Translate

Sabtu, 11 Februari 2012

Kelahiran dan Kematian


                                                   Kelahiran dan kematian
                                             Oleh:   Farsijana Adeney-Risakotta

Saya hari ini 47 tahun.  Penjumlahan 4 dan 7 adalah 11. Tanggal 11 adalah tanggal yang penting dalam hidup saya. Dulu ketika ayahanda meninggal pada tanggal 11 Oktober 1989, saya tahu tanggal 11 adalah hari kelahiran sekaligus hari kematian yang selalu akan saya ingat dalam hidup ini. 23 tahun kemudian, saat ini, pada tanggal 11 Februari 2012, saya benar-benar merasakan kematian sesudah adik terkasih, John Franklin Christian Risakotta meninggal dengan mendadak pada hari Senin Kliwon tanggal 6 Februari 2012. Mungkin benar apa yang dikatakan Firman: "..dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran" (Pengkhotbah 7:1b).

John mengatakan kepada istrinya, Titik Lestari, bahwa mereka akan membeli hadiah dan memberikan kepada saya di HUT ini. Minggu ini kami sekeluarga telah menerima hadiah yang paling termanis dari adik John. Ia meninggalkan mukanya yang tersenyum, dalam tidur yang nyenyak, seolah sedang menikmatinya kemudian akan bangun. John memberikan hadiah yang paling penting dalam hidup saya. 

Kematian adalah milik Tuhan, Allah, sang Pencipta. Manusia ketika dilahirkan, ia sudah menerima tanda sekaligus waktu yang tepat untuk dipanggil pulang kepadaNya. Tidak ada seorangpun mengerti kapan waktunya tiba, hanya Allah yang tahu. Hari kelahiran dan kematian tidak bisa satu orangpun menawarkannya. Mempersiapkannya dengan baik adalah cara manusia menghadapinya sehingga menjadi tenang dan damai.

Suami saya, pak Bernie menulis refleksinya dalam surat tentang “How do People Die in Indonesia?” (lihat <farsidarasjana.blogspot.com>, yang menjelaskan tentang kronologis kematian adik John. Pak Bernie ditelpon pulang dari UGM untuk menolong membawa adik John ke Rumah Sakit, sesudah ia ditemukan pingsan oleh isteri dan saudara/I lainnya di kamar mandi. Ia membuat napas buatan kepada adik John sebelum membawanya ke RS. Saya tiba di RS Panti Rapih sesudah dari Kementrian Hukum dan HAM, mendapatkan adik saya sudah tak bernyawa. Pak Bernie merasa napas buatannya memberikan kehangatan kepada John tetapi itu bukan napas dari John sendiri. Ia sudah meninggal sebelum dibawa ke RS Panti Rapih.

Semua orang kaget, shock! Bagaimana kejadian ini bisa terjadi, sementara di pagi hari ini masih sehat. Adik John menggantikan ban yang kempes dari saudara ipar perempuannya, Vina. Kemudian bercanda dengan Syalom, sebelum membantu bu Pronti mencuci semua barang cucian di dapur ketika ia akan membersihkan tangannya sendiri. Sebelum pergi mandi ia menjumpai isterinya  meminta dicium dan dipeluk. Isterinya menemukan kemudian suaminya sudah jatuh terbaring di kamar mandi.

Kematian seperti misteri datang menjemput adik John.  Manusia takut meninggal sendirian. Tetapi dari peristiwa kematian adik John, saya belajar tentang perjalanan seorang anak manusia bersama dengan Sang Pencipta. Kami dan semua pelayat lainnya hampir tidak bisa bayangkan bagaimana mukanya yang begitu tenang diwariskan kepada kami. Tanpa sedikitpun kepanikan, sebagaimana nampak pada wajahnya. Saya bayangkan ia berjalan menuju kepada Sang Pencipta dengan penuh kebahagiaan.  Pelayat muslim sambil menyalami  kami kemudian sesudah memandang wajahnya yang damai mengatakan: "Ia meninggal dalam khusnul khotimah". 

Kami tidak tahu penyebab kematiannya. Ia ditemukan dalam keadaan sudah mandi tetapi belum sempurna menggunakan celana dalamnya.  Celana baru dimasukan separuh pada kaki kanannya sedang bagian kaki kiri celananya sudah hampir terpasang sempurna.  Seperti dalam tulisan “How do People Die in Indonesia?”, suami saya menduga jantung adik John tiba-tiba berhenti.  

Saya bayangkan adik John  kaget dengan kejadian tersebut. Tetapi dalam situasi kritis itulah ia berpegang pada tangan Allah. Ia sendiri dengan Sang Pencipta bergumul. Ia ditemukan tak bernyawa di kamar mandi. Persis ketika ayahanda menghembuskan napasnya, ia juga meninggal ketika tidak seorangpun berada di kamar. Ia meninggal dalam keadaan tidur. Vina, adik ipar saya mengatakan: "Kak John dilahirkan telanjang dan pergi juga dalam keadaan telanjang".

John menikah dengan Elizabeth Titik Lestari di hari ulang tahunnya yang ke 42 pada tanggal 10 November 2011. Ia bertunangan di hari ulang tahun Titik, pada tanggal 24 April 2010. Mereka mempersiapkan pernikahannya hampir 7 bulan. Saya ingat meja marbel bundar di ruang keluar di rumah kami, setiap bulan diletakan satu keranjang berisi keperluan pernikahan mereka sampai akhirnya mejanya penuh. Kami memberikan hadiah hari ulang tahun kepada adik John yaitu pesta pernikahannya. Ia rindu menikah dan ia memperolehnya. Sesudah menikah hampir 3 bulan Tuhan memanggil adik John kembali ke rumahNya.

John menyerahkan dirinya kepada Allah. Titik pernah bertanya kepada John bagaimana ia mengatasi ketakutan dari akibat tugas-tugas yang menghendakinya harus pulang rumah malam, atau berada di jalan raya, membawa motor, mobil atau truk. John mengatakan ia tidak takut karena ia berjalan bersama Allah. Mazmur 23 adalah bacaan dari Alkitab yang selalu John nyanyikan. Liriknya adalah firman Tuhan yang berbunyi begini:

“Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.
Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau,
Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku.
Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena namaNya.
Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya,
Sebab Engkau besertaku;
gadaMu dan tongkatMu, itulah yang menghibur aku.."

Adik John sudah dibaringkan ditidurkan dengan sangat nyenyak. Ia tidur dalam tangan Allah. Yesus mengatakan, Aku adalah kebangkitan dan kehidupan, barangsiapa yang percaya kepadaKu ia akan hidup selama-lamanya. Adik John meninggalkan wajahnya yang tenang dan damai untuk kami semua tahu bahwa di Sorga, di tempat Tuhan berdiam ada keindahan dan kehidupan selamanya. Kita tidak perlu takut terhadap kematian karena hidup dan mati adalah dalam tanganNya sendiri.

Rumah John dekat dengan rumah kami. Setiap hari kami ke sana membasahi makamnya. Pak Muji, seorang modin di mesjid Istiqomah yang adalah tetangga kami, mengatakan rumah adik John bersih. Katanya: "Tidak ada satupun krikil ketika mereka menggalinya".  Orang-orang melihat tanda untuk menguatkan diri mereka sendiri tentang jalan yang baik yang harusnya seorang manusia mengakhir hidupnya. Bumipun menerima adik John kembali keharibaan Sang Pencipta. Perjalanan kematian adik John mengagetkan untuk kami tetapi tidak untuk dirinya sendiri sehingga kematiannya malahan memberikan terang tentang jalan menuju ke rumah Bapa.

Hari ini hujan lebat di Yogya, kami membawa bunga tabur kepada John. Mawar merah putih menghiasi makamnya, menjelaskan tentang warna keberanian dan kesucian, kepolosan hati John terdalam. Hati yang berserah kepada Allah, hati yang mengikuti jalan Yesus, yang harus mati supaya ada kebangkitan kepada kehidupan yang kekal.

Terima kasih adik John untuk hadiah terindah yang hendak diberikan kepada saya.  Sebelum petinya ditutup saya katakan saya belum pernah melihat dirinya yang begitu gagah dalam ketenangan dan kedamaian. Penampilan yang sangat terbaik dari adik John seumur hidupnya, ternyata ketika ia dipanggil pulang ke rumah Allah. Imannya yang mendalam mengajarkan tentang penyerahan diri seutuhnya kepada sang Pencipta.  Terima kasih Tuhan Yesus untuk keindahan dari kesempatan yang diberikan kepada kami bisa hidup bersama John selama lebih dari 5 tahun di Pondok Tali Rasa. Engkau Tuhan telah membuatnya begitu indah, kuat sekaligus lembut berjalan dalam dunia ini dan menuju pulang ke rumah Bapa, sang Pencipta.

Kemarin pagi, tanggal 10 Februari sekitar jam 6, kami semua melihat pelangi melintasi desa Karanggayam.  Saya belum pernah melihat pelangi di Karanggayam kecuali Helio. Tanda harapan diberikan Allah kepada kami supaya kami semua mengiklaskan kepergian John. Istrinya merumuskan ulang RIP yang dalam bahasa Inggeris berarti Rest in Peace, diterjemahkan dalam bahasanya “Relakan Ia Pergi”.  Kami semua merelakan adik John kembali kepadaMu  Allah. Kami percaya Engkau tahu yang terbaik untuk John dan kami sudah melihat kesaksian diri dari John. Ia menemukan Tuhan dalam perjalanannya pulang. Seolah-olah dalam tidurnya ia tampil penuh damai dan sedang memberitahu kami semua tentang keindahan dan kekuasaan Tuhan yang mengambilnya pulang. Mukanya yang damai adalah berita suka cita untuk semua yang datang mengantarkannya pulang.

Di pagi hari ini, 11 Februari 2012, dalam doa saya, dan pembacaan firman, saya melihat adik John datang mengecup pipi saya. Ia berpakaian putih, matanya tersenyum dan tanpa kata-kata saya dikecup kemudian ia pergi. Terima kasih John untuk kelembutanmu. Semangatmu akan diwariskan kepada banyak orang di sekitar kami. Selamat jalan adikku terkasih.