Bedanya Gubernur Ahok
dengan Romo Mangun
Oleh Farsijana
Adeney-Risakotta*)
Dua ilustrasi
tentang pemukiman kumuh yang harus dibersihkan demi pembangunan kota bisa
diamati di Yogyakarta dan di Jakarta.
Di era tahun
1970an, Romo Mangun mempertahankan penduduk di sekitar kali Code untuk tetap
hidup di sana. Romo Mangun tinggal bersama mereka. Kegiatan-kegiatan
pemberdayaan masyarakat kali Code dilakukan dengan sabar sehingga memberikan
inspirasi terhadap situasi saat ini. Di era abad 20, kali Code telah menikmati
peningkatan kualitas warganya. Paguyuban-paguyuban terbentuk berdasarkan asas
partisipasi warga untuk terlibat merencanakan pembangunan di daerah mereka.
Wisata kali diorganisir oleh warga sendiri.
Pariwisata
sebagai andalan Yogyakarta juga dinikmati oleh warga di pinggiran kali Code.
Mereka menghijaukan ruas-ruas kali bukan karena mau dikunjungi oleh wisatawan
tetapi karena mereka mencintai air yang setiap tahun membanjir rumah mereka.
Mereka percaya apabila hidupnya bertanggungjawab dengan alam mereka akan
diberkati. Banjir badang dari gunung Merapi dihadapi dengan ketaatan untuk
menjaga lingkungan sekitar dari gaya hidup masa bodoh membuang sampah
sembarang. Warga miskin telah menunjukkan haknya untuk hidup termasuk menjaga
lingkungan di sekitar. Ritual pencucian
kali “merti kali” menjadi bagian dari kehidupan warga sehari-hari dengan
puncaknya pada kegiatan yang memberikan makna suci kepada kehidupan mereka
dilakukan setahun sekali. Orang-orang datang dari mana-mana untuk menghayati
kehidupan dari kesatuan manusia dengan alam semesta yang membuat mereka saling
berinteraksi dengan mendalam, penuh penghormatan dan cinta kasih.
Di belahan dunia
lain, di pusat negara, di Jakarta yang dikagumi oleh semua anak bangsa. Berita pilu dari televisi, pengusuran
dilakukan kepada warga di kampung nelayan di Luar Batang, di Jakarta
Utara. Efek media telah merobek hati
saya. Lebih dari 4000 orang menangisi tanah yang sudah lama mereka hidup di
atasnya. Penegak hukum, mereka yang berseragam atas nama negara datang untuk
melenyapkan jejak warga miskin di sana. Hanya dalam beberapa jam, sejarah
kampung menjadi puing-puing seperti ingatan yang dirobek-robek demi pembangunan
ibu kota. Jakarta dimanakah hati nuranimu?
Orang-orang
Jakarta diam karena mereka yang digusur adalah warga lemah secara hukum. Ribuan
orang adalah penghuni liar di Jakarta. Dikatakan oleh pejabat berwenang,
sekitar 300 orang sudah mendapat akses ke rumah susun yang disiapkan pemerintah
kota Jakarta. Kemanakah ribuan orang lain yang pergi pada saat itu? Jakarta
semakin kejam untuk anak bangsanya sendiri?
Padahal warga miskin ini adalah penduduk asli. Saking merasa orang asli
urusan pembuatan KTP dihiraukan. Siapakah yang hendak mengusir mereka dari
tanah airnya sendiri? Keyakinan itu patah ketika aparat pemerintah melihat sisi
peluang dari kelemahan identitas politik warga untuk dengan mudah diusir dari
tanah miliknya sendiri.
Gubernur Ahok
memang bukan Romo Mangun. Ketika warga Code akan digusur mereka juga belum
mempunyai KTP. Tetapi Romo Mangun berada bersama mereka di sana. Seorang
pastor, tidak menggunakan bahasa agama untuk membela orang miskin. Tindakannya
adalah bahasa iman yang dilakukan langsung untuk membela orang miskin. Gubernur
Ahok sering mengutip ajaran kekristenan, termasuk mengutip cerita-cerita dari
Alkitab seperti Yesus yang memporakporanda bait suci sebagai reaksinya terhadap
kezaliman, korupsi dari para pejabat pada saat itu. Tetapi Gubernur Ahok lupa
apa yang dilakukan oleh Romo Mangun untuk melindungi orang miskin dari
egosentrik kekuasan dominan yang menginginkan tanah di mana mereka hidup.
Tanah adalah
tempat yang paling sentral dari hak dasar manusia untuk hidup. Pada tanah ada
keterikatan sosial di mana warga saling mendukung untuk menguatkan kehidupan
mereka dari hari ke hari. Mengapa baru sekarang pinggiran kota Jakarta menjadi
cerminan wajah Jakarta? Mengapa baru sekarang sungai Ciliwung menjadi citra
kota Jakarta? Citra kota Jakarta untuk mereka yang kaya dan kuat telah
menggusur kaum lemah yang juga turut membangun ibu kota negara. Apakah ini
wajah pembangunan bangsa ke depan? Kemanakah semangat Romo Mangun, arsitek
humanis yang telah menegakkan orang miskin di Yogyakarta menjadi bagian dari
kota Yogyakarta yang humanis? Jakarta bisakah engkau mengembalikan dirimu menjadi
ibu kota negara yang humanis?
*) Pendiri
Yayasan Griya Jati Rasa. Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Kreatifitas Bangsa
untuk Keadilan dan Perdamaian. Tinggal di Yogyakarta.