember 2013, Petisi Warganegara NKRI untuk Papua menyampaikan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena perayaan ucapan syukur HUT Papua bisa berjalan di tanah Papua tanpa mengakibatkan korban pada masyarakat sipil. Untuk itu “Petisi Warganegara NKRI untuk Papua” menyampaikan terima kasih kepada pemimpin daerah, terutama Ketua DPRD Papua, Pangdam VII/Cendrawasih, Kapolda Papua, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat untuk mengendalikan warga sipil sehingga perayaan syukur bisa dilakukan dalam keadaan aman dan penuh sukacita. Dengan adanya kondisi yang aman dan terkendali, diharapkan upaya masyarakat untuk membangun dialog dengan pemerintah daerah dan pusat terkait dengan aspirasi orang asli Papua bisa diupayakan dengan bijaksana dan adil. Salam solidaritas Papua untuk NKRI.
Sekalipun ada perbedaan waktu sekitar 12 jam di antara East Coast Time, pantai bagian timur dengan Indonesia Bagian Barat, dalam 24 jam pada tanggal 1 Desember 2013, Petisi Warganegara NKRI untuk Papua menyampaikan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena perayaan ucapan syukur HUT Papua bisa berjalan di tanah Papua tanpa mengakibatkan korban pada masyarakat sipil. Untuk itu “Petisi Warganegara NKRI untuk Papua” menyampaikan terima kasih kepada pemimpin daerah, terutama Ketua DPRD Papua, Pangdam VII/Cendrawasih, Kapolda Papua, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat untuk mengendalikan warga sipil sehingga perayaan syukur bisa dilakukan dalam keadaan aman dan penuh sukacita. Dengan adanya kondisi yang aman dan terkendali, diharapkan upaya masyarakat untuk membangun dialog dengan pemerintah daerah dan pusat terkait dengan aspirasi orang asli Papua bisa diupayakan dengan bijaksana dan adil. Salam solidaritas Papua untuk NKRI.
Penghargaan:
“Petisi Warganegara NKRI untuk Papua” menyampaikan penghargaan kepada Media online, The Global Review, Pemandu Informasi Perkembangan Dunia yang berkantor di DARIA Building Suite 402 Jl. Iskandarsyah Raya, No. 7 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang telah menggunakan logo “Petisi Warganegara NKRI untuk Papua” dalam pemberitaan dengan judul “Kepentingan Nasional, HUT Papua Campur Tangan Spionase Asing Ancaman Terhadap Keutuhan NKRI”. Laporan ini diterbitkan pada tanggal 27-11-2013 oleh Sulendro, sebagai pengamat politik dan demokrasi. Kiranya penggunaan logo “Petisi Warganegara NKRI untuk Papua” sekaligus adalah pengakuan tentang upaya forum Petisi Warganegara NKRI untuk Papua dalam menegakkan keadilan dan perdamaian di tanah Papua. Prinsip-prinsip keadilan dan perdamaian adalah tertulis dalam Pancasila, UUD 1945 dan UU Otsus Papua (UU Nomor 21 tahun 2001). Suara keadilan dari orang asli Papua terutama mereka yang berada di tanah Papua, mereka yang berjuang bersama rakyat untuk menegakkan keadilan dan perdamaian harus didengar oleh pemerintah dan seluruh warganegara Indonesia. Kepeloporan Indonesia dalam penegakaan keadilan dan perdamaian di tanah Papua akan diuji oleh baik oleh orang asli Papua, sesama warganegara Indonesia maupun di mata dunia internasional. Kiranya upaya bersama untuk saling mengingatkan dan mendorong tercapainya keadilan dan perdamaian di tanah Papua dilakukan dengan hati yang tulus dan kemauan bersama untuk memberikan hak-hak dasar kehidupan dijalankan oleh orang asli Papua menurut kebijakan dan pemberdayaan yang sedang dibangun bersama di tanah Papua. Partisipasi orang asli Papua adalah kunci terhadap penegakanan keadilan dan perdamaian di tanah Papua.
Petisi Warganegara NKRI untuk Papua menyampaikan terima kasih kepada sesama warganegara NKRI yang telah mendukung gerakan penegakan keadilan dan perdamaian ini. Salam amalulukee (Farsijana Adeney-Risakotta).
Link ke berita online dari The Global Review bisa dilihat pada portal
“Petisi Warganegara NKRI untuk Papua” menyampaikan penghargaan kepada Media online, The Global Review, Pemandu Informasi Perkembangan Dunia yang berkantor di DARIA Building Suite 402 Jl. Iskandarsyah Raya, No. 7 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang telah menggunakan logo “Petisi Warganegara NKRI untuk Papua” dalam pemberitaan dengan judul “Kepentingan Nasional, HUT Papua Campur Tangan Spionase Asing Ancaman Terhadap Keutuhan NKRI”. Laporan ini diterbitkan pada tanggal 27-11-2013 oleh Sulendro, sebagai pengamat politik dan demokrasi. Kiranya penggunaan logo “Petisi Warganegara NKRI untuk Papua” sekaligus adalah pengakuan tentang upaya forum Petisi Warganegara NKRI untuk Papua dalam menegakkan keadilan dan perdamaian di tanah Papua. Prinsip-prinsip keadilan dan perdamaian adalah tertulis dalam Pancasila, UUD 1945 dan UU Otsus Papua (UU Nomor 21 tahun 2001). Suara keadilan dari orang asli Papua terutama mereka yang berada di tanah Papua, mereka yang berjuang bersama rakyat untuk menegakkan keadilan dan perdamaian harus didengar oleh pemerintah dan seluruh warganegara Indonesia. Kepeloporan Indonesia dalam penegakaan keadilan dan perdamaian di tanah Papua akan diuji oleh baik oleh orang asli Papua, sesama warganegara Indonesia maupun di mata dunia internasional. Kiranya upaya bersama untuk saling mengingatkan dan mendorong tercapainya keadilan dan perdamaian di tanah Papua dilakukan dengan hati yang tulus dan kemauan bersama untuk memberikan hak-hak dasar kehidupan dijalankan oleh orang asli Papua menurut kebijakan dan pemberdayaan yang sedang dibangun bersama di tanah Papua. Partisipasi orang asli Papua adalah kunci terhadap penegakanan keadilan dan perdamaian di tanah Papua.
Petisi Warganegara NKRI untuk Papua menyampaikan terima kasih kepada sesama warganegara NKRI yang telah mendukung gerakan penegakan keadilan dan perdamaian ini. Salam amalulukee (Farsijana Adeney-Risakotta).
Link ke berita online dari The Global Review bisa dilihat pada portal
http://www.theglobal.review.com/content_detail.php?lang=id&id=14024&type=108#.UpspKhA-ZIY
Sesudah kedua pengumuman tersebut saya
publikasikan, muncul pertanyaan dalam diri saya. Saya bertanya: “Apa yang
terjadi dengan 1 Desember di Papua? Saya
mengikuti berita tentang tanggal 1 Desember 2013 di Papua di mana masyarakat
dilarang mengibarkan bendera Bintang Kejora.
Dari berbagai media online, saya membaca tentang upaya pemerintah lokal,
tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat melarang warga untuk menaikkan
bendera Bintang Kejora. Upaya ini bisa
mencegah terjadinya kekerasan seperti penembakan yang sudah disampaikan oleh
polisi apabila bendera Bintang Kejora dinaikkan. Kebijakan dari tokoh-tokoh
Papua sangat dihargai terutama untuk menghindari adanya korban kekerasan dari
kalangan masyarakat sipil.
Tetapi apakah dengan demikian kita
berhenti untuk bertanya tentang apa yang terjadi, dan apa yang kita ketahui
tentang tanggal 1 Desember di tanah Papua? Kita hidup dalam alam demokrasi
sebagai hasil dari gerakan Reformasi,
berbagai catatan sejarah yang dulu tidak bisa diketahui oleh masyarakat
Indonesia sekarang akhirnya bisa dibaca secara luas. Peristiwa Gerakan 30
September 1965, yang diikuti oleh pembasmian pengikut PKI telah berdampak bagi
kehidupan bersama di dalam negara RI. Sejarah digali kembali untuk mengerti
bagaimana kekerasan yang terjadi di Indonesia untuk periode yang lama terkait
dengan pemberantasan antek-antek komunis. Ada banyak pelajaran yang bisa
dibangun dari penelitian-penelitian yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia
sendiri untuk mengupayakan rekonsiliasi nasional
sesudah ratusan ribu orang Indonesia dibunuh dari kampanye anti komunis. Bersama dengan para ahli-ahli dari luar
Indonesia, orang-orang Indonesia mendapat dukungan dari pemerintah untuk
membahas peristiwa kekerasan yang melanda Indonesia.
Bertolak dari keterbukaan Indonesia
itulah, saya ingin meneruskan keinginan
tahu saya tentang apa yang terjadi pada tanggal 1 Desember di Papua. Pertama-tama saya ke Wikipedia untuk mencari
tahu apa yang tertulis di sana. Penjelasan yang saya peroleh adalah dari
Wikipedia berbahasa Inggeris terkait dengan penjelasan tanggal 1 Desember di
mana bendera bintang kejora dinaikan selama setahun yaitu dari tanggal 1
Desember 1961- 1 Desember 1962. Penaikan bendera Bintang Kejora pada tanggal 1
Desember 1961 karena pada tanggal itu,
Pemerintah Belanda mengijinkan penaikan bendera Papua Baru berdampingan
dengan bendera Belanda di Papua Baru. Alasan pengibaran bendera Papua Baru
disebabkan karena pada saat itu pemerintah Belanda telah mempersiapkan Papua
untuk menjadi negara yang merdeka. Papua yang pada waktu itu bernama Holandia,
adalah satu-satunya daerah yang masih dijajah oleh Belanda sesudah perang dunia
ke-2.
Holandia adalah daerah yang tidak
berbeda dari teritori daerah Belanda lainnya, yaitu the Dutch East Indies
(Indonesia) yang keduanya adalah daerah jajahan Jepang. Perang dunia II yang
dimenangkan oleh Sekutu (NATO)
menyebabkan Jepang kalah. Indonesia yang sudah dipersiapkan Jepang
mengumumkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Tetapi Belanda kembali
diboncengkan oleh NICA dan menduduki Holandia dari tahun 1945-1962. Dari Holandia inilah Belanda melakukan
berbagai upaya untuk kembali menguasai Indonesia yang dihadapi dengan perang
revolusi oleh Indonesia sampai Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada tahun
1949. Sejak tahun 1949 sampai dengan 1961, Belanda meneruskan menjajah Holandia atau Papua.
Pada tulisan saya berjudul “Kilas Balik
1 Mei 1963, “Irian Barat” (Papua) diserahkan Belanda kepada Indonesia”, yang
dipublikasikan pada tanggal 29 April 2013 menunjukkan bahwa negara Holandia
yang didirikan Belanda adalah negara boneka. Belanda memutuskan untuk
mendirikan negara Papua Baru karena tekanan yang diberikan oleh pemerintah RI,
yaitu Soekarno yang berpidato pada Forum PBB tanggal 30 September
1960. Pidato Presiden Soekarno dan
diplomasi bilateralnya ternyata tidak berhasil karena pada persidangan PBB
tahun 1961 Belanda mengumumkan berdirinya negara Papua Baru. Sejarah mencatat bahwa hanya berselang 19
hari sesudah negara boneka Papua Baru berdiri, Presiden Soekarno membentuk
operasi Trikora (Tri Komando Rakyat). Operasi ini berlangsung selama kurang
lebih 8 bulan karena pada tanggal 15 Agustus 1961, Belanda menyerahkan
Indonesia kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Papua dalam
kendali UNTEA ketika Belanda menandatangi New York Agreement pada tanggal 15 Agustus 1962. Sejak tanggal 15 Agustus 1962 sampai tanggal 1
Mei 1963, UNTEA bertugas untuk membangun Holandia. Dana pembangunan diberikan
oleh Belanda sebesar $30 juta. Kewajiban Indonesia untuk memberikan dana
sebesar pemberian Belanda dibayarkan pada tahun 1968 ketika Indonesia masuk
kembali menjadi anggota PBB.
Menarik untuk dicatat tentang keberanian
Soekarno melakukan perang Trikora didukung oleh kepiawaian Soekarno dalam meloby
Presiden Kennedy. Sesudah menghadiri Forum PBB tanggal 30 September 1960,
Presiden Soekarno menggunakan kesempatan yang pada saat di Amerika Serikat
untuk mengunjungi Presiden Kennedy yang pada waktu itu sedang sakit. Menurut
Nicolaus Joouwe kedatangan Soekarno mengagetkan Presiden Kennedy yang kemudian
berjanji akan menyerahkan Holandia kepada Indonesia.
Kemenangan operasi infrantri pasukan
Trikora yang diluncurkan di Yogyakarta tanggal 19 Desember 1961 disebabkan
karena Belanda kehilangan dukungan dari Amerika Serikat, Inggris dan Australia
sebagai akibat dari janji Kennedy kepada Soekarno. Hilangnya dukungan dari negara-negara sekutu,
negara Belanda yang masih terus membangun sesudah perang dunia ke-2, dan
perubahan strategi perang Indonesia dari operasi Trikora ke Operasi Jayawijaya
yang didukung oleh persenjataan perang dari Uni Soviet mendorong Belanda untuk
menandatangani New York Agreement pada tanggal 15 Agustus 1961. UNTEA
mempersiapkan masyarakat Papua melakukan penentuan pendapat selambat-lambatnya
tahun 1969. Saat ini orang asli Papua mempersoalkan representasi Papua pada
Pepera 1969 karena cara pengumpulan pendapat menggunakan kesepakatan musyawarah
mufakat. Keberpihakan Amerika Serikat
kepada Indonesia untuk mencegah keterlibatan USSR yang lebih dulu terlibat
dalam penandatanganan kontrak tambang di Papua.
Dengan penggambaran di atas, semakin
kuat kepada kita semua tentang peran Papua yang sangat penting bagi negara-negara
adi dunia, seperti Uni Soviet dan Amerika Serikat. Persetujuan Presiden Kennedy
untuk memberikan Papua kepada Indonesia sesuai dengan loby dari Presiden
Soekarno dilatarbelakangi oleh upaya untuk menghentikan kerjasama antara
Soekarno dengan blok Komunis seperti Uni Soviet dan Cina. Hanya 7 bulan sesudah Amerika Serikat
terlibat dalam penyerahan Papua kepada Indonesia sebagaimana dicatat dalam New
York Agreement, Presiden Kennedy dibunuh tanggal 22 November 1963 di Dallas, Texas, Amerika Serikat.
Referensi:
2.
Nicolas Jouwe, “Kisah Hidup Tokoh-Tokoh Papua, penyunting
Charles Farhardian (West Papua: Deiyai, 2007, hal.226)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar